Wednesday, July 17, 2019

Dalam Badan yang Sakit Ada Jiwa yang Sehat


SEJAK Jumat lalu (5 Juli 2019) saya terserang flu berat tapi pada saat yang sama saya dikejar tenggat waktu (deadline) pekerjaan dari satu klien, sampai saya harus lembur di kantornya. Lembur hari Minggu pula (7 Juli). Padahal lagi kliyengan, tapi saya harus bawa motor menempuh jarak 25 km antara Pondok Cabe-Tebet Barat (kantor klien) sekali jalan; pergi pulang jadi 50 kilometer.

Seharusnya saya beristirahat total, tapi malah digeber pekerjaan. Yang bikin saya sempat memaki-maki Tuhan adalah kenyataan bahwa pekerjaannya mudah sekali: Membuat materi presentasi dengan Powerpoint untuk klien yang jadi pembicara seminar pada 11 Juli. Mudah, tapi oleh Tuhan dibuat penuh kesulitan dengan saya sakit; anak saya ketularan sakit; istri saya kelelahan mengurus anak sakit bebarengan dengan melakukan pekerjaan rumah tangga ditambah tugas-tugas menyangkut perusahaan kami; desainer grafis yang sulit dihubungi dan sekalinya bisa dihubungi dia terpecah konsentrasinya karena anaknya sakit; ditambah internet yang digunakan si desainer (dia bekerja dari rumah karena anaknya sakit) lemot, dan lain-lain kendala silih berganti.

Ditambah saya juga harus menyelesaikan penerjemahan naskah 32 halaman berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris dan dua halaman dari bahasa Belanda ke Indonesia, yang saya terima dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (DispenAL) sebelum tanggal 10 Juli—yang ini bisa saya selesaikan lebih cepat karena dijanjikan honornya cepat turun.

Senin malam saya lembur, masih dalam keadaan payah karena sakit, dan saya baru tidur jam 2.30 dinihari karena harus mengirim pekerjaan ke klien yang karena ukuran file-nya besar (553 MB) pengunggahan ke emailnya (via WeTransfer) memakan waktu sampai lebih dari setengah jam. Saya terpaksa membatalkan tiga janji meeting dengan klien-klien lain, karena flu yang saya derita semakin parah.

Ketika semua sudah selesai, Rabu pagi (10 Juli), baru saya bisa rebah di kasur dan tidur dengan tenang. Rabu siang, staf DispenAL mengabari honor saya sudah ditransfer. Puji Tuhan.

Pelajaran apa yang saya peroleh melalui serangkaian peristiwa ini? Apakah berarti saya harus banyak beristirahat di momen sehat saya? Atau justru banyak bergerak agar badan saya kuat? Apakah saya harus rajin minum obat atau rajin mencari tahu tentang pengobatan tradisional?

Ketika saya tengah menuntaskan tulisan ini, pada 16 Juli 2019, saya masih batuk, walau tidak separah pada 6-8 Juli. Hidung saya masih meler layaknya orang pilek, dan badan saya mudah lelah. Saya tidak dapat melawan datangnya penyakit, meskipun anggapan secara umum mengatakan saya kurang istirahat dan suka mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Bila Tuhan menghendaki, tentunya saya diberiNya jalan untuk beristirahat total di tempat tidur. Nyatanya tidak; Dia malah “mendorong” saya untuk terus menjalani keseharian saya sebagai orang yang tidak sakit. Pencipta tentu lebih tahu daripada apa yang diketahui ciptaannya, kan?

Saya tidak dapat melawan kenyataan; saya hanya harus menerima kenyataan dengan perasaan sabar, tawakal, dan ikhlas. Saya merasakan langkah saya menjadi ringan dengan cahaya petunjukNya ini.

“Baiklah, Tuhan,” saya membatin, “Aku ikuti apa mauMu. Aku yakin Engkau tahu apa yang terbaik bagiku. Sakit ini hanyalah beban pikiranku. Badanku sakit, tapi jiwaku sehat, dan ia bergembira dengan kenyataan bahwa Engkau tak berhenti membimbingku.” Puji Tuhan!@2019



Jl. Pondok Cabe III Gang Buntu, Tangerang Selatan, 16 Juli 2019