Tuesday, March 26, 2013

Apa Boleh Buat, Nasi Sudah Jadi Bubur Ayam Yang Lezat



“Hidup hanyalah kenangan, kecuali satu saat ini yang berlalu dari hadapanmu begitu cepatnya sampai kamu sulit menangkapnya.”
—Tennessee Williams



BARUSAN ini, saya membawa sepeda motor saya, yang baru saya miliki kurang dari dua bulan, ke bengkel untuk servis 500 kilometer pertama. Saya mendapat garansi ganti oli dan servis gratis dari produsen sepeda motor tersebut untuk 500 km pertama. Ketika diperiksa kilometernya, tampilan digital pada stang sepeda motor saya menunjukkan 530 km, yang artinya sudah lewat 30 km dari batas maksimal untuk mendapatkan garansi ganti oli dan servis gratis. Kata pemilik bengkelnya, seharusnya saya menservis sepeda motor saya ketika jumlah kilometernya belum genap 500.


Pada saat itu, saya menyesal setengah mati lantaran tidak teliti membaca buku petunjuk garansi servis—yang memang mencantumkan keterangan itu. Dan pada saat yang sama, perasaan menyesal itu sungguh membebani. Pikiran saya berkecamuk dengan kata “coba”: Ah, coba gue datang seminggu sebelumnya. Coba gue baca dengan teliti buku petunjuknya. Coba...

Percuma, nasi sudah jadi bubur. Penyesalan tiada guna. Mau diapain juga, waktu yang sudah lewat tidak bisa dikembalikan. Jadi, daripada sepeda motor saya rusak lantaran tidak diservis, lantaran batasan kilometernya sudah terlampaui, saya biarkan saja kesempatan itu berlalu. Artinya, saya tetap menservis sepeda motor saya, walaupun saya harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli satu liter oli, tetapi itu lebih baik daripada saya harus membayar lebih mahal atas kerusakan parah pada sepeda motor saya lantaran tidak diservis.

Waktu tidak berjalan mundur. Ia senantiasa melangkah maju. Kita tidak mungkin memundurkan waktu, kecuali dalam pikiran kita, yaitu ketika mengenang masa lalu kita. Karena tidak dapat memundurkan waktu, dan memperbaiki keadaan pada suatu waktu, adalah jauh lebih baik bila kita memperbaiki keadaan di saat ini. Saat ini—bukan saat yang telah lewat atau yang akan datang. Saat ini! Biar nasi sudah jadi bubur, bagaimanapun bubur juga merupakan makanan yang layak dikonsumsi. Bubur bahkan lebih baik bagi kesehatan pencernaan.

Perasaan menyesal menimbulkan beban yang menyiksa diri. Beban itu dapat berujung dengan bangkitnya amarah yang luar biasa. Kita akan marah pada diri sendiri, yang kita anggap terlalu bodoh karena tidak berbuat begini atau begitu di masa lalu supaya di masa kini kita tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Kita akan menyalahkan orang-orang terdekat kita karena kita anggap mereka tidak mencegah atau mengingatkan kita pada suatu waktu di masa yang telah lampau. Kita akan marah pada Tuhan lantaran Dia membiarkan semua kekeliruan atau keburukan terjadi.

Pepatah “nasi sudah jadi bubur” menyesatkan, karena dengan berpegang pada pepatah itu, kita cenderung menyesali segala sesuatu. Karena itu—dan juga karena saya gemar makan bubur ayam, saya tidak pernah meyakini kebenaran pepatah itu. Bubur, bagaimanapun, adalah makanan yang lezat jika kita menikmatinya. Apa pun kekeliruan atau kesalahan yang saya hadapi saat ini, saya berusaha untuk menikmatinya sebagai kekinian saya, dan tidak menyesali masa lalu yang bagi sebagian besar orang dianggap sebagai penyebab dari apa saja yang kita hadapi di masa kini.

Penyesalan tidak akan ada habisnya. Coba saja dengan menarik mundur waktu terus ke belakang—semakin jauh ke belakang, semakin besar rasa penyesalan itu. Percaya deh, Anda bahkan akan menyesalkan orang tua Anda sendiri yang telah melahirkan Anda ke dunia. Saudara sejiwa saya pernah berseloroh, “Kalau saya mati kelak dan Tuhan memasukkan saya ke neraka, saya akan protes: Siapa yang menyuruh Engkau menciptakan aku? Kalau Engkau Maha Tahu kan seharusnya Engkau sudah tahu terlebih dahulu kalau aku akan mengacau dalam kehidupanku. Seharusnya Engkau tidak menciptakan aku dan kelak menyalahkan aku karena mengacau!”

Dari selorohnya, saya mendapat kesimpulan: Kehidupan jangan disesali, apa pun yang kita hadapi atau alami. Kita tidak akan pernah tahu hal hebat apa yang akan kita peroleh kelak, walaupun sempat mengacau pada suatu ketika. Sekarang, mulailah dengan tidak menyesali saat-saat kita suka menyesal dahulu. Nikmati lezatnya bubur ayam komplit yang tersaji di hadapan Anda.©


Bengkel AHASS Jl. Raya Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 5 Januari 2013, pukul 9.39 WIB.



Gambar Rasa


Kapan hari, Tuhan memberiku petunjuk untuk menggambar rasa
“Aku tak tahu caranya, Tuhanku!” teriakku terpana
TitahNya: “Pikirkan Cinta, anakku,
Cinta yang kamu bangun di hatimu
Bukankah Cinta itu menjadikan belahan dunia satu?
Kau tersambung dengan keindahan di seberang lautan
Tak terpisahkan walau selat membentangkan lengan
Dan kamu memeluk erat Keindahan itu,
walau ia tak pernah pergi darimu”

Tuhan menuntunku menggambar rasa
Rasa yang sempurna dari kedalaman jiwa
Rasa yang terasa ketika kamu mengada
Rasa yang ada kala hatiku dipenuhi dirimu
Bukan dengan pena maupun buku
Penanya adalah tubuhku yang menegak alif,
terukur tanpa batas, mendunia bijak arif
Bukunya merupa lembaran berjilid urat nadi
yang menggeluti pijak sujudku di dalam hati

DimuliakanNya rasaku atas rasamu
yang menyatupadu dalam dekap Cinta,
menafikan simulakra khayal semata
Rasa kamu dan aku yang menyerupai gambarNya...


Wisma Indonesia, Kompleks Wisma SUBUD Cilandak, 14 Juli 2011


Catatan: Judul dari puisi ini adalah kata-kata yang saya ucapkan secara spontan dalam Latihan Kejiwaan di Hall Cilandak, 7 Juli 2011.

Setengah Jam Saja


Setengah jam getaran meliputi diri
Tak memahami hidup atau mati
Ingin berkata tapi tak bisa
kalau itu bukan kehendakNya
Aku jadi saksi kelahiran kembali
diriku yang palsu bergeser ke yang sejati,
menangkup indahnya Cinta nan suci
dari Dia yang memiliki hidup dan mati

"Tuhan Maha Besar!" mulutku berseru menggema,
memantul suara yang adalah milikNya
ketika aku sujud merendahkan hati,
menerima tuntunan abadi dari Yang Hakiki
Ya Tuhan, Engkau membuatku tersenyum tatkala diriku terkulum beban kehidupan dunia yang tak mau mafhum,
Engkau jadikan aku menangis sedih
walau bahagia memelukku sepenuh kasih
Menyatupadu kehendakku dengan KehendakMu menyata dengan izinMu
Ya Tuhan, setengah jam saja sudah sangat bermakna
bagiku yang senantiasa merindukan Sang Pemilik Cinta


Pondok Jaya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 23 September 2011

The Moon


We sat side by side at the windowsill
In our own room so still
I saw the moon up in the sky,
and a notion came by
to whisper you this ardor with care:
“Is it there?”
For a moment, you were amazed,
leaving you fleetingly dazed,
sensing the joy you almost could not bear
“Yeah, it’s here!”

The same moon, one and only,
cumulates us in love so free
Clicking one another in infinity
to an extent that we could see
beyond a distance so wide apart
Embracing the moon within our hearts,
though we are both in our respective place
we would feel united by love at its base...


Wisma Indonesia, Wisma SUBUD Complex, Cilandak, South Jakarta, July 29, 2011

Perempuan Yang Berbicara Kepada Bulan


Aku melihatnya, nun di sana, di ambang jendela
kamar yang gulita, air yang menggenang di sudut mata
Perempuan itu bertanya “Mengapa?”
kepada Bulan yang mengerti dirinya,
karena di sana jiwa orang-orang yang dicintainya memandangnya

Bulan, aku ingin bercerita pun kepadamu,
dengan hati sejuk yang selalu menyertaiku,
kalau aku sungguh mencintai dan menyayangi dia yang denganku jadi satu
Sepuluh bulan sudah aku dan dia memadu kasih
Berbicara kepada Bulan pun dia makin fasih

Kepada Bulan dia berbicara, dan sungguh bahagia aku mengetahuinya
karena dia jadi dekat dan hangat bersama orang-orang yang dicintainya
Bahagia aku mengetahui aku dan dia
berbicara dan berbagi ceria kepada Bulan yang sama...


Apartemen Citylofts Sudirman, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, 4 Februari 2012






Buku-ku


Kamu adalah buku yang mengajariku
Tentang Tuhan, cinta dan senyum
Di Bab Satu, kamu kembalikan aku
ke jalan Tuhan yang syahdu
lewat padu rasa jiwa di jarak waktu

Di Bab Dua, kamu bercerita tentang cinta
yang mengemuka dari puja hati
diri yang mengabdi memeluk rindu
yang hanya kepadamu tertuju

Di Bab Tiga, kamu mengurai senyum
lewat kata-kata bisu yang menenangkan jiwaku,
memaparkan tangisku di kala derita
dengan tulus ikhlasmu mencintai

Kamu adalah buku yang mengajariku
bahwa lembaran hidup dan cinta kita tak terpaku
pada bab tiga, dua dan satu
tapi ke bab-bab berikutnya ia terus melaju
sejalan judul yang dicantumkan pada kulit buku,
yaitu kisah kita bersama Tuhan, cinta dan senyum...


Apartemen Citylofts Sudirman, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, 5 Februari 2012

Aku Ingin Menjadi Bayi



Aku ingin menjadi bayi
yang hanya bisa menangis dan tertawa;
tidak kenal diri dan derita;
tidak takut mati, tidak tahu bahagia;
tidak kenal musuh, semua makhluk adalah mitra;
tidak membenci, tidak mencinta;
tidak peduli hidup miskin atau kaya-raya;
tidak punya ilmu, tidak pula beragama;
tidak berdosa, tidak mabuk pahala:
tidak memilih antara surga atau neraka;
tidak tahu tuhan, bebas dari setan

Tidak bisa memilah, tidak bisa memilih
Tapi kalau bisa memilih,
aku ingin menjadi bayi
yang hanya bisa menangis dan tertawa sampai mati...


Mampang Prapatan IX, Jakarta Selatan, 10 Oktober 2011

The Miracle That is in You


You sent me an energy
An element of this remarkability I cannot see,
but it miraculously moves me
and enables me to comprehend
the peace you provide to our love at hand
No other man could explain it through,
the miracle that is in you,
for no man does not have the eyes
only angels have it wise

There, I open my arms wide
every time you fall or lose the fight
In the depth of my love you always win,
for only there suffering is thin
And with you there, I am constantly alive with the energy
that only you could provide me
The energy that enables me to go through,
seeing the miracle that is in you...


Pondok Jaya, Mampang Prapatan, South Jakarta, October 9, 2011, 4:12 p.m. Western Indonesia Standard Time

Sore, Dengan Secangkir Kopi


Peluh memuai, pikir menerawang
Sehari selesai, beban esok melayang
Menangkup senja, pagi tak terbayang
Kubayangkan dirimu telanjang,
bersisa jiwa yang mencinta,
melulu cuma hati yang merindu
seperti punyaku...

Kuseruput kopi dari cangkir porselen manis yang rentan
laksana hatimu yang terbentang luas bak samudra dunia
Keringatku jatuh berpadu dalam hitam getir manis semampu hidup
yang dengan juang tak juga redup
Air panas beriak menggapai pinggir
ibarat diri yang tersingkir
dari pusat yang maha ada, yang kupuja tinggi dengan diri yang merendah
Semua ini melantunkan cinta bermakna rasa menyatu
yang menyeruak dari dalam kalbu,
merekah segar antara kamu dan aku...


Wisma Indonesia, Kompleks Wisma SUBUD Cilandak, Jakarta Selatan, 18 Juli 2011

Senyummu


Senyummu mendamaikan debur ombak agar selaras dengan pasir pantai,
mengembalikan nuansa biru samudra tak bertepi

Senyummu menyeimbangkanku dalam semadi
untuk kehidupanku yang duniawi

Senyummu intisari atma tertinggi,
selebar kuasa alam semesta, senikmat nirwana dalam diriku,
menggemuruh hati yang penuh cinta asmara Avalokitesvara,
yang dengannya aku bersujud sembah di pangkuan bunda

Kasihmu padaku tak setara cinta seisi dunia
Kau melampauinya, karena senyummu tak fana
walau buruknya dunia tak ubahnya kutukan Mara

Senyummu—hanya kepada senyummu aku berkaca,
dan kutemukan hidup ini masih seindah mimpiku
bila aku biarkan diri tenggelam di dalam abadi dirimu...


Jl. Ikan Mungsing VI, Perak Barat, Surabaya, Jawa Timur, 26 Agustus 2012

Ramainya Dunia Sepiku


Di dunia sepiku aku berteriak merindu
kepadamu tak ada yang tahu
karena mulutku membisu

Di dunia sepiku aku bertemu kamu,
di tiap hariku kasih kita berpadu
Tak ada yang tahu
karena mulutku membisu

Doaku terucap lamat dipanjat kepada kuasa Tuhanku
yang maha tahu ramainya dunia sepiku

Istri Jiwaku, di dunia sepiku
kamu berpadu denganku
walau ramai dalam bisu...


Mampang Prapatan XI, Jakarta Selatan, 26 April 2012

Matahari di Dua Cakrawala


 
Aku tak berkedip meski matahari bersinar terang
memancar wajahku, yang di bayang cermin jadi wajahmu
Pesona rasa yang menyelimuti diri, ketika aku menggapai dirimu
dengan jiwa yang kupunya
Cinta kuat yang menyertai perjalanan kita
menyadarkanku, tak ada aku dan kamu
Yang ada hanya yang satu, menyerupai matahari asa
yang menyinari dua cakrawala
 
Penuh harapku tentang penyatuan dua ada di hati yang mendamba,
seperti ombak laut yang menyapu pasir pantai tanpa batas nyata,
seperti siang dan malam yang adalah dua rona dari satu hari,
tak mengenal pelipit yang memisahkan hati
Kala waktu merengkuh satu matahari asa
yang menyinari dua cakrawala...


Mampang Prapatan XV, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 6 Desember 2012
 

Magnificent Seven


When you talk to the moon,
I go through the pages of history
Then we met here—between heaven and earth not so far
Not familiar to each other yet twins we are
A glowing ball fell upon us,
a heavenly bestowal down from the seventh sky
that generated Love for mankind
A Love that is not blind,
as It enlightens the path we should go through
O my, seven full months to each other we are so true
A fetus it is, an embryo no more,
for maturity is all what we know for sure
How magnificent that is, is out of our knowledge
But my wish to stay in love with you is full-fledged...


Mampang Prapatan XI, South Jakarta, November 7, 2011