Thursday, October 28, 2021

Lupa Itu Ternyata Bagus

SEBUAH pengalaman unik saya lalui kemarin (28 Oktober 2021). Kemarin siang, saya ada janji untuk bertemu seorang kawan lama, sesama alumnus Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, di sebuah kafe di Yasmin, Bogor, Jawa Barat. Sebelum berangkat, istri saya berpesan ke saya agar sebelum meluncur ke Bogor saya membeli dahulu nasi Padang buat makan siang untuk tukang yang sedang mengerjakan instalasi listrik di rumah saya. Dia pun memberi uangnya, dan saya pun menunggangi motor yang kemudian melaju dari depan rumah saya.

Dalam perjalanan ke Bogor, telepon seluler (ponsel) saya berkali-kali bunyi, menandakan incoming call, tapi karena sedang memacu motor dalam kecepatan normal di jalur Parung-Bogor yang cukup ramai siang kemarin, saya mengabaikannya. Sampai di Jl. KH R. Abdullah bin Nuh, atau orang Bogor menyebutnya Yasmin, saya mampir di warung Mie Ayam Bangka Rasa. Saat lagi asik menikmati semangkuk mie ayam yang cukup lezat itu, ponsel saya kembali berbunyi. Istri saya yang menelepon, dan saya segera angkat. Dia bicara dengan nada ngotot dan marah: “Kamu di mana?! Ditungguin kok nggak pulang-pulang, kasihan tuh tukangnya jam segini belum makan?! Kamu tau kan warung Padangnya?!”

“Ya Tuhaaaann!!! Aku lupaaaaa!!! Aku udah sampai Bogor neeehh!” seru saya, yang membuat penjual mie ayam Bangka itu tiba-tiba menoleh ke saya karena kaget.

Singkat kata, istri langsung menutup teleponnya dan kemudian mengirim pesan WhatsApp yang berbunyi: “Keterlaluan!”

Saya kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke kafe Popolo Coffee Yasmin di Jl. Rasamala, Bogor, berbincang-bincang sambil menikmati minuman racikan kafe tersebut yang berbasis kopi. Lalu, kawan saya yang asli Bogor tapi tinggal di Jakarta itu mengajak saya ke restoran masakan Sunda, Leuit Ageung, tidak jauh dari kafe Popolo.

Selama di Leuit Ageung, dimana kami kongkow sampai selepas magrib lantaran sorenya hujan sangat deras dan lama mengguyur Kota Hujan, kawan lama saya ini menceritakan pengalaman interaksinya dengan sejumlah alumnus almamater kami di masa lampau yang tidak terlalu lampau (sudah masuk dekade 2000an) termasuk beberapa interaksi dengan saya. Saya tiba-tiba tersadar bahwa banyak yang dia ceritakan ke saya saya malah tidak ingat sama sekali. Padahal saya biasanya ingat kisah-kisah masa lalu yang melibatkan saya hingga detail. Tiba-tiba pula saya tersadar bahwa saya pernah ngomong ke Pak Harris Roberts, salah satu helper Subud Cabang Jakarta Selatan, belum lama berselang, “Pak, enak ya kalau nggak tau apa-apa atau lupa segalanya. Pastilah bahagia orang yang kayak gitu.”

Karena sudah jam 18.00 ketika kami meninggalkan restoran Leuit Ageung, dan perjalanan kembali ke Jakarta cukup memakan waktu bila bermotor, maka saya memutuskan untuk tidak Latihan Kamis malam di Hall Cilandak, melainkan ke Hall Bogor, yang tidak jauh dari Yasmin.

Di Hall Bogor, saya menceritakan pengalaman unik dimana saya baru ingat untuk beli nasi Padang dahulu buat tukang di rumah, justru ketika saya sudah lebih dari 30 kilometer jauhnya dari rumah saya. Dua saudara Subud Bogor (salah satunya pembantu pelatih) yang mendengarkan cerita saya menyikapinya dengan serius, “Wah, itu bagus, Mas. Secara kejiwaan, itu bagus.”

Saya membatin, “Bagusnya apa? Kenapa?” Baik kedua saudara Subud itu maupun jiwa saya tidak memberi penjelasan mengapa “lupa” itu bagus.

Saat Latihan bersama saudara-saudara Subud Bogor, saya merasakan diri dalam suasana senyap yang kosong, serasa pikiran saya tidak berfungsi, bahkan denyut nadi saya pun serasa berhenti. Tidak ada apa pun, hampa, tidak ada pikiran, tidak ada pengertian. Nothing!

Nah, saat itulah saya tiba-tiba memahami sesuatu: “Orang yang sudah menerima Latihan Kejiwaan itu bisa melakukan apa saja, bahkan keahlian-keahlian yang sebelumnya tidak dia ketahui. Asaaaaaalll... kamu lupakan segala sesuatu yang kamu ketahui, segala teori, segala ajaran atau pelajaran, dan hanya murni menerima bimbingan Tuhan.”

Saya keluar dari Hall Latihan dalam keadaan yang sangat “polos” selama beberapa belas menit; saya bahkan sempat merasa asing dengan tempat saya berada tadi malam. Saya menikmati ketidaktahuan saya, sampai saudara-saudara lainnya keluar dari Hall Latihan.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 29 Oktober 2021

Monday, October 25, 2021

Tidak Berpikir Melebihi Seharusnya

TANGGAL 18 Oktober 2021 lalu, pagi jam 06.10 WIB, saya berangkat ke Sukamulya di Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bersama enam saudara Subud Bogor. Kami bermobil, berangkat dari halaman Wisma Subud Bogor di Jl. KH Sholeh Iskandar.

Ketika sampai depan kaki makam Bapak, saya duduk bersimpuh. Tiba-tiba saya merasa ingin membenturkan kepala ke anak tangga di kaki makam. Saya tahan, lalu terasa dorongan lembut di belakang kepala saya yang membuat kening saya menempel pelan ke anak tangga tersebut. Berasa dingin dan nyaman.

Saya kemudian menerima bahwa bila pikiran saya selalu suci (artinya: hening), secara fisik dan psikologis saya akan baik-baik saja. Saya “mendengar” suara Bapak, yang mengatakan, bahwa bila saya berpikir melebihi seharusnya saya akan dibuat mengantuk berat sampai pingsan atau lupa diri.

Sejak hari itu, tiap kali saya berpikir sedikit lebih dari yang seharusnya saya akan segera merasa sangat mengantuk, seperti dibius. Pada 25 Oktober 2021, sekitar jam 03.40, terjadi lagi. Saya terbangun karena kebelet pipis. Setelah dari kamar mandi, bukannya tidur lagi, saya malah terpikir tentang pertengkaran dengan istri pada malam sebelumnya. Padahal suara batin saya terus-terusan berteriak, “Jangan dipikirin! Serahkan aja ke Tuhan!”

Selama beberapa menit saya duduk di pinggir kasur, memikirkan momen pertengkaran itu. Tiba-tiba, saya merasa pening, lalu rebah lagi di kasur dan wuussshh... saya tidak ingat apa-apa lagi.

Saya membuka mata sekitar jam 06.45, lalu berpikir lagi mengapa saya bisa ketiduran, mengapa saya sampai tidak mendengar alarm HP yang saya setel ke jam 05.00, sehingga saya jadi tidak sempat mencuci pakaian. Saat itulah, saya serasa dibius lagi, karena mikir yang tidak seharusnya. Tapi saya paksakan bangun, yang akibatnya paha saya menyenggol sudut meja dan berkali-kali tangan saya gagal menemukan gagang pintu. Mata saya sulit dibuka, rasanya berat, sehingga saya duduk di tangga (khawatir bila saya teruskan melangkah, bisa-bisa saya terguling dari tangga) dan menenangkan pikiran. Beberapa saat kemudian, kantuknya berangsur-angsur hilang.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 25 Oktober 2021

Saturday, October 23, 2021

Jangan Dimasukkan ke Hati

MEDIA sosial (medsos), menurut saya, baiknya diakses dan ditekuni oleh mereka yang sudah dewasa. Bukan dewasa secara usia ya, tapi lebih pada pola pikir, memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang mumpuni. Sebab, tanpa semua ini, medsos hanya menjadikan kita sakit. Sakit psikologis yang dapat berdampak ke fisik.

Boleh percaya, tidak pun boleh, tapi kata-kata, walau hanya berupa simbol atau goresan tangan, memiliki energi tertentu yang dapat mengayak perasaan pembacanya. Sebagai penulis dan penekun kajian memetika, saya telah lama mengamati fenomena ini. Saya kira, bukan kata-katanya sendiri, melainkan energi itulah yang mempengaruhi perasaan kita saat membaca sebuah tulisan atau mendengar ucapan.

Mimpi saya pada 12 masuk ke 13 September 2021 lalu (baca artikel blog ini: Mimpi Dengan Bapak, yang dipublikasi 27 September 2021), menampilkan Bapak Muhammad Subuh yang mengatakan kepada saya, bahwa dengan tulisan saya dapat menciptakan surga maupun neraka, terserah pilihan saya. Kelak saya memahami bahwa energi dalam tulisan saya dapat memberi kedamaian (surga) atau penderitaan (neraka) bagi pembaca tulisannya. Dan efeknya bukan saja terhadap pembaca, tetapi juga terhadap saya sebagai penulisnya.

Tulisan atau ucapan, bila si penulis atau si pengucap berada dalam keadaan marah atau sedang dirundung emosi negatif, dapat membuat pembaca atau pendengar tak karuan rasanya, tertekan perasaannya, dan lebih buruk lagi bila sampai ia masukkan ke hati. Sakitnya terasa “mematahkan” hati, mengoyak-ngoyak perasaan hingga ke aras yang membuatnya depresi. Inilah sebabnya, mengapa tak sedikit orang yang dirisak (bully) akhirnya memilih bunuh diri.

Perasaan itu membekas bila sampai dimasukkan hati, membuat si pembaca atau pendengar merasa bahwa apa yang dituliskan atau diucapkan kepadanya memang benar. Ini sangat berbahaya! Adalah lebih baik bila kita mengabaikannya.

Bila tidak mampu menghilangkan tulisan atau ucapan tersebut dari pikiran kita, sebagaimana yang saya beberapa kali alami, saya membuang/menghapus tulisan atau ucapan itu dengan melakukan Latihan Kejiwaan untuk membuang “kekotoran” yang mungkin telah menemukan jalannya ke hati saya melalui mata atau telinga. Sebaiknya, kita juga menjauhkan diri dari sumber-sumbernya, dengan istirahat sementara waktu dari medsos atau tidak berinteraksi dengan orang-orang yang negatif. Sejumlah akun medsos memiliki fitur Menghapus Pertemanan, Blokir, Unfollow, Snooze, dan lain-lain fitur yang fungsinya adalah untuk menghalau negativitas dari teman-teman kita.

Selebihnya, serahkan semuanya kepada Tuhan, dengan senantiasa berperasaan sabar, tawakal dan ikhlas. Hanya kekuasaan Tuhan yang dapat mengatasi atau membersihkan anasir-anasir buruk yang sudah telanjur masuk ke hati.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 22 Oktober 2021 

Bekerja Secara Alami

 TIDAK ada larangan di Subud. Subud bukan agama, sehingga tidak ada yang harus dilarang atau diperintahkan. Terserah masing-masing orang saja. Mau mixing (mencampurkan bermacam-macam praktik dalam Latihan Kejiwaan) juga boleh kok, karena itu urusan tiap orang dengan dirinya/Tuhannya.

Seperti di Inggris, ada sempalan Subud, AIR (Active Inner Response) namanya. Pendirinya mantan pembantu pelatih Subud Inggris yang dipecat oleh Dewan Pembantu Pelatih Nasional (DPPN) sana karena tuduhan melakukan dan mengajak anggota untuk mixing. Nah, di gedung yang disewa AIR untuk Latihan tersedia tiga ruangan, yang disediakan untuk Latihan eksklusif pria, eksklusif wanita dan untuk mereka yang ingin coba-coba melakukan Latihan bersama pria dan wanita secara dicampur, untuk mencari tahu mengapa Bapak melarang hal itu.

Jadi, di Subud jangan percaya Bapak sebelum mengalami sendiri, apalagi yang beliau sampaikan bukan ajaran, bukan doktrin yang dogmatis. Lakukan untuk tahu mengapa begini, mengapa begitu. Dan jawaban yang diterima pun berlaku untuk satu orang, tidak bisa disamakan untuk semua orang.

Setelah berjalan lima tahun, pendiri AIR melaporkan bahwa tidak ada satu pun anggota pria dan wanita yang merasa ingin Latihan bersama campur pria-wanita! Masing-masing anggota merasakan rasa dirinya terganggu untuk melakukan hal itu bahkan sebelum mereka melakukannya.

Artinya apa? Itulah keajaiban Latihan Kejiwaan, tidak usah dipaksa-paksa; biarkan segala sesuatunya bekerja secara alami.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 22 Oktober 2021 

Monday, October 18, 2021

Membersihkan Makam Bapak Subuh di Sukamulya


BERSAMA satu pembantu pelatih dan lima anggota Subud dari Cabang Bogor, saya pergi ke Sukamulya pada 18 Oktober 2021. Pagi hari, pukul 06.10 WIB, diiringi hujan rintik-rintik yang kemudian kian deras, kami bertujuh meninggalkan Hall Latihan Bogor menuju makam Bapak di Sukamulya, Cipanas, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hall Latihan Bogor juga terletak di Jawa Barat, tepatnya di Kota Bogor, sekitar 40 km di sebelah selatan Jakarta.

Kami bermobil ke Sukamulya. Selain berziarah, kami juga hendak membersihkan karpet serta pintu kayu jati di muka pendopo makam. Semua itu dalam rangka memperingati hari lahir Bapak dalam kalender Hijriyah, yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal di tahun Dal atau 1901 Masehi, bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang di kalender Masehi jatuh pada tanggal 19 Oktober 2021. Membersihkan makam dari para leluhur merupakan tradisi masyarakat Indonesia, yang dilakukan terutama menjelang Idulfitri atau untuk memperingati hari lahir para leluhur.

Saya mengagumi bunga-bunga yang bermekaran cantik di taman di areal makam. Mereka tampak tersenyum bahagia di bawah siraman air hujan tipis-tipis. Tidak ada tanda-tanda kekeringan di taman itu. Perawat makam, Pak Oman namanya, menyambut kedatangan kami dengan sangat gembira. Menurutnya, cuaca di tempat itu sudah beberapa minggu panas dan kering. Hujan baru turun hari itu, ketika kami datang, sehingga Pak Oman mengaitkan turunnya hujan itu dengan kedatangan kami.

Usai membersihkan makam Bapak, kami sarasehan di teras Hall Latihan Sukamulya, dimana beberapa dari kami bercerita tentang pengalaman kejiwaan mereka, dan kemudian kami Latihan bersama. Sementara itu, hujan terus-menerus turun, menambah sejuk suasana damai yang kami peroleh dari berziarah ke makam Bapak.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 18 Oktober 2021

Wednesday, October 13, 2021

Tuhannya Spinoza

[Diterjemahkan dari postingan Ashwin Rajaraman (Subud Chennai) di Facebook Group SUBUD AROUND THE WORLD pada 12 Oktober 2021]


KETIKA Einstein memberi kuliah di universitas-universitas di Amerika Serikat, pertanyaan yang sering diajukan para mahasiswa kepadanya adalah: Anda percaya Tuhan? Dan Einstein selalu menjawab: Saya percaya pada Tuhannya Spinoza.

Baruch de Spinoza adalah filsuf Belanda yang dipandang sebagai salah satu rasionalis terbesar dari filsafat abad ke-17, bersama Descartes.

Inilah yang Spinoza yakini Tuhan akan berkata saat ini:
“Berhentilah berdoa. Yang Aku kehendaki adalah engkau pergi keluar sana dan menikmati hidupmu. Aku ingin engkau menyanyi, bersenang-senang dan nikmati semua yang telah Kuciptakan untukmu. Jangan lagi pergi ke rumah-rumah ibadah yang gelap dan dingin yang engkau bangun sendiri dan mengatakan bahwa itu adalah rumahKu. RumahKu ada di pegunungan, di hutan, sungai, danau, pantai. Di sanalah Aku tinggal dan di sanalah Aku mengungkapkan cintaKu padamu.

Jangan lagi menyalahkanKu atas hidupmu yang menderita, Aku tak pernah mengatakan ada yang salah dengan dirimu atau bahwa engkau seorang pendosa, atau bahwa seksualitasmu adalah hal yang buruk. Seks adalah karunia yang Aku berikan kepadamu dan dengan itu engkau bisa mengungkapkan cintamu, hasratmu, kegembiraanmu. Jadi, jangan salahkan Aku untuk segala sesuatu yang telah mereka buat untuk engkau percayai.

Berhenti membaca kitab-kitab yang dianggap suci yang tidak ada hubungannya denganKu. Jika engkau tidak bisa membacaKu pada terbitnya matahari, di hamparan alam yang indah, pada teman-temanmu, di mata anak-anakmu, engkau tidak akan menemukanKu di kitab mana pun!

Jangan lagi bertanya padaKu, ‘Bisakah Engkau memberitahuku bagaimana melakukan pekerjaanku?’

Jangan lagi takut padaKu. Aku tidak menghakimimu atau mengkritikmu, atau marah padamu, atau terganggu dengan ulahmu. Aku hanya cinta yang murni.

Jangan lagi minta pengampunan, tidak ada yang perlu diampuni. Jika Aku menciptakanmu, Aku mengisimu dengan nafsu, batasan, kesenangan, perasaan, kebutuhan, ketidaksesuaian, kehendak bebas. Bagaimana Aku bisa menyalahkanmu bila engkau merespons sesuatu yang Aku letakkan di dalam dirimu? Bagaimana Aku bisa menghukummu karena engkau menjadi sebagaimana engkau, sedangkan Aku yang menciptakanmu?

Apakah engkau pikir Aku dapat menciptakan suatu tempat untuk membakar semua anak-anakKu yang berkelakuan buruk selamanya? Tuhan macam apa yang akan melakukan hal itu?

Hormati sesamamu dan jangan lakukan apa yang tidak engkau inginkan untuk dirimu sendiri. Yang Aku minta adalah agar engkau memperhatikan hidupmu, bahwa kesadaran adalah pemandumu.

KasihKu, hidup ini bukanlah ujian, bukan perintang, bukan latihan, juga bukan awal dari surga. Hidup ini adalah satu-satunya yang ada di sini dan saat ini dan itulah satu-satunya yang engkau butuhkan.

Aku telah membebaskanmu sepenuhnya, tidak ada hadiah atau hukuman, tidak ada dosa atau pahala, tidak ada yang membawa penanda, tidak ada yang menyimpan catatan. Engkau benar-benar bebas untuk menciptakan surga atau neraka dalam hidupmu.

Aku tidak dapat memberi tahumu apakah ada sesuatu setelah kehidupan ini, tetapi Aku dapat memberi engkau kiat. Hiduplah seolah-olah tidak ada hidup. Seolah-olah ini adalah satu-satunya kesempatanmu untuk menikmati, untuk mencintai, untuk eksis.

Jadi, jika tidak ada apa-apa setelah kehidupan ini, maka engkau akan menikmati kesempatan yang Aku berikan kepadamu. Dan jika ada, yakinlah bahwa Aku tidak akan bertanya apakah engkau berperilaku benar atau salah; Aku akan bertanya: ‘Apakah engkau menyukainya? Apakah engkau bersenang-senang? Apa yang paling engkau nikmati? Apa yang telah engkau pelajari?’

Berhentilah percaya padaKu; percaya adalah berasumsi, menebak, membayangkan. Aku tidak ingin engkau percaya padaKu, Aku ingin engkau percaya pada dirimu sendiri. Aku ingin engkau merasakanKu di dalam dirimu ketika engkau mencium kekasihmu, ketika engkau menidurkan gadis kecilmu, ketika engkau membelai anjingmu, ketika engkau mandi di laut.

Berhentilah memujiKu, apa engkau kira Aku ini Tuhan yang gila pujian?
Aku bosan dipuji. Aku lelah dengan ucapan terima kasih. Merasa bersyukur? Buktikan dengan menjaga diri sendiri, kesehatanmu, hubungan-hubunganmu, dunia. Ekspresikan kegembiraanmu! Begitulah cara memuji Aku.

Berhentilah memperumit hal-hal dan mengulangi seperti halnya burung parkit apa-apa yang telah engkau pelajari tentang Aku.

Untuk apa engkau membutuhkan lebih banyak keajaiban? Begitu banyak penjelasan?

Satu-satunya hal yang pasti adalah bahwa engkau ada di sini, bahwa engkau hidup, bahwa dunia ini penuh dengan keajaiban.”©2021

Tuesday, October 12, 2021

Kebersamaan yang Dirindukan


PADA pagi hari, 2 Oktober 2021, saya, Pak Harris Roberts dan Armansyah Muharram—mereka berdua adalah pembantu pelatih di Kelompok Latihan Tebet, Jakarta Selatan—meninggalkan Hall Subud Cabang Sidoarjo di Jawa Timur untuk kembali ke Jakarta. Bagaimanapun, kami tidak langsung kembali ke Jakarta, melainkan mampir untuk bermalam di Purwokerto, di rumah dari pasangan anggota Subud Purwokerto, yang terletak tepat di sebelah hall Subud Purwokerto yang megah. Perjalanan kami, bermobil dari Sidoarjo ke Purwokerto, memakan waktu delapan jam. Sore harinya, kami tiba di alamat tujuan kami.


Hall Subud Purwokerto di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, diresmikan pada 17 Desember 2005, yang bertepatan dengan acara Musyawarah Wilayah VI PPK Subud Jawa Tengah-Yogyakarta di Baturraden. Berlokasi di sebuah desa berlingkungan asri di kaki Gunung Slamet, gunung terbesar di Pulau Jawa, Hall Subud Purwokerto berdiri di lahan seluas 1.000 meter persegi. Ketika cuacanya cerah, dengan berdiri di depan pintu utama Hall Subud Purwokerto yang mengarah ke timur, kita dapat melihat siluet Gunung Slamet yang menjulang di ufuk utara.


Para anggota sesepuh Subud Purwokerto adalah suami-istri yang rumahnya kami inapi. Mereka pasangan guru besar yang masih aktif mengajar di sebuah universitas negeri di kota kecil itu.


Kami juga sempat ikut Latihan Dunia pada hari Minggu pagi, 3 Oktober, di Hall Subud Purwokerto. Pak Harris juga melakukan testing atas permintaan para anggota setempat, yang sebagian besar adalah anggota baru, dan setelah itu kami semua menikmati makan siang yang lezat, yang diolah oleh para anggota wanita dari cabang tersebut.


Subud Purwokerto telah lama dikenal sebagai salah satu cabang dari PPK Subud Indonesia yang anggota-anggotanya menyambut tamu dengan hangat. Kehangatan dalam kebersamaan yang mereka berikan membuat para anggota dari daerah-daerah lainnya selalu rindu untuk kembali mengunjungi cabang tersebut. Dulu, almarhum Mas Adji sering berkunjung ke Purwokerto, dan beliau merupakan penyumbang dana terbesar untuk pembangunan Hall Subud Purwokerto.

 

Sambutan ramah nan hangat tidak hanya diberikan kepada anggota Subud dari daerah lain, tetapi juga kepada masyarakat desa dimana hall berlokasi. Warga desa dipersilakan menggunakan Hall Subud Purwokerto untuk acara-acara komunal mereka, secara cuma-cuma, sehingga meskipun tidak ada warga desa yang masuk Subud, penerimaan mereka terhadap Subud sangat baik. (Kabarnya, warga desa dilarang ikut Subud oleh kyai desa, karena Subud dipandang tidak sesuai dengan ajaran agama mereka. Lucunya, pasangan suami-istri sesepuh Subud Purwokerto yang saya sebutkan di atas menyediakan ruang tamu rumah mereka untuk kenyamanan si kyai ketika ada pengajian yang digelar di Hall Subud Purwokerto.)

 

Di samping itu, masyarakat desa juga menikmati lapangan desa yang luas, yang sebelumnya dihibahkan oleh salah satu anggota pertama Subud Purwokerto kepada desa, pada tahun 1970an—berlokasi di belakang Hall Subud Purwokerto, ke arah barat.©2021

 

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 12 Oktober 2021

Pembelajaran Tentang Harmoni di Hall Subud Sidoarjo


PADA tanggal 29 September hingga 2 Oktober 2021 lalu, saya bersama dua pembantu pelatih Kelompok Latihan Tebet, Jakarta Selatan, Harris Roberts dan Armansyah Muharram, mengunjungi satu cabang Subud di Sidoarjo, Jawa Timur. Terletak di sebelah selatan kota Surabaya dan berbatasan langsung dengan ibukota provinsi Jawa Timur itu, Sidoarjo memiliki cabang Subud yang cukup tua di Indonesia, dengan anggota tertuanya dibuka pada tahun 1969. Di kabupaten seluas 714,24 kilometer persegi ini terdapat satu cabang dan satu ranting Subud dan keanggotaannya cukup signifikan jumlahnya, dengan sebagian anggota yang teregistrasi di Cabang Surabaya sebenarnya berdomisili di Sidoarjo.

Tak saya sangka, dalam kunjungan bersifat silaturahmi itu saya belajar tentang harmoni dengan lingkungan sekitar di Hall Subud Sidoarjo.

Cabang Sidoarjo baru memiliki hall Latihan sendiri, yang berasa seperti home away from home bagi saya dan Pak Harris—kami berdua menginap di Hall Sidoarjo selama tiga malam, sedangkan Armansyah di hotel, karena dia ke Jawa Timur dalam rangka kerja, sehingga dibiayai kantornya. Mungkin dikarenakan hall tersebut terbuka 24 jam bagi semua anggota. Nyatanya, saya dan Pak Harris juga menyaksikan bagaimana anggota-anggota, perorangan atau beberapa orang sekaligus, datang setiap saat, tidak melulu pada hari-hari Latihan reguler (Senin dan Kamis malam).

Mereka datang kadang hanya untuk menenangkan diri, kadang untuk Latihan, kadang minta testing jika ada pembantu pelatih, tapi seringnya untuk sekadar berbagi cerita pengalaman sehari-hari dengan Latihan Kejiwaan dengan saudara-saudara Subud mereka. Setelah itu, mereka akan meninggalkan tempat itu untuk kembali melakukan apa yang sedang mereka kerjakan sebelum pergi ke hall Latihan.

Ketua Cabangnya saat ini adalah anggota baru, yang dibuka pada Juni 2021 lalu. Mas Amir namanya, seorang Sunda asal Sumedang yang telah hijrah ke Sidoarjo sejak tahun 1995, dan pernah menjadi penghayat Sunda Wiwitan sebelum masuk Islam. Kebetulan dia adalah ketua RT setempat, sehingga menciptakan keterhubungan yang kuat antara Subud Sidoarjo dengan lingkungan di mana hall Latihannya berlokasi. Warga kampung, yang bukan anggota Subud, tidak ragu untuk menikmati keberadaan hall Latihan Sidoarjo dengan ikut nongkrong di sana, sehingga mereka jadi tahu apa sebenarnya Subud itu. Inilah, idealnya, yang seharusnya terjadi di cabang-cabang lainnya di Indonesia, kalau tidak dunia.
©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 11 Oktober 2021