Friday, January 31, 2020

Inisiatif yang Intuitif


BEBERAPA bulan lalu, di tahun 2019, seorang saudara Subud dari Jakarta Selatan, me-WhatsApp saya, menanyakan apakah saya memiliki transkrip ceramah Ibu Siti Rahayu Wiryohudoyo kepada pemuda Subud di acara Kongres Dunia Subud di Christchurch, Selandia Baru, yang bertanggal 12 Januari 2010, berkode 10 CHC 04. Setelah saya periksa koleksi ceramah Bapak Subuh dan Ibu Rahayu yang saya miliki dan tersimpan dalam external harddisk saya, ternyata transkrip termaksud tidak ada.

Saya pun mengubek-ubek situs Subudlibrary.net, dan menemukan ceramah tersebut dalam format videonya. Saudara Subud tadi menghendaki yang versi transkrip, dengan alasan bahwa ia dapat menyebarluaskannya via WhatsApp dengan cepat, sedangkan file videonya terlalu besar ukurannya untuk dapat dikirim via WhatsApp.

Langkah selanjutnya, saya mencoba dengan menanyakannya pada saudara Subud India yang kerap mengirimkan cuplikan (excerpt) transkrip ceramah Bapak Subuh dan Ibu Rahayu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, lewat email. Ia menjawab bahwa ia tidak memilikinya, dan menawarkan bantuannya untuk menanyakan pada lembaga Subud Archive. Lagi-lagi nihil, karena bukannya memberikan transkrip ceramah tersebut kepada saudara Subud itu, petugas Subud Archive Jakarta (di kompleks Wisma Subud Cilandak, Jl. RS Fatmawati No. 52, Jakarta Selatan) malah bertele-tele dengan menanyakan apa maksud dan tujuan permintaan tersebut.

Saya pun menjadi putus asa, tetapi belum memutuskan untuk memberitahu saudara Subud, yang menanyakan transkrip ceramah itu, bahwa yang dia cari tidak ada. Iseng, saya perhatikan satu per satu ceramah dalam daftar kronologis Ceramah-Ceramah Ibu Rahayu Wiryohudoyo (Print) yang terdapat dalam situs Subudlibrary.net. Ada suatu keganjilan: Khusus ceramah-ceramah Ibu Rahayu di Christchurch selama berlangsungnya Kongres Dunia, terdapat urutan nomor yang terputus, yaitu dari 10 CHC 3 langsung ke 10 CHC 5; tidak ada 10 CHC 4 di antaranya. Kode 10 CHC 4 saya temukan di daftar kronologis ceramah Ibu Rahayu versi video, dan uniknya ada dua “10 CHC 4”—keduanya dalam Bahasa Indonesia, namun salah satunya disertai dengan subtitel Bahasa Indonesia.

Saat menemukan video ceramah 10 CHC 4 bersubtitel tiba-tiba saya bersorak dalam hati. Seperti meneriakkan dalam bisu “Eureka!” (“Saya menemukannya!”) Ya, saya mendapat ilham untuk meluangkan waktu guna menyalin subtitel tersebut. Bukan pekerjaan yang singkat, karena saya harus mem-pause berulang kali tayangan video dari Ibu Rahayu yang sedang berceramah kepada pemuda Subud di perhelatan akbar Subud internasional itu, demi dapat menyalin kalimat demi kalimat yang tertera pada subtitel di bagian bawah layar. Setelah lebih dari satu jam, sebuah transkrip utuh dari ceramah tersebut saya dapatkan.

Komentar pertama dari saudara Subud yang meminta transkrip ceramah itu dari saya adalah: “Inisiatif Om itu karena Om Arifin lama kerja di advertising, ya?”

Saya menjawab, “Nggaklah. Itu kan berkat tuntunan Latihan Kejiwaan.”

Latihan Kejiwaan, jika Anda tanya saya mengenai manfaatnya—mengapa saya masih terus melakukannya selama lebih dari 16 tahun terakhir, salah satunya adalah mendorong inisiatif, berbuat sesuatu yang lebih dari sekadar orang lain mintakan ke saya. Dan ini merupakan sesuatu yang sangat besar faedahnya bagi hidup saya. Klien-klien LI9HT—The IDEAS Company selalu menyatakan kepuasan mereka atas kerja tim LI9HT yang dikoordinasi saya bersama istri saya. Alasannya adalah karena mereka selalu menerima hasil pekerjaan yang melampaui apa yang mereka harapkan, yaitu kualitas layanan pelanggan dengan hasil terbaik.

Saya dan istri saya yang juga sudah menerima Latihan Kejiwaan senantiasa merasakan alam bawah sadar klien-klien kami; mencoba mendeteksi apa yang sebenarnya mereka perlukan tetapi mereka sendiri tidak mampu mengartikulasikannya lewat kata-kata. Saya sendiri juga tidak dapat mengartikulasikan fenomena itu; hal itu terjadi atau berjalan otomatis, seakan Hidup di dalam hidup saya mengetahui apa yang harus dilakukan bahkan sebelum dijelaskan.

Intuisi saya dan istri juga bukan hasil dari usaha keras, melalui latihan yang mensyaratkan energi ekstra, melainkan spontan keluar begitu saja saat kami melakoni kegiatan-kegiatan kami dengan rasa diri yang berserah diri dengan sabar, tawakal, dan ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Membimbing.©2020


GPR 3, Pondok Cabe Ilir, Tangerang Selatan, Banten, 1 Februari 2020

Saturday, January 11, 2020

Rencana Tuhan (Maunya Tuhan Tidak Selalu Sejalan Dengan Maunya Kita)


SAYA sudah lama ingin membuat buku meja kopi (coffee-table book, berisi 80% foto yang artistik, sisanya teks) tentang Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal), yang sebagian terinspirasi oleh cerita masa kecilnya satu saudari Subud saya, yang mengikuti tugas ayahnya, yang seorang veteran penerbang TNI Angkatan Laut, yang pesawatnya (anti kapal selam Fairey Gannet) yang diterbangkannya dari Inggris ke Indonesia dan sekarang menjadi monumen di bundaran dekat gerbang ke Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur.

Keinginan itu pun menjadi doa saya. Cara Tuhan mengabulkannya memang “aneh”, tidak sejalan dengan akal pikir dan kehendak saya. Saya malah mengakses TNI AL via pekerjaan “remeh”, berupa penerjemahan booklet tentang seni Ecoprint karya Ibu Manik Siwi Sukma Adji, istri dari Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) yang sekarang. Saya mendapat pekerjaan tersebut dari satu senior saya di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia yang kini menjabat Kepala Sub Dinas Sejarah Angkatan Laut (Kasubdisjarah yang dinaungi Dinas Penerangan Angkatan Laut atau Dispenal).

Lucunya, senior saya teringat saya ketika dia melayat teman kuliah kami yang wafat, tahun 2019 lalu; padahal saya sendiri tidak datang melayat. Singkat cerita, penerjemahan booklet tersebut memuaskan Kepala Dispenal Markas Besar TNI Angkatan Laut (Mabesal) Cilangkap, Jakarta Timur, maupun Ibu Manik, sehingga Kadispenal menugaskan Kasubdisjarah untuk membujuk saya agar menerima proyek penerjemahan majalah Cakrawala (media informasi kemaritiman yang diterbitkan Dispenal).

Kesediaan saya malah membuat Kadispenal akhirnya juga menyerahkan desain dan produksi majalah Cakrawala versi bahasa Inggrisnya. Saya sempat membatin, “Tuhan, aku kan minta Puspenerbal, kok Engkau ngasih aku yang lain?”

Saya pun mendengar suara batin saya: “Sudah, jangan mengeluh. Kamu nggak tau rencana Tuhan. Ikuti saja, jangan banyak protes!”

Saya dan tim LI9HT Brand pun mengerjakan pesanan Dispenal Mabesal dengan sungguh-sungguh, meskipun tidak jarang makan hati dengan gaya bekerjanya tentara yang harus serba cepat dan perfect, memperhatikan detail, dan berjenjang.

Hasilnya, bahkan saya sendiri tidak menyangka! KASAL, Laksamana TNI Siwi Sukma Adji memuji tim kerja LI9HT dan tim internal Dispenal. Menurut Kadispenal, jarang sekali orang sipil dapat mengimbangi cara bekerjanya militer, dan saya dianggap mumpuni dalam wawasan kemiliteran khususnya angkatan laut. Karena spesialisasi saya dahulu di bangku kuliah adalah sejarah militer dengan fokus pada angkatan darat, proyek TNI AL ini memaksa saya belajar sambil bekerja.

Majalah yang dinamai The Horizon itu akan diluncurkan di dua tempat pada 15 Januari 2020 bertepatan dengan Hari Dharma Samudera, yang secara historis adalah tanggal peristiwa Pertempuran Laut Aru (gugurnya Komodor Yos Sudarso): Di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) dan di Pangkalan Komando Armada II di Dermaga Ujung Surabaya.

Sabtu pagi ini, saya ditelepon oleh Kadispenal, Laksamana Pertama TNI (P) Mohammad Zaenal, yang menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas kerja keras saya bersama tim LI9HT dalam mewujudkan The Horizon. Beliau juga mengundang saya dan istri ke acara di Seskoal pada 15 Januari, yang terpaksa saya tolak karena pada tanggal tersebut saya berada di Surabaya. Beliau kemudian menanyakan apa yang bisa beliau bantu untuk saya. Saya pun mengungkapkan betapa saya ingin  membuat coffee-table book tentang Pusat Penerbangan Angkatan Laut. Beliau meminta saya menunggu sejenak, karena beliau akan mengontak Komandan Puspenerbal, yang berkantor di kompleks Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Surabaya.

Setengah jam kemudian, pagi tadi ini, Kadispenal menelepon saya lagi dan mengatakan bahwa Danpuspenerbal malah senang sekali dan bersedia menerima saya pekan depan di Markas Komando Puspenerbal di kompleks Lanudal Juanda. Saya kemudian me-WhatsApp Danpuspenerbal untuk membuat janji bertemu di Surabaya.

Di situ, saya terdiam dan kemudian menangis. Saya menyesal telah selalu berburuk sangka terhadap Tuhan, dan sering memakiNya dalam hati. Cara Tuhan bekerja untuk mewujudkan keinginan kita tidak selalu sejalan dengan yang kita mau, bahkan kadang membuat kita sebal padaNya. Ternyata Tuhan memberi saya berkali-kali lipat dari apa yang saya inginkan.

Di situlah saya memahami mengapa Bapak Subuh selalu menekankan Sabar-Tawakal-Ikhlas dan Berani mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.©2020


GPR 3, Jl. Pondok Cabe III, Tangerang Selatan, Banten, 11 Januari 2020

Wednesday, January 8, 2020

Kebanggaan Terselubung (Evaluasi Akhir Tahun 2019)


BEBERAPA orang memiliki  kemampuan untuk berpuasa Senin dan Kamis, sepanjang tahun,  tapi yang lain mungkin tidak bisa. Namun mereka memiliki kemampuan bangun di tengah malam untuk bersembahyang setiap malam, tetapi yang lain tidak dapat bangun meskipun sudah berusaha.

Yang lain tidak bisa melakukan kedua hal di atas, tetapi di mana pun mereka berjalan, mereka bersedekah dengan murah hati kepada para pengemis.

Beberapa orang tidak memiliki kekuatan untuk melakukan ibadah tambahan, tetapi mampu menjaga hati yang bersih dan wajah yang tersenyum terhadap orang-orang sepanjang waktu.

Yang lain lagi tidak melakukan apa-apa selain hanya membuat anak-anak tertawa ketika  bertemu dengan mereka.

Intinya?

Jangan pernah berpikir bahwa mereka yang tidak melakukan seperti apa yang kita lakukan lebih rendah daripada kita, atau tidak memiliki apa pun yang bisa dipersembahkan bagi orang lain.

Jangan pernah berpikir bahwa tindakan kita untuk beribadah lebih baik daripada tindakan orang lain.

Jangan biarkan kesalehan kita menumbuhkan kebanggaan terselubung dalam diri kita.

Jangan biarkan kesalehan kita mengisolasi diri kita dari keluarga dan teman. Jangan biarkan itu membuat kita merasa lebih suci dari orang lain.

Keturunan, kekayaan, kemampuan ilmiah, warna kulit kita, kekuatan di medan perang bukan kriteria untuk kesalehan kita.

Ada banyak di Afrika, Eropa, Asia, Cina dan seluruh dunia yang mungkin lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa daripada kita karena fakta sederhana bahwa mereka dapat menanggung kesulitan dan mengatasi cobaan lebih baik daripada kita.

Penampilan dan pakaian kita bukanlah kriteria untuk kesalehan.

Ada banyak manusia di dunia ini yang lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa meskipun mereka tampak biasa-biasa saja.

Afiliasi kita dengan sebuah komunitas agama atau lembaga ilmiah mana pun, harus menjadi sarana untuk memusnahkan ego dan kebanggaan kita, tanpa memandang rendah orang lain.

Ada banyak yang hatinya murni meskipun tidak berafiliasi dengan salah satu di atas.

Hal ini bukan paspor otomatis ke surga.

Ada orang yang masuk surga hanya dengan memuaskan dahaga seekor anjing, yang lain mendapatkannya dengan hanya memaafkan semua orang setiap hari sebelum tidur.

Mereka tidak memiliki banyak hal untuk ditampilkan, tetapi apa yang mereka lakukan, penting bagi Tuhan.

Seseorang mungkin berjalan melalui gerbang surga dengan modal sangat sedikit dan kehadirannya ketika hidup di muka bumi tidak dianggap penting, sementara yang lain dengan perbuatan yang jauh lebih besar justru binasa karena kesombongan mereka.

Jangan terkejut jika orang itu menuntun Anda berjalan melewati gerbang surga.

Marilah selalu melihat hal baik yang ada pada diri orang lain. 


Inspirasi dari seorang teman Facebook pada 31 Desember 2019

Saturday, January 4, 2020

Ketika Harus Berubah


AKHIR bulan Januari tahun 2018, usai Latihan Kejiwaan di Wisma Subud Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tiba-tiba saya muak dengan kereta api. Tiba-tiba pula saya merasa harus menekuni seluk-beluk angkatan laut. Namanya juga “rasa”, sehingga saya tidak tahu alasannya, tapi saya hanya harus nrima saja dan menjalaninya. Hanya untuk waktu yang singkat—karena kemudian saya kembali suka kereta api—tapi cukup bagi saya untuk mereguk banyak pengetahuan mengenai ke-angkatanlaut-an.

Ketika bulan Oktober 2019 saya mendapat proyek penerjemahan (ke dalam bahasa Inggris) dan pengerjaan desain hingga cetak majalah TNI Angkatan Laut dari Dinas Penerangan Angkatan Laut (Dispenal) Markas Besar TNI AL, saya baru menginsafi mengapa saya mengalami perubahan kesukaan itu: Saya rupanya sedang dipersiapkan Tuhan untuk proyek tersebut.

Berbekal pengetahuan yang saya peroleh selama “masa vakum dari kesukaan pada kereta api”, saya mampu tampil profesional di hadapan jajaran perwira tinggi dan menengah dari Dispenal dan Mabesal. Sampai Kepala Dispenal, yang adalah seorang Laksamana Pertama jebolan Akademi Angkatan Laut yang pernah 15 tahun berdinas di kapal perang, mengatakan ke saya, dalam rapat dengan beliau pada 18 Desember 2019 di ruang kerja beliau di kompleks Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur: “Thank you very much for helping us in making the magazine come true. Pak KASAL is very satisfied and sends you his gratitude. You know, Pak Anto, I learned a lot from you!" (Terima kasih sekali karena membantu kami mewujudkan majalah ini. Pak KASAL sangat puas dan menyampaikan rasa terima kasih beliau ke Anda. Tahukah, Pak Anto, saya banyak belajar dari Anda!)

Saya kaget, pasalnya di rumah, beberapa jam sebelum berangkat ke Mabesal Cilangkap, saya bilang ke istri, “Aku tuh kagum banget sama para perwira TNI AL, terutama yang jebolan AAL. Mereka jenius-jenius. Menjadi seperti Pak Kadispenal kan nggak gampang. Dia dimutasi dari dinas kapal ke kantor penerangan yang sama sekali beda medannya. Dia harus belajar dalam hitungan bulan karena dinas di Dispenal kan paling banter tiga tahun. Dari situ bisa dimutasi ke dinas lainnya yang nggak ada hubungannya. Belajar lagi dari nol.”

Karena itu, saya juga kaget dengan ucapan Pak Kadispenal. Lha, orang sontoloyo seperti saya kok malah dianggap memberi banyak pengetahuan ke orang jenius. Saya yakin, hal itu berkat bimbingan Tuhan yang saya terima melalui Latihan Kejiwaan.***



GPR 3, Jl. Pondok Cabe III, Tangerang Selatan, Banten, 5 Januari 2020