Sunday, December 31, 2017

Anto Dwiastoro's Quotes 2017

“Kamu adalah seperti yang kamu pikirkan tentang dirimu walaupun Tuhan tidak menghendakinya.” (Anto Dwiastoro, Surabaya, 6 Januari 2017)

“Disinformasi (hoax) dimungkinkan oleh dua hal: niat dan media.” (Anto Dwiastoro, dalam makalahnya yang dipresentasikan dalam seminar psikologi komunikasi di Surabaya pada  tahun 2001—teringat kembali pada 9 Januari 2017 di Surabaya)

“Salah atau benar dirasakan saja isinya. Tidak perlu diungkapkan, karena nanti malah berkembang menjadi ajang di mana ego-ego mempertengkarkan kebenaran semu.” (Anto Dwiastoro, Surabaya, 10 Januari 2017)

“Berusaha menjadi nomor satu hanya memberimu kepuasan sesaat dan lelah berbulan-bulan. Jadilah nol, maka Tuhan akan memuaskanmu selamanya.” (Anto Dwiastoro, Surabaya, 11 Januari 2017)

“Bila kalian lelah berdebat di Internet, cobalah berhadapan dalam kehidupan nyata.” (Barack Obama, Pidato Perpisahan di Chicago, Amerika Serikat, 11 Januari 2017)

“Berhati-hatilah dalam sikap dan perilakumu terhadap orang lain. Sebab, bila kamu berkelakuan buruk terhadapnya dan ia ikhlas terhadapmu, maka Tuhan yang akan membalas perbuatanmu.” (Anto Dwiastoro, 17 Januari 2017)

“Berjuang tanpa berserah diri adalah perjalanan tanpa arah. Berserah diri tanpa berjuang tiada guna.” (Anto Dwiastoro, 19 Januari 2017)

“Yang membuatmu sakit bukanlah penyakit, melainkan afirmasi (kesetujuan)mu bahwa kamu sakit.” (Anto Dwiastoro, 25 Januari 2017)

“Tidak ada cara atau kiat mencapai kesuksesan dalam bisnis yang bisa ditiru oleh satu orang dari orang lainnya, kecuali semangatnya.” (Anto Dwiastoro, 26 Januari 2017)

“Jangan takut persaingan dalam hal apa pun. Sebab kamu akan menjadi lebih berkualitas dalam hal apa pun.” (Anto Dwiastoro, 30 Januari 2017)

“Bukan kandungan makanannya yang berisiko bagi kesehatanmu, melainkan pikiranmu yang takut berlebihan terhadap kandungan makanan itu.” (Anto Dwiastoro, 9 Februari 2017)

“Kalau ingin kebaikan, carilah di agama. Kalau ingin kenyataan, temukanlah di Latihan Kejiwaan.” (Anto Dwiastoro, 11 Februari 2017)

“Marah tanpa benci. Mencintai tanpa cemburu. Membalas tanpa dendam.” (Anto Dwiastoro, 25 Februari 2017)

“Seorang juara sejati tidak menghabiskan waktunya dengan melecehkan atau meremehkan lawannya. Ia mengerahkan segenap waktunya untuk meningkatkan kualitas kemampuannya.” (Anto Dwiastoro, Hotel Santika Pandegiling—Surabaya, 3 Maret 2017)

“Jalanilah hidup seperti kereta api; walau jalannya belok-belok, dia tetap di relnya.” (Anto Dwiastoro, 20 Maret 2017)
“Life begins at forty. Forty minutes past four in the morning.” 🏃(Anto Dwiastoro, 24 Maret 2017)

“Tidak usah mengukur jarak yang akan kamu tempuh, tapi hitunglah langkah yang sudah kamu ambil.” (Anto Dwiastoro, 26 Maret 2017)

“Mending dibenci 1.000 orang daripada dijauhi Tuhan.” (Anto Dwiastoro, 29 Maret 2017)

“Seringnya kita dikalahkan oleh diri sendiri. Menyalahkan orang lain—itu ciri-cirinya.” (Anto Dwiastoro, 30 Maret 2017)

“Mengorbankan perasaan yang disertai keikhlasan membuka pintu-pintu kebaikan.” (Anto Dwiastoro, 30 Maret 2017)
“Pilih mau marah atau tetap ramah, terserah. Hidupmu kamu yang tentukan, bukan orang lain.” (Anto Dwiastoro, 2 April 2017)

“Meminta maaf menunjukkan kamu berjiwa besar. Yang tidak mau memaafkan jiwanya kerdil.” (Anto Dwiastoro, 2 April 2017)

“Hambatan terberat untuk jadi diri sendiri adalah penilaian. Penilaian orang lain maupun diri sendiri.” (Anto Dwiastoro, 9 April 2017)

“Pada akhirnya, tidak ada yang sepenting yang tidak kita pikirkan.” (Anto Dwiastoro, 11 April 2017)

“Hadapi kenyataan dengan kenyataan. Bukan dengan angan, apalagi ajaran.” (Anto Dwiastoro, 11 April 2017)

“Tahu isi itu penting. Isi tahu tidak penting.” (Anto Dwiastoro, 11 April 2017)

“Mereka yang merasa gagal dalam hidup sesungguhnya gagal memahami Hidup.” (Anto Dwiastoro, 17 April 2017)

“Di mata Tuhan, lawan kata ‘gagal’ bukanlah ‘sukses’, tapi ‘teruslah berusaha’.” (Anto Dwiastoro, 17 April 2017)

Kekalahan terbesar dialami oleh dia yang lupa untuk apa dia memperoleh kemenangan.” (Anto Dwiastoro, 20 April 2017)

“Bila kamu mulai memahami dirimu tanpa berusaha mengubahnya, maka kamu akan bertransformasi.” (Jiddu Krishnamurti)

“Temukanlah dirimu, niscaya engkau akan menemukan Tuhan.” (Anto Dwiastoro, 26 April 2017)

Tidak tahu apa-apa adalah pencapaian paling agung.” (Anto Dwiastoro, 27 April 2017)

“Jika iman membuatmu lebih agamis, buat apa beragama supaya kamu lebih beriman?” (Anto Dwiastoro, 29 April 2017)

Kita sering gagal membedakan antara ilmu (‘ilm) dan kearifan (hikma). Kearifan tidak bisa diajarkan. Ketika seseorang yang arif berusaha untuk ‘mengajarkan’ kearifan itu kepada orang lain, seringkali terdengar seperti omongan gila. Ilmu dapat dipelajari; ilmu bisa disampaikan dari satu orang kepada orang lainnya. Ilmu—atau, lebih tepat lagi, informasi—merupakan obsesi dunia modern, dan dikomunikasikan secara relatif mudah di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan tempat-tempat belajar lainnya. Kearifan tidak bisa dikomunikasikan. Orang bisa menemukan kearifan, berusaha untuk memahaminya; orang bahkan bisa menjadi arif. Kearifan diperoleh melalui pengalaman dan datangnya langsung dari Sang Pencipta. Tetapi kearifan sesungguhnya tidak dapat diajarkan atau dikomunikasikan kepada orang lain; kearifan tidak bisa disampaikan dengan cara yang sama seperti informasi. Adalah obsesi kita dengan ilmu/informasi serta mengabaikan kearifan yang merupakan penyebab penyakit sekuler yang diderita sistem pendidikan, dan keyakinan kita.” (Anonim)

“The worst problem is not global warming. It is the lack of education.” (National Geographic Channel | Further)

“Writing is an exploration. You start from nothing and learn as you go.” (Edgar Lawrence Doctorow)

“Pribadi yang menjadi dirinya sendiri tidak mudah tergoyahkan oleh kepentingan di luar dirinya.” (Anto Dwiastoro, 7 Mei 2017)

“Ternyata, jauh lebih susah mencari pertanyaan daripada menemukan jawaban.” (Anto Dwiastoro, 9 Mei 2017)

“Segala sesuatu akan berlalu. Kecuali kamu memikirkannya terus.” (Anto Dwiastoro, 10 Mei 2017)

“Dalam bisnis dan politik, cuma ada dua pilihan peran: Jadi pionir atau jadi pion.” (Anto Dwiastoro, 11 Mei 2017)

“Jangan lupa bahagia? Aku justru bahagia kalau lupa segalanya.” (Anto Dwiastoro, 12 Mei 2017)

“Kiat jadi kaya-raya tanpa harus ikut workshop atau mendengarkan motivator bisnis: Ikhlas memberi-dan-memberi.” (Anto Dwiastoro, 12 Mei 2017)

“Jika hubungan dengan seseorang/sesuatu tidak jelas masa depannya, nikmati saja kekiniannya.” (Anto Dwiastoro, 18 Mei 2017)

“Enterprise yang tertuntun Latihan Kejiwaan tujuannya adalah untuk menyaksikan kekuasaan Tuhan, bukan menyaksikan dompet terisi penuh.” (Anto Dwiastoro, 18 Mei 2017)

“Betapapun gencarnya usaha media mempengaruhi opini publik, kondisi akalbudi kitalah yang menentukan keberhasilannya.” (Anto Dwiastoro, 19 Mei 2017)

“Apa pun saluran penerima informasinya, semua bermuara di pikiran. Pikiran itu yang menentukan duniamu hancur atau tentram damai.” (Anto Dwiastoro, 24 Mei 2017)

“Di Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan SUBUD itu yang penting kerukunan (kualitas), bukan kerumunan (kuantitas).” (Anto Dwiastoro, 26 Mei 2017)

“Semua yang kita konsumsi pada akhirnya jadi sampah. Termasuk kebenaran.” (Anto Dwiastoro, 6 Juni 2017)

“Dalam spiritualitas, teoris lebih parah daripada teroris.” (Anto Dwiastoro, 6 Juni 2017)

“Makin dalam spiritualitas kita, makin minim kata-kata kita. Jadi, saya tidak percaya kehebatan spiritual seseorang jika dia masih menulis buku.” (Anto Dwiastoro, 7 Juni 2017)

Percaya tanpa pengetahuan cenderung menyesatkan ketimbang mengetahui tanpa percaya.” (Anto Dwiastoro, 8 Juni 2017)

“Ramadhan itu adalah momen untuk mengendalikan nafsu-nafsumu. Bukan untuk mengendalikan orang lain/situasi karena nafsu pribadimu yang sulit dikendalikan.” (Anto Dwiastoro, 11 Juni 2017)

“Filosofi Wayang: Di depan layar cuma tampak bayangan/ilusi; di balik layar tampak keindahan sejatinya yang dilihat Sang Dalang.” (Anto Dwiastoro, 14 Juni 2017)

“Yang mesti dirukunkan frekuensinya, bukan orangnya.” (Anto Dwiastoro, 18 Juni 2017)

“Bedanya berserah diri dan tidak: Dengan tidak berserah diri, kita yang repot menyelesaikan masalah. Dengan berserah diri, masalah selesai sendiri.” (Anto Dwiastoro, 19 Juni 2017)

“Cangkir pikiran kita akan terisi oleh kearifan hanya bila ia kosong dari penilaian/prasangka.” (Anto Dwiastoro, 19 Juni 2017)

Tinggi hati adalah pertanda rendah diri.” (Anto Dwiastoro 26 Juni 2017)

“Berpikirlah yang relevan. Jangan ketika berkarya yang dipikirkan adalah hasilnya di masa depan sampai lupa pengerjaannnya di masa kini.” (Anto Dwiastoro, 29 Juni 2017)

“Manusia tidak dapat melihat kebaikan hakikimu. Hanya Tuhan yang bisa. Jadi, berhentilah berusaha menampilkan kebaikan di depan orang lain. Jadilah apa adanya.” (Anto Dwiastoro, 6 Juli 2017)

“Work like you don’t need the money. Love like you’ve never been hurt. Dance like nobody’s watching.” (Satchel)

“Sukses/gagal tidak diukur dari besarnya pencapaian/kehilanganmu. Melainkan dari kemampuan kamu menjadi dirimu sendiri.” (Anto Dwiastoro, 9 Juli 2017)

“Aturan teragung adalah: ‘Tiada aturan’.” (Anto Dwiastoro, 9 Juli 2017)

“Penjelasan dari orang yang sudah mengalami dan yang belum memang terasa bedanya.” (Anto Dwiastoro, 11 Juli 2017)

“Pandai berucap syukur kualitasnya masih jauh di bawah selalu merasa bersyukur.” (Anto Dwiastoro, 14 Juli 2017)

“Waspadai dukungan teman-temanmu, karena bila sama-sama pakai nafsu mereka tak ubahnya setan yang menggodamu.” (Anto Dwiastoro, 19 Juli 2017)

“Berani karena benar. Berani bertanggungjawab karena salah.” (Anto Dwiastoro, 23 Juli 2017)

“Bisnis gagal ketika kerangka berpikirnya adalah menjadi kaya-raya, bukan bagaimana menjalankan bisnisnya.” (Anto Dwiastoro, 5 Agustus 2017)

“Ketika orang-orang mulai bilang Anda gila, Anda mungkin saja sedang melakukan inovasi terpenting dalam hidup Anda.” (Larry Ellison, Co-Founder dan CTO Oracle)
Kesederhanaan adalah keluaran dari serangkaian proses yang tidak sederhana.” (Anto Dwiastoro, 18 Agustus 2017)

Kompleksitas selalu kalah telak melawan simplisitas.” (Anto Dwiastoro, 19 Agustus 2017)

“Waktu adalah uang. Jika tak bisa menyumbang uang, sumbanglah waktu.” (Anto Dwiastoro, 21 Agustus 2017)

“Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu. Tapi waspadai pikiranmu tentang orang lain.” (Anto Dwiastoro, 30 Agustus 2017)

“Tuhan selalu mengabulkan doa kita. Tapi yang menggagalkan adalah kita sendiri.” (Anto Dwiastoro, 2 September 2017)

“Kesenangan dan penderitaan punya satu kesamaan: Mereka akan berlalu. Menerimanya dengan ikhlas memberimu bahagia.” (Anto Dwiastoro, 3 September 2017)

“Saya tidak tahu harus memulainya dari mana. Tuhan pun tidak bermula, tidak berakhir.” (Anto Dwiastoro, 6 September 2017)

Sabar memendekkan waktu. Keinginanmu tercapai bahkan sebelum kesadaranmu sampai.” (Anto Dwiastoro, 7 September 2017)

“Satu-satunya tunjangan dari perusahaan yang jarang diambil karyawan adalah kesempatan meningkatkan pengetahuan.” (Anto Dwiastoro, 7 September 2017)

“Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan.” (Imam Asy-Syafi’i)

“Tempat sih tidak penting. Yang penting itu cerita yang bisa kita ramu tentang tempat itu.” (Anto Dwiastoro, 13 September 2017—mengenai travel writing)

“Bukan apa-apa yang kamu masukkan ke dalam masakan yang membuatnya lezat, tapi apa-apa yang kamu masukkan ke dalam pikiranmu sebelum masak.” (Anto Dwiastoro, 16 September 2017)

“Ketakutan yang memuncak menghasilkan aturan-aturan ketat untuk mengendalikan orang-orang yang dianggap ancaman.” (Anto Dwiastoro, 23 September 2017)

“Kata-kata bijak hanya dapat dipahami dengan benar oleh mereka yang cukup bijak untuk memahaminya.” (Anto Dwiastoro—Wates, Kulonprogo, DIY, 29 September 2017)

“Terjunkan diri lalu lihatlah apa yang terjadi.” (Napoleon Bonaparte)

“Bila kamu benar-benar menyukai keadaanmu, tidak seharusnya kamu marah bila orang lain mencemoohnya.” (Anto Dwiastoro, 8 Oktober 2017)

Nilai uang dibuat oleh pikiran. Berarti bila mengejar/rebutan uang sebenarnya kita sedang ditipu pikiran sendiri.” (Anto Dwiastoro, 14 Oktober 2017)

Ciri-ciri orang yang sepanjang hidupnya melarat dan payah: Selalu komplain/mengritik apa saja yang dia dapat.” (Anto Dwiastoro, 15 Oktober 2017)

Kenyataan tidak butuh ajaran. Dia hanya butuh akal.” (Anto Dwiastoro, 16 Oktober 2017)

“I love Monday. It gives me plenty of time to plan a great weekend.” (Anto Dwiastoro, 16 Oktober 2017)

Jangan mengharamkan profesi seseorang kalau kamu tidak bisa memberi dia yang halal.” (Anto Dwiastoro, 16 Oktober 2017)

Kenyataan tidak dibatasi ruang dan waktu.” (Anto Dwiastoro, 20 Oktober 2017)

“I don’t observe any religion not because I don’t believe in one. I was a muslim before I joined Subud, then went into Buddhism, then I ended up to just receiving the guidance from the Latihan. Religions contain teachings or rules (like the word it originates tells: ‘religaire’ = rules/directions), and to some of us these limit us to be as real as possible in our actions. Lets say, going to a place far away you are obliged by your religion to go by ship, yet your inner guidance tells you to take a plane because it’s faster. No matter what you follow, the teachings or receivings, they direct you to do what you have to do what is right. Both are categorized as ‘religion’, something that directs you.” (Anto Dwiastoro, 20 Oktober 2017—komentar terhadap postingan Ruslan Moore di grup Facebook For Subud Members Only)

Berkomunikasi dua arah dengan tuntunanNya seru sekali. Tidak ada kalah-menang, hati senang, pikiran tenang.” (Anto Dwiastoro, 21 Oktober 2017)

Sabar-ikhlas-tawakal dan berani. Dua entitas yang membuatmu hebat bila kamu mampu melakukannya sekaligus.” (Anto Dwiastoro, 24 Oktober 2017)

Branding is the overall undertaking of the business, not a tiny part of it. Companies should hire a branding consulting firm rather than an ordinary ad agency offering branding services.” (Anto Dwiastoro, 29 Oktober 2017)

Apakah kamu jabatanmu? Gajimu? Pekerjaanmu? Orientasi seksmu? Hobimu? Agamamu? Coba renungkan lagi.” (Anto Dwiastoro, 29 Oktober 2017)

Branding yang konsisten mempermudah orang ingat dirimu atau produkmu. Sesimpel itu.” (Anto Dwiastoro, 4 November 2017)

Branding adalah upaya kontinu untuk memperkenalkan diri. Brand tercipta di benak orang yang kepadanya kamu memperkenalkan diri.” (Anto Dwiastoro, 4 November 2017)

“Branding adalah tentang menawarkan apa yang konsumen percayai, bukan apa yang dipercaya penyedia produk/jasa.” (Anto Dwiastoro, 7 Oktober 2017)

“Spiritualitas bukan jalan menjadi orang baik, tapi adalah jalan untuk menjadi diri sendiri.” (Anto Dwiastoro, 8 November 2017)

“Kriteria ‘baik’ itu berbeda di tiap budaya. Tapi platformnya sama: Tidak merugikan orang lain.” (Anto Dwiastoro, 11 November 2017)

“Jalan Spiritual itu seperti naik rollercoaster: Saat merasa asik ketika naik dan berada di atas, tiba-tiba dihunjam ke bawah.” (Anto Dwiastoro, 11 November 2017)

“Momen paling menakutkan selalu adalah saat sebelum kamu memulainya.” (Stephen King)

“Saya tidak khawatir ditiru. Itu artinya saya memang terdepan.” (Anto Dwiastoro, 14 November 2017)

“Mengikhlaskan masa lalu. Bersabar dengan masa kini. Bertawakal terhadap masa depan.” (Anto Dwiastoro, 14 November 2017)

Mencintai atau membenci sesuatu atau seseorang itu sangat gampang. Yang susah adalah konsisten mengekspresikan salah satunya.” (Anto Dwiastoro, 14 November 2017)

“Pikiran itu suka di zona nyaman. Diberi tahu seperti bagaimana juga tidak akan berubah. Baru berubah setelah kepalanya terbentur masalah.” (Anto Dwiastoro, 15 November 2017)
“Memikirkan bagaimana Tuhan bekerja mengatur hidup kita malah mengusik pekerjaanNya. Rileks saja.” (Anto Dwiastoro, 17 November 2017)

“Ada tiga kemungkinan mengapa kita menerima kenyataan baik/buruk: 1) Kita lagi dipuji; 2) Kita lagi diuji; 3) Tuhan lagi melempar dadu.” (Anto Dwiastoro, 17 November 2017)

Kenyataan tidak selalu sejalan dengan ajaran.” (Anto Dwiastoro, 18 November 2017)

“Pernyataan ‘Tidak kalah dari produk luar negeri’ dan ‘Karya anak bangsa’ adalah komunikasi merek yang salah langkah.” (Anto Dwiastoro, 20 November 2017)

“Yang orisinal itu pinter. Yang meniru itu printer.” (Anto Dwiastoro, 20 November 2017)

“Energi yang kamu pancarkan dari dirimu itulah yang akan jadi kenyataan hidupmu.” (Anto Dwiastoro, 20 November 2017)

“Di penghujung hari, terus berusaha adalah pencapaian tertinggi.” (Anto Dwiastoro, 20 November 2017)

“Karena persepsi adalah produk akal pikir, makanya suka mengembara ke ranah khayalan yang memang amat disukai akal pikir.” (Anto Dwiastoro, 26 November 2017)

“Otak kita punya kemampuan untuk terinspirasi oleh motivasi, tapi tidak untuk mempraktikkan apa yang dimotivasikan.” (Anto Dwiastoro, 27 November 2017)

“Perasaan cinta yang dalam terhadap orang yang marahnya meletup-letup merupakan ‘pemadam kebakaran’ terbaik.” (Anto Dwiastoro, 28 November 2017)

“Di titik terendah sekalipun, yang sabar-ikhlas-tawakal-berani adalah pemenang.” (Anto Dwiastoro, 28 November 2017)

“Kegagalan bukan berarti kamu tidak berkualitas. Justru Tuhan sedang meningkatkan kualitasmu.” (Anto Dwiastoro, 28 November 2017)

“Kemarahan yang tidak terbendung merupakan ekspresi jiwa yang labil dari orang yang kehilangan identitas.” (Anto Dwiastoro, 28 November 2017)

“Hidup memberi pilihan-pilihan, bahkan ke orang yang sulit menentukan pilihan.” (Anto Dwiastoro, 29 November 2017)

“Sekali kamu mengidentifikasi diri dengan jabatan/pekerjaan, seumur hidup kamu menderita.” (Anto Dwiastoro, 30 November 2017)

“Bagaimana menurunkan derajat akademis seseorang dari S3 ke TK? Bahas tentang agamanya, langsung kritisisme seseorang merosot ke titik terendah.” (Anto Dwiastoro, 3 Desember 2017)

“Kaum ‘pemikir bebas’ pun tak jarang terkungkung oleh pikiran mereka sendiri. Tidak benar-benar bebas.” (Anto Dwiastoro, 4 Desember 2017)

“Saya tidak pernah marah bila profesi saya dipandang rendah oleh orang lain. Karena saya selalu memandang Dia Yang Maha Tinggi.” (Anto Dwiastoro, 4 Desember 2017)

“Kebenaran kecil memiliki kata-kata yang besar. Kebenaran besar memiliki keheningan yang besar.” (Rabindranath Tagore)

“Tantangan terbesar dalam mempelajari hal baru adalah kecenderungan pikiran untuk tetap bersandar pada yang sudah usang.” (Anto Dwiastoro, 6 Desember 2017)

Passion itu seyogianya ditanamkan dalam Kerja (misalnya menulis dan lain-lain.), bukan dalam Pekerjaan (Penulis dan lain-lain).” (Anto Dwiastoro, 7 Desember 2017)

“Ketakutan pada orang lain atau sesuatu disebabkan oleh ketidakmengertian tentang orang atau sesuatu itu.” (Anto Dwiastoro, 9 Desember 2017)

“Jangan berteman dengan orang-orang yang percaya dirinya tinggi dan berintegritas bila kamu ingin disanjung.” (Anto Dwiastoro, 9 Desember 2017)

“Kebaikan tidak ada teorinya. Keberadaannya ditopang oleh praktik.” (Anto Dwiastoro, 10 Desember 2017)

Berak, kemudian menonton berita di tivi, lalu menenteng tas. Itu kegiatan rutin kita tiap hari kerja. Selamat pagi, selamat beraktivitas.” (Anto Dwiastoro, 12 Desember 2017)

“Kegagalan dialami oleh mereka yang takut mengimpikan keberhasilan.” (Anto Dwiastoro, 15 Desember 2017)

“99% orang gampang terinspirasi. Hanya 1% yang mau berperspirasi sesudahnya.” (Anto Dwiastoro, 18 Desember 2017)

“Amarah dan makanan pedas punya dampak yang sama kalau dibawa tidur: Mimpi buruk/tidur tidak nyenyak.” (Anto Dwiastoro, 23 Desember 2017)

“Sumber derita manusia bukan kurang uang tapi pikiran yang selalu mengatakan kurang uang adalah penderitaan.” (Anto Dwiastoro, 24 Desember 2017)

“Tiap manusia berubah pada satu titik dalam hidupnya. Sebaiknya jangan berprasangka buruk dahulu pada perilaku seseorang saat ini.” (Anto Dwiastoro, 26 Desember 2017)

“Ajaran telah digeser oleh argumen. Kebenaran tersisih oleh pembenaran.” (Anto Dwiastoro, 26 Desember 2017)

“Pikiran yang berkembang tanpa dibarengi keinsafan malah makin rumit cara berpikirnya. Sampai hal-hal simpel pun dipandang rumit.” (Anto Dwiastoro, 29 Desember 2017)

“Jadilah pengarang yang berkarya dengan tuntunan pribadi. Jangan jadi penulis yang didikte.” (Anto Dwiastoro, 29 Desember 2017)


Tuesday, December 19, 2017

On Being a Sustainability Communication Specialist


AS a Sustainability Communication Specialist, I focus on the communications and business aspects of environmental management and CSR initiatives implemented by my clients. I decide exactly how to present the concepts and goals of my clients’ environmental management or business to the public. This ensures that the general public are well informed about the importance of corporate environmental and social responsibilities.

I construct media campaigns, usually by analyzing the current environmental and socio-economic state of the relevant area in tandem with prevailing laws. In many ways, my job is the perfect fusion of public relation work, social work, and environmental conservation.

I spend a great deal of time in my office researching on environmental and CSR updates, creating environmental and social responsibility branding materials, and communicating with my clients (mostly the environmental and CSR managers of their companies) about the goals they want to achieve concerning their sustainability communications. However, I will occasionally be required to leave the confines of the my office to engage with the general public, small-and-medium enterprises, and social workers out in the field.

In the above photo I am visiting eco-friendly batik craftsmen in Ciwaringin, Cirebon, West Java, back in October 2016, to collect data in order to write a book about environmentally friendly villages built by one of my clients.©2017



Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, December 19, 2017

Friday, November 10, 2017

Meme yang Disiarkan Televisi

KEMARIN pagi, saya menemani putri saya, Nuansa (1 tahun), menonton saluran televisi favoritnya, BabyFirst TV. Di segmen Harry & Larry: Pros Who Help, pemirsa diajak mengenal profesi: Larry si Burung kehilangan satu benda, siapa yang dapat membantunya menemukan benda tersebut?
                  
Harry si Kelinci memperlihatkan peralatan tukang kayu dari sebuah peti ungu, dan bertanya kepada pemirsa, apakah tukang kayu bisa membantu Larry. Dia sendiri yang menjawab tidak. Selanjutnya, Harry memperlihatkan helm pemadam kebakaran, diiringi pertanyaan, apakah pemadam kebakaran bisa membantu Larry menemukan benda miliknya yang hilang. Lagi-lagi, Harry menidakkan. Terakhir, Harry menunjukkan topi dan badge polisi, lalu mengajukan pertanyaan: Apakah polisi bisa membantu Larry?

Harry lantas berubah menjadi sosok kelinci berseragam polisi, berdiri di depan kantor polisi. Dia memastikan ke pemirsa bahwa: “Bila kamu kehilangan sesuatu, mintalah bantuan polisi untuk menemukannya.”

Walaupun secara umum benar bahwa salah satu tugas polisi adalah menemukan benda atau orang hilang, tapi komunikasi publik via acara ini telah membuat anak-anak “memetik meme” bahwa polisilah satu-satunya pihak yang bisa dimintai bantuan.

Tapi kebenaran itu sebenarnya semu. Anak-anak seharusnya diajarkan bahwa mereka bisa minta bantuan kepada semua orang, bukan hanya polisi, dan bahwa mereka juga harus selalu bersedia membantu semua orang, diminta atau tidak diminta.

Paling tidak, saya tanamkan meme itu pada Nuansa.©


Kalibata Selatan II, Jakarta, 10 November 2017


Thursday, November 9, 2017

Memperingati Hari Pahlawan 10 November 2017


Meme "Nasi Kuning"

PAGI ini, saya tiba-tiba teringat peristiwa sepele semasa saya kuliah dahulu. Teman-teman kuliah saya di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia berasal dari berbagai daerah, dari Sumatera Barat sampai Nusa Tenggara Timur.

Nah, teman saya yang berasal dari daerah pedalaman Sumatera Barat suatu ketika saya ajak sarapan di luar kampus UI Depok, Jawa Barat. Kami ke warung makan Betawi yang menjual nasi uduk dan nasi kuning. Teman saya heran melihat nasi kuning dijual sebagai sarapan dan spontan berkomentar: “Lho, nasi kuning di Jakarta untuk sarapan, ya? Nasi kuning kan untuk selamatan!”

Itulah contoh meme. Di budaya dari mana teman saya berasal, nasi kuning sudah dipatok sebagai sesajian upacara. Dan itu terprogram di pikiran teman saya yang berulang kali mengalami upacara di mana nasi kuning ditampilkan sebagai "sajian keramat". Makanya dia syok menemukan nasi kuning sebagai menu sarapan. Alhasil, dia memilih nasi uduk, alih-alih nasi kuning, karena baginya tabu makan sesajen selamatan sebagai sajian sarapan.©


Kalibata Selatan, Jakarta, 10 November 2017

Monday, October 30, 2017

Jajanan SD

MAKANAN berjenis camilan ini populer dengan sebutan “jajanan SD”. SD singkatan dari Sekolah Dasar. Camilan beragam jenis itu memang banyak dijajakan di luar pagar sekolah-sekolah dasar seantero Nusantara, dan pembelinya pun kebanyakan murid SD saat jam istirahat atau pulang sekolah.

Meskipun sebagian dari beragam camilan itu cukup berselera dan harganya tergolong sangat murah, namun orang dewasa menghindarinya. Ada yang beranggapan jajanan SD tidak terjaga kebersihan bahan dan alat masaknya, ada pula yang menganggap makanan jalanan (streetfood) ini tidak bergizi, menggunakan bahan aditif yang berisiko bagi kesehatan.

Tapi, satu kawan saya—yang sebenarnya amat menggemari camilan nyeleneh ini—menghindari berada di dekat penjual jajanan SD bukan karena kedua alasan tersebut, melainkan karena merasa malu. Ia malu terpergok kenalan atau kerabatnya sedang membeli camilan murahan itu, bukan karena murahannya, tapi karena dia merasa tidak pantas berada di antara anak-anak SD yang mengerumuni para penjual jajanan SD. Lucu tapi nyata. Ia biasanya menyuruh istrinya untuk membeli jajanan SD.

Es mambo.
Saya teringat ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, pada kurun waktu 1978-1980 (sebelumnya saya bersekolah dasar di Negeri Belanda). Pada masa itu, tahu isi, bakwan (ote-ote atau bala-bala), dan es mambo mendominasi jajanan SD, yang tersedia di kantin sekolah atau warung makan di dalam areal sekolah yang dikelola istri dari penjaga sekolah. Di luar pagar sekolah juga ada penjual-penjual makanan maupun permainan. Yang tersebut terakhir pernah menimbulkan keributan antar murid maupun antara guru dan orang tua dengan si penjual. Kabarnya, karena ada unsur judi dalam permainan tersebut.

Cilor Maklor
Penjual makanan berupa siomay abal-abal, bubur ayam, bakso, kerupuk mie celup (kerupuk mie keras berwarna kuning berbentuk bundar dan ukurannya nyaris sebesar setir mobil yang oleh penjualnya akan dicelupkan ke dalam kuah pedas untuk melunakkannya sebelum diserahkan kepada pembeli), dan rambut nenek (kerupuk tipis nan renyah dengan isian gulali) merupakan jajanan SD nostalgia yang dewasa ini sudah jarang terlihat berjualan di depan pagar SD.

Papeda Telur Gulung
Murid-murid SD zaman sekarang lebih familiar dengan jajanan “modifikasi” yang berbahan sederhana dan murah. Namun, ajaibnya, dari segi rasa boleh diacungi jempol. Ada Papeda Telur Gulung (aci dililit dadar telur ayam dan puyuh), Takoyaki, Cilor Maklor (aci telor, makaroni telor), kue leker aneka rasa (paling disukai dengan meses, susu coklat kental manis, pisang dan/atau keju parut), tahu bulat, bola ubi kopong, sate Taichan, mie instan dalam mangkuk plastik kecil, dan puluhan, mungkin ratusan jenis jajanan SD lainnya, berbeda di tiap daerah.

Meskipun berbahan sederhana dan harganya murah, serta rasanya cukup lezat, camilan-camilan kesukaan murid sekolah dasar ini mendapat sorotan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut catatan BPOM tahun 2015, jajanan di 2.800 sekolah dasar di Jakarta belum tersentuh oleh lembaga tersebut. Menurut data BPOM DKI, dari 3.600 SD di ibukota, baru 800 SD saja yang sudah mendapat pembinaan mengenai sejumlah zat berbahaya yang dapat disusupi di jajanan sekolah. Ini artinya, masih ada 2.800 SD yang belum dicek kualitas jajanannya.

Informasi semacam ini, bagaimanapun, belum sepenuhnya berhasil mencegah anak-anak SD untuk terus menyerbu jajanan kegemaran mereka. Selain murah, juga enak. Soal kesehatan nomor sekian. Saya pun suka, tapi tidak mau sering-sering mengonsumsinya, mengingat faktor higienis dan kesehatan yang dapat dipengaruhi jajanan SD.©



Kalibata Selatan II, Jakarta, 30 Oktober2017