Tuesday, September 18, 2012

Penemuan


 “Penemuan terdiri dari melihat apa yang telah dilihat semua orang, dan berpikir apa yang belum dipikirkan orang lain.”


Kepada saudara SUBUD yang mengatakan bahwa ia telah menemukan Tuhan lewat Latihan Kejiwaan yang dilakoninya selama beberapa tahun, saya berseloroh, “Lhaemangnya selama ini Tuhan hilang ke mana?” Memang cukup banyak orang yang melakoni pencarian, entah itu Tuhan, diri sejati, cinta sejati atau apalah yang bersifat visioner, padahal sesungguhnya yang mereka cari sudah ada sejak dahulu, tetapi mereka tidak menyadarinya.

Di bidang pekerjaan saya, yang berada di lingkup industri komunikasi pemasaran dan korporat, telah menjadi umum ekspresi ‘mencari ide’. Kalau Anda kebetulan menjumpai atau mengenal seorang kreator materi komunikasi pemasaran dan/atau korporat, entah copywriter atau art director, perhatikan beragam tingkahnya yang aneh, yang biasanya mereka kaitkan dengan proses pencarian ide. Betulkah sesungguhnya mereka ‘mencari ide’?

Tahun 2002 terbit buku karya Jim Aitchison, Cutting Edge Advertising: How to Create the World’s Best Print for Brands in the 21st Century (New Jersey: Prentice Hall, 2002), yang menandaskan bahwa tugas kreator iklan bukanlah ‘mencari ide’, melainkan ‘menemukan ide’. Menurut Aitchison, ide sudah ada sebelumnya dan ada di mana-mana, dan menjadi tugas seorang penulis naskah iklan (copywriter) dan pengarah artistik (art director) untuk menemukan ide tersebut serta mewujudkannya menjadi kesatuan konsep yang utuh. ‘Penemuan’ Aitchison itu menyadarkan saya, yang selama ini sibuk berkutat mencari ide, bahwa segala sesuatu yang bagi kita merupakan hal yang baru sesungguhnya sudah ada sebelumnya!

Baru-baru ini, saya baca novel ilmiah karya Michael CrichtonState of Fear—Kondisi Ketakutan (Jakarta: Gramedia, 2009 ), sebuah cerita fiksi yang secara ilmiah membeberkan skenario non-fiksi bahwa isu pemanasan global merupakan isu tanpa kebenaran ilmiah yang ditiupkan oleh oknum-oknum tertentu dari kalangan politisi, pengacara dan media untuk menciptakan kondisi ketakutan yang mendunia demi mencapai tujuan-tujuan materi mereka.

Penulis yang terkenal lewat karya-karya fiksi ilmiah yang diadaptasi ke film, seperti Jurassic ParkThe Lost WorldSphereAirframeTwister (skenario film), Eaters of the Dead (judul filmnya The 13th Warrior), Timeline dan sebagai penulis skenario serial televisi E.R. ini mengemukakan sejumlah fakta bahwa berbagai hal yang dituding sebagai penyebab dan gejala-gejala utama pemanasan global, seperti sendawa sapi yang kabarnya mengandung gas metana, naiknya permukaan laut dan melelehnya es di Kutub Utara dan Selatan sebenarnya sudah terjadi berulang kali sejak lama, sangat jauh sebelum para aktivis pro lingkungan mem-blowup isu pemanasan global.

Penulis yang dokter lulusan Universitas Harvard, Amerika Serikat, ini menyimpulkan bahwa alam menjadi rusak justru oleh upaya pelestarian dan pengelolaan (environmental management) yang dilakukan manusia. Kesimpulannya itu didasari oleh temuan ilmuwan bahwa ternyata alam melestarikan dirinya sendiri lewat proses mutualisme simbiosis dengan unsur-unsur alami yang sudah ada ‘sejak penciptaan’!

Novel karya Michael Crichton tersebut mempertegas ‘temuan’ saya bahwa apa yang baru diketahui manusia sesungguhnya sudah lama ada, karena Tuhan telah membekali segala sesuatu yang akan menjadi kebutuhan ciptaanNya ketika dilahirkan ke dunia. Dalam konteks bahasa, untuk kata “penemuan” dalam Bahasa Indonesia terdapat dua padanan kata dalam bahasa Inggris yang dipakai sesuai sifat dari masing-masing padanan kata tersebut.

Lionel Bender dalam bukunya, Eyewitness: Invention (London: DK Children, 2000), membedakan antara istilah invention dan discovery, yang dalam Bahasa Indonesia cukup diterjemahkan sebagai ‘penemuan’ saja. Menurut Bender, invention mengacu pada penemuan ‘sesuatu yang belum ada sebelumnya’ atau penciptaan, seperti Alexander Graham Bell menciptakan telepon pertama dan Heron dari Alexandria yang menemukan kincir angin. Discovery, sebaliknya, mengacu pada penemuan sesuatu yang sudah ada sebelumnya, tetapi baru diketahui manusia, seperti Christopher Columbus menemukan benua Amerika dan Isaac Newton merumuskan Teori Gravitasi.

Tetapi, benarkah terdapat hal-hal yang tidak ada sebelumnya? Saya meragukannya. Ketika kuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (FS; kini Fakultas Ilmu Budaya, FIB) Universitas Indonesia, saya baru tahu bahwa yang menemukan benua Amerika bukanlah Columbus, melainkan suku-suku purba, yang lantaran Columbus mengira daratan yang dilihatnya pertama kali dalam pelayaran ekspedisinya pada tahun 1492 adalah India (karena memang itu destinasi yang ditujunya) lantas disebutnya ‘suku Indian’. Jauh sebelum James Cook menemukan Australia, para pelaut Jawa dan Makassar sudah mendarat di utara benua itu untuk mencari teripang. Pada saat suku-suku Indian dan pelaut Jawa serta Makassar masing-masing sampai di benua Amerika dan Australia pun kedua daratan itu sudah ada—dalam arti bukan dibuat dengan sengaja oleh orang Indian, Jawa dan Makassar lewat reklamasi laut lepas, seperti yang terjadi di Jakarta dan Negeri Belanda dalam rangka perluasan wilayahnya.

Sebelum ada manusia, saya kira bumi ini sudah ada. Sebelum bumi ini ada, sudah ada sistem tata surya. Sebelum semua ini ada, ada Yang Maha Ada dan Maha Awal sekaligus Maha Akhir, yang umumnya disebut ‘Tuhan’.

Kita cenderung menganggap Tuhan menghukum kaum tertentu lewat bencana alam atau bencana sosial, sedangkan di berbagai kitab suci dinyatakan Tuhan tidak pernah menyiksa ciptaanNya. Kalau direnungkan lebih jauh, kita akan menemukan bahwa kita sendiri yang salah. Gempa bumi, misalnya, yang terjadi di suatu tempat yang dimukimi manusia, tidak bisa serta-merta dihakimi sebagai hukuman Tuhan atas manusia, melainkan dampak dari perbuatan bodoh manusianya. Seperti diungkap Michael Crichton, ada kawasan-kawasan tertentu di dunia yang rawan gempa karena merupakan pertemuan lempeng-lempeng bumi. Gempa bumi di kawasan-kawasan itu sudah berulang kali terjadi sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu.

Manusia sudah diberi akal untuk mempelajari terlebih dahulu keadaan tanah di mana ia akan bertempat tinggal, tetapi lantaran keserakahan hal tersebut tidak dipertimbangkannya, sehingga salah siapa dong kalau daerah tempat tinggalnya mengalami gempa bumi yang meluluh-lantakkan tempat tinggalnya dan menewaskan dirinya dan keluarganya? Pada saat yang sama, kawasan tersebut biasanya ada gunung berapinya, yang membuat tanahnya subur, sehingga bisa ditanami dan menghasilkan bahan makanan yang bisa memakmurkan manusia yang hidup di kawasan itu.

Apa saja sudah ada bahkan sebelum manusia menemukannya dan mengklaim dirinyalah penemunya. Bahkan hal-hal yang niskala (intangible), seperti masalah, gagasan dan pemikiran, sudah ada jauh sebelum kita mengenalinya, dan bersamanya tersedia pula jawaban atau solusinya. Pengalaman saya maupun banyak orang lainnya menunjukkan, jawaban itu mengemuka dengan cepat ketika kita menenteramkan diri dan berfokus pada persoalan dasarnya. Tidak percaya? Silakan cari... eh... temukan sendiri kebenarannya.©


Apartemen Citylofts Sudirman Lantai 7, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, 1 Februari 2012

No comments: