Monday, October 30, 2017

Jajanan SD

MAKANAN berjenis camilan ini populer dengan sebutan “jajanan SD”. SD singkatan dari Sekolah Dasar. Camilan beragam jenis itu memang banyak dijajakan di luar pagar sekolah-sekolah dasar seantero Nusantara, dan pembelinya pun kebanyakan murid SD saat jam istirahat atau pulang sekolah.

Meskipun sebagian dari beragam camilan itu cukup berselera dan harganya tergolong sangat murah, namun orang dewasa menghindarinya. Ada yang beranggapan jajanan SD tidak terjaga kebersihan bahan dan alat masaknya, ada pula yang menganggap makanan jalanan (streetfood) ini tidak bergizi, menggunakan bahan aditif yang berisiko bagi kesehatan.

Tapi, satu kawan saya—yang sebenarnya amat menggemari camilan nyeleneh ini—menghindari berada di dekat penjual jajanan SD bukan karena kedua alasan tersebut, melainkan karena merasa malu. Ia malu terpergok kenalan atau kerabatnya sedang membeli camilan murahan itu, bukan karena murahannya, tapi karena dia merasa tidak pantas berada di antara anak-anak SD yang mengerumuni para penjual jajanan SD. Lucu tapi nyata. Ia biasanya menyuruh istrinya untuk membeli jajanan SD.

Es mambo.
Saya teringat ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, pada kurun waktu 1978-1980 (sebelumnya saya bersekolah dasar di Negeri Belanda). Pada masa itu, tahu isi, bakwan (ote-ote atau bala-bala), dan es mambo mendominasi jajanan SD, yang tersedia di kantin sekolah atau warung makan di dalam areal sekolah yang dikelola istri dari penjaga sekolah. Di luar pagar sekolah juga ada penjual-penjual makanan maupun permainan. Yang tersebut terakhir pernah menimbulkan keributan antar murid maupun antara guru dan orang tua dengan si penjual. Kabarnya, karena ada unsur judi dalam permainan tersebut.

Cilor Maklor
Penjual makanan berupa siomay abal-abal, bubur ayam, bakso, kerupuk mie celup (kerupuk mie keras berwarna kuning berbentuk bundar dan ukurannya nyaris sebesar setir mobil yang oleh penjualnya akan dicelupkan ke dalam kuah pedas untuk melunakkannya sebelum diserahkan kepada pembeli), dan rambut nenek (kerupuk tipis nan renyah dengan isian gulali) merupakan jajanan SD nostalgia yang dewasa ini sudah jarang terlihat berjualan di depan pagar SD.

Papeda Telur Gulung
Murid-murid SD zaman sekarang lebih familiar dengan jajanan “modifikasi” yang berbahan sederhana dan murah. Namun, ajaibnya, dari segi rasa boleh diacungi jempol. Ada Papeda Telur Gulung (aci dililit dadar telur ayam dan puyuh), Takoyaki, Cilor Maklor (aci telor, makaroni telor), kue leker aneka rasa (paling disukai dengan meses, susu coklat kental manis, pisang dan/atau keju parut), tahu bulat, bola ubi kopong, sate Taichan, mie instan dalam mangkuk plastik kecil, dan puluhan, mungkin ratusan jenis jajanan SD lainnya, berbeda di tiap daerah.

Meskipun berbahan sederhana dan harganya murah, serta rasanya cukup lezat, camilan-camilan kesukaan murid sekolah dasar ini mendapat sorotan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut catatan BPOM tahun 2015, jajanan di 2.800 sekolah dasar di Jakarta belum tersentuh oleh lembaga tersebut. Menurut data BPOM DKI, dari 3.600 SD di ibukota, baru 800 SD saja yang sudah mendapat pembinaan mengenai sejumlah zat berbahaya yang dapat disusupi di jajanan sekolah. Ini artinya, masih ada 2.800 SD yang belum dicek kualitas jajanannya.

Informasi semacam ini, bagaimanapun, belum sepenuhnya berhasil mencegah anak-anak SD untuk terus menyerbu jajanan kegemaran mereka. Selain murah, juga enak. Soal kesehatan nomor sekian. Saya pun suka, tapi tidak mau sering-sering mengonsumsinya, mengingat faktor higienis dan kesehatan yang dapat dipengaruhi jajanan SD.©



Kalibata Selatan II, Jakarta, 30 Oktober2017