Saturday, May 29, 2021

Tanggung Jawab Pembantu Pelatih Selama Pandemi COVID-19

Menyusul postingan dua foto interior Hall Latihan Kejiwaan Cilandak, yang saya buat pada 27 Mei 2021, saat hall dibuka pertama kali untuk Latihan Kamis malam selama pandemi, di grup Facebook SUBUD AROUND THE WORLD, pembantu pelatih Subud Fort Lauderdale, Florida, Amerika Serikat, Ruslan Moore, mengomentari dengan pertanyaan-pertanyaan: Mengapa hall ditutup sekian lama? Apakah para pembantu pelatih tidak menjalankan tugas mereka? Bagaimana pertanggungjawaban pembantu pelatih atas kejadian ini?    

Berikut jawaban saya yang aslinya dalam bahasa Inggris.

PERCAYALAH, kami di sini sama bingungnya seperti Anda, Ruslan. Saya pernah bertanya langsung kepada warga non Subud yang tinggal di kompleks Wisma Subud Cilandak, apakah benar mereka menentang bila hall tetap dibuka untuk Latihan Kejiwaan anggota. Mereka membantah anggapan pengurus Cabang Jakarta Selatan dan yayasan Subud setempat. Satu pebisnis besar dan dia sendiri non Subud, yang sudah lama bertempat tinggal di kompleks, bahkan tiap akhir pekan menggelar acara olahraga yang menimbulkan kerumunan, di lapangan bulutangkis di seberang rumahnya. Malah dia bertanya ke saya mengapa hall sepi dari kegiatan Latihan.

Yang lebih membingungkan lagi, bagi mayoritas anggota di Cabang Jakarta Selatan, adalah banyaknya pembantu pelatih tidak mau bertugas mendampingi Latihan anggota. Mereka beralasan bahwa kegiatan seperti itu melanggar aturan pemerintah. Para pembantu pelatih itu bersikeras bahwa Latihan di rumah masing-masing anggota sudah cukup, tidak peduli dengan kenyataan bahwa banyak anggota baru tidak bisa Latihan sendirian di rumah, karena berbagai sebab. Ketidaksetujuan sejumlah besar pembantu pelatih untuk memfasilitasi Latihan bersama di hall saja sudah jauh dari kewajaran. Bukankah Bapak mengadakan pembantu pelatih untuk membantu Bapak dalam melayani anggota dalam hal kejiwaan?

Pengurus Cabang Jakarta Selatan tentu saja tidak berhak menutup hall, karena Hall Cilandak adalah milik komunitas Subud internasional. Pengurus, dalam hal ini, menyewa hall, dan bukan pemilik yang boleh seenaknya melarang anggota Latihan bersama di hall.

Atas dasar pemikiran ini, pengurus nasional Subud Indonesia, yang juga tidak sejalan dengan pengurus Cabang Jakarta Selatan, memutuskan untuk memfasilitasi Latihan bersama di pendopo Wisma Indonesia dan menyewa Hall Cilandak selama malam-malam ganjil Ramadan yang lalu. Bekerja sama dengan segelintir pembantu pelatih yang tetap setia menjalankan tugas mereka, pengurus nasional tetap teguh menjalankan fungsinya untuk menyediakan tempat Latihan bagi anggota yang sudah tidak sabar dengan sikap seenaknya dari pengurus Jakarta Selatan, meskipun ketua umum nasional menghadapi kecaman dari berbagai pihak yang tidak setuju hall dibuka kembali.

Banyak alasan-alasan tidak masuk akal yang dilontarkan pengurus lokal dan sejumlah besar pembantu pelatih Jakarta Selatan, tapi saya (entah bagaimana, saya selama pandemi dianggap “pemimpin kawanan” dari “Subud Perjuangan”, yaitu sekelompok anggota, lama dan baru, yang terpaksa berjuang mencari solusi bagi kebutuhan mereka untuk bisa Latihan bersama selama pandemi) ajak saudara-saudari saya untuk bersabar dengan keadaan aneh ini. Saya teguhkan semangat mereka, bahwa Tuhan selalu memberi jalan bagi mereka yang percaya. Selama kami tetap kompak dan mau berusaha, terbukti bahwa selama setahun ini kami dapat Latihan bersama di mana pun kami bisa. Puji Tuhan.
©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 29 Mei 2021

Thursday, May 27, 2021

LET IT BE!—Komentar Mengenai Latihan Khusus

SATU saudara Subud di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, baru-baru ini mengirimi saya pesan WhatsApp ini: “Jangan gunakan Latihan Kejiwaan untuk menghentikan perang, karena perang bisa jadi cara Tuhan untuk menjaga keseimbangan. Bapak sudah tahu akan ada perang besar (yaitu Perang Dunia Kedua) tapi apa yang Bapak lakukan? Let it be!”

Saya sering diajak untuk turut serta dalam Latihan bersama terkait keadaan-keadaan yang menyangkut kemanusiaan, seperti wabah penyakit dan perang. Di kalangan Subud Indonesia, Latihan ini disebut “Latihan khusus”, di mana peserta menyatakan niatnya ketika hendak melakukan Latihan Kejiwaan. Menyusul Latihan khusus, peserta diharapkan untuk melakukan pembersihan melalui Latihan biasa, yang tidak mengandung keinginan atau niat.

Latihan khusus dilakukan selama beberapa tahun, sebelum jadwal Latihan reguler, di cabang Subud di Jawa Timur di mana saya menjadi anggotanya, dengan harapan agar masalah berat yang sedang menimpa cabang dapat terselesaikan dengan baik. Masalah itu akhirnya terselesaikan, tapi hal itu telah menanamkan bom waktu konflik yang lebih besar dan keras yang meledak bertahun-tahun kemudian. Inilah yang membuat pembantu pelatih senior dari cabang tersebut tidak mau lagi melakukan Latihan khusus sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. “Lakukan saja apa yang harus kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah, gunakan akal pikirmu, karena kamu masih hidup di dunia ini. Tapi lakukan dengan sabar, tawakal dan ikhlas,” kata pembantu pelatih senior itu ke saya.

Selama ini, saya belum pernah ikut dalam Latihan khusus bersama untuk tujuan-tujuan yang melampaui batas-batas cabang atau kelompok di mana saya menjadi anggotanya. Kadang saya melakukan Latihan untuk saudara-saudara yang sakit. Satu pembantu pelatih tua, sekarang sudah meninggal, pernah meminta saya untuk mendampingi beliau dalam Latihan di kamarnya di rumah sakit, karena baginya sangat sulit untuk melakukan Latihan sendirian saat sakit. Si pembantu pelatih menasihati, “Betapa pun kamu kasihan padaku, jangan pernah menginginkan Latihanmu dapat menyembuhkanku. Kamu Latihan seperti biasa, tanpa keinginan atau harapan atau angan-angan, dan lakukan itu untuk kamu sendiri.”

Ketika kemudian si pembantu pelatih bilang ke saya bahwa dia menerima Latihan yang benar-benar enak dan nyaman, saya memohon ampunan Tuhan jika ada perasaan sekecil apa pun dari pihak saya bahwa itu berkat saya mendampingi Latihannya.

Pengalaman-pengalaman saya selama ini mengajarkan saya bahwa kadang kita harus menempuh “ketiadaan tindakan” (non action), yang karena itu akan membiarkan Semesta untuk bekerja membenahi segala sesuatu di dalamnya. Dengan latar belakang akademis dalam ilmu sejarah, saya akhirnya menginsafi bahwa semua tragedi dalam kehidupan harus terjadi, baik dalam jangka waktu yang pendek atau untuk waktu yang sangat lama, untuk tiba di apa pun yang telah kita capai saat ini dan di masa depan. Saya menjadi mengerti bahwa ungkapan Bapak “Latihan saja, nak” adalah untuk meniadakan harapan atau keinginan untuk mengubah dunia ini melalui usaha-usaha yang semata berlandaskan nafsu yang dipengaruhi daya rendah. ©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 25 Mei 2021 

Tuesday, May 18, 2021

Membawa Kepentingan

“UNTUK alasan apa pun, jangan bawa kepentingan pribadi,” demikian nasihat ketua umum Pengurus Nasional Subud Indonesia untuk periode 2009-2011 untuk saya. “Karena bila kamu begitu, kamu hanya akan sering merasa kecewa, sakit hati, dan sangat tertekan hingga titik di mana secara fisik kamu juga akan sakit.”

Saat itu, saya diikutkan dalam kepengurusan sebagai wakil sekretaris, dan saya yang paling muda di antara yang lain; bukan dalam hal usia, melainkan dalam hal pengalaman di Subud.

Mengemban tugas keorganisasian di Subud bagi saya merupakan “Latihan khusus” yang memberi saya kesempatan belajar yang sangat berguna baik di Subud maupun untuk kehidupan di luar Subud. Saya jadi mengerti arti “bekerja untuk Tuhan”, yaitu bekerja yang harus selalu terisi oleh bimbinganNya, yang untuk itu saya harus senantiasa berperasaan sabar, tawakal, dan ikhlas.

Tidak banyak anggota yang bersedia dilibatkan dalam kepengurusan organisasi Subud, lantaran kerasnya tantangan yang dihadapi, terutama dari para anggota yang beragam karakternya, sulit diatur (karena masing-masing mengandalkan penerimaannya sendiri-sendiri). Anggota pengurus tidak jarang dihantam dari kanan dan kiri, depan dan belakang, atas dan bawah, yang membuat Latihan bersama Dewan Pembantu Pelatih Nasional sekali atau dua kali sebulan menjadi kebutuhan saya, untuk membersihkan diri dari sampah mental yang dilemparkan ke saya dan rekan-rekan pengurus lainnya. Bagaimanapun, tidak bijak bila menolak penugasan sebagai anggota pengurus, karena berkah yang didapat setelah usai masa bakti sungguh luar biasa.

Pengalaman menjadi petugas pengurus nasional Subud membuat saya mengerti mengapa Bapak mengatakan bahwa organisasi Subud berbeda dari organisasi-organisasi lainnya.

Mengurus organisasi Subud harus selalu mengedepankan jiwa; jiwa yang memimpin. Jangan sekali-kali membiarkan ego yang memimpin. Ego hanya menomorsatukan kepentingan pribadi, yang dampaknya hanya membuat kita kecewa dan sakit hati bila pekerjaan kita tidak dihargai, atau dikritik. Dengan pengalaman sebagai petugas pengurus nasional itu, saya selalu katakan kepada generasi muda Subud Indonesia dewasa ini: “Dengan bertindak baik saja tidak akan ada yang memujimu, apalagi kamu berbuat buruk. So, lakukan saja apa yang Tuhan bimbingkan, tidak usah dipikir apa kata orang. Pada akhirnya, ini hanyalah antara kamu dan Tuhan.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 11 Mei 2021

Wednesday, May 5, 2021

The Jiwa Leads

NOT long before the start of the fasting month of Ramadan, I received that I must do the five daily prayers and Tahajud during the month. I was of course surprised because I had stopped doing the Islamic prayers for many years. Two years before I found Subud, I quit being a muslim and became an atheist.

Since the first day of fasting on April 13, I have returned to do salahs. Just before suhur, I do Tahajud, and throughout the day I perform the salah five times. I do it with pleasure, because I feel the Latihan guided my movements and recitations.

But, my Latihans, aside from the ones I felt in my act of praying, were really unpleasant. I felt myself like a stone statue trying to get out of my restraint and become a living human being. During the first twenty days of Ramadan, I could not find out what caused my Latihans so unpleasant. On the contrary, my salahs felt comfortable, with the vibrations of the Latihan accompanying them.

When I did Latihan together with many others at Cilandak Hall on May 2, 2021, my Latihan felt even more burdensome. It was then, I asked myself why is that. Suddenly, I burst out laughing in the Latihan, and at the same time I received the answer: “You pray with your mind and nafsu in front, while your jiwa is behind them, many steps behind. That way, you gradually become a soulless piece of hard object. Always let your jiwa lead in front, and don’t let your nafsu and mind enslave you even in matters of the sharia.”©2021


Pondok Cabe III, Tangerang Selatan, 3 Mei 2021