Saturday, November 15, 2008

Tiga Pilar

“Banyak melihat, banyak menderita, dan banyak belajar, adalah tiga pilar pembelajaran.”
– Benjamin Disraeli (1804-1881)


Tulisan bertajuk "Tertawa Belakangan" di bawah ini, yang saya sebarluaskan melalui e-mail dan juga via blog saya di Friendster.com pada 25 Desember 2007 lalu ternyata mengundang tanggapan positif dari sejumlah orang, Subud maupun non-Subud. Mereka bertanya, "Bagaimana caranya menjadi the most wanted?"—di bidang mereka masing-masing.

Ya, menurut pengalaman saya, pertama-tama saya bertanya pada diri saya sendiri apa misi dan tujuan hidup saya. Dalam hal ini, saya disadarkan oleh buku Robert Scheinfeld, The 11th Element (Unsur ke-11): Mengaktifkan Kekuatan Batin Anda untuk Menderaskan Kesuksesan dan Kekayaan (PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), yang juga menganjurkan begitu. Saya beruntung, karena saya sudah menerima Latihan Kejiwaan, di mana dalam keadaan merem dan lerem saya biasanya memperoleh jawaban atas segala pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang pernah saya batinkan adalah: "Apakah yang bisa menjadi sumber nafkah saya?" Penerimaan saya kuat sekali saat itu juga: "Nulis, nulis, nulis, nulis," sementara jari telunjuk saya bergerak seperti sedang menulis. Sambil merenungkan misi dan tujuan hidup Anda, mulailah menelusuri minat dan bakat Anda. Minat membangun kecintaan, dan segala sesuatu yang kita lakukan dengan cinta menghasilkan karya yang bakal disukai orang, dan meredakan rasa tertekan dalam diri kita.

Kedua, setelah memahami apa misi dan tujuan hidup saya, saya meminta kepada Tuhan. As simple as that. Bagi sebagian orang yang menekuni tasawuf, meminta seolah 'diharamkan', karena bertentangan dengan prinsip tawakal—‘tidak meminta apa yang tidak dikehendaki Tuhan, dan tidak menolak apa yang dikehendakiNya'. Namun, saya kira, kalau kita tidak pernah meminta alangkah sombongnya; seolah kita mampu memenuhi sendiri apa yang kita butuhkan. Sejumlah hal dalam hidup ini memang tidak perlu diminta, karena Tuhan sudah menyediakannya, antara lain langit, air, api, udara dan tanah. Tetapi ini adalah 'bahan-bahan mentah' yang menanti untuk diolah. Untuk mengolahnya, kita perlu meminta kepada Tuhan agar kreativitas, intelektualitas dan kemauan/semangat kita dilanggengkanNya. Bahkan untuk bisa sabar, ikhlas dan tawakal saja kita perlu meminta kepadaNya. Tetapi kalau kita tawakal ('mendelegasikan segala urusan kepada Tuhan'), lakukanlah yang ini: minta dan lupakan, atau simpan permintaan itu di dalam laci batin kita. Scheinfeld dalam 11th Element dan Rhonda Byrne dalam The Secret (Gramedia, 2007) menganjurkan agar kita menyimpan permintaan tertulis kita di tempat-tempat kesayangan kita dan tidak membukanya sampai waktunya tiba. Kapan itu? Kita takkan pernah tahu kapan, hingga permintaan kita terealisasi—saat itulah biasanya kita menyadari bahwa kita pernah memintanya.

Ketiga, bertindaklah! Banyak orang yang salah kaprah terhadap ekspresi 'berserah diri'; berserah diri bukan menyerah, tidak melakukan apa-apa, hanya menanti mukjizat, manyun sambil rokokan di bawah pohon pada waktu di mana kita mestinya menjalani hidup, dan berkeluh-kesah dengan melankolik: "Ah, kenapa ya hidup ini nggak adil sama aku, ya?!" Berserah diri adalah sikap proaktif untuk berusaha semaksimal mungkin, tetapi menyerahkan hasilnya pada Tuhan.

Ketika bertindak justru kita harus mengerahkan segala daya upaya untuk menjadikan diri kita masing-masing lebih bernilai. Tuhan sudah menyediakan potensi-potensinya, tinggal kita menggalinya. Dalam kaitan dengan melengkapi permintaan untuk menjadi the most wanted freelance copywriter yang saya panjatkan kepada Tuhan, saya mempraktikkan prinsip pribadi saya yang saya singkat CREATIVE (Connection, Responsibility, Exposure, Ahead of time, Travel, Information-hunger, Vocal, Engagement), yang merupakan penerimaan saya berdasarkan pelbagai pengalaman pribadi. Penjabarannya sebagai berikut:

CONNECTION—Membangun jejaring (network). Bergaullah dengan sebanyak mungkin orang dari segala lapisan sosial dan ekonomi, tetapi utamakan dahulu dengan mereka yang menyandang predikat network hub (sumbu jejaring) atau opinion leader (pemandu opini) dalam komunitas masing-masing. Jika Anda membenci seseorang segera hilangkan rasa itu; jika Anda sedang bermusuhan, segeralah berdamai (karena dengan demikian Anda juga berdamai dengan diri sendiri), lupakan apa pun yang menjadi penyebab permusuhan itu. Berinvestasilah dalam hubungan-hubungan ini, siapa tahu esok Anda membutuhkan orang lain, atau sebaliknya. Saya pernah mendapat proyek-proyek yang tidak mungkin saya kerjakan sendiri, kecuali saya gurita yang punya banyak tangan. Saya kontak salah seorang network hub pemuda Subud Jakarta Selatan (yang saya juluki "Database Berjalan") untuk mencarikan saya satu orang untuk data collection (untuk pembuatan laporan tahunan PT Pupuk Kaltim Tbk., di mana saya jadi penulisnya) yang siap diterbangkan Jakarta-Bontang p.p., serta satu orang produser untuk produksi iklan televisi. Puji syukur, keduanya bisa saya peroleh dalam waktu singkat.

RESPONSIBILITY—Jaga nama baik Anda dengan senantiasa mempertanggungjawabkan pekerjaan Anda. Penuhi tenggat waktu yang ditetapkan klien Anda (on-time delivery)—walaupun kadang tidak masuk akal; siang ini di-brief, besok pagi harus sudah diserahkan. Jangan menunda-nunda pekerjaan, mengerjakannya setengah hati, atau menomorduakan klien tertentu. Klien tidak peduli, bila Anda ada kerjaan lain yang sama urgent-nya. Kalau mau realistis, jangan serakah dengan menerima dan menyanggupi semua pekerjaan yang ditawarkan, karena semata mengejar uangnya, daripada Anda sendiri keteteran yang berujung Anda di-blacklist klien. Atau, bagilah rezeki Anda dengan mengajak orang lain yang bisa bekerja sama dengan Anda. Janji-janji kualitas sebaiknya juga dipenuhi. Dengan menjadi bertanggung jawab, Anda sebenarnya telah menguntungkan banyak orang maupun Anda sendiri. Karena itu, ini bisa menjadi aspek penting dalam membangun reputasi Anda sebagai "the most wanted".

EXPOSURE—“Don’t tell, but show!" Jika Anda memang hebat dalam hal tulis-menulis, misalnya, jangan hanya berkoar-koar, tetapi tunjukkan. Tulislah artikel atau cerita pendek dan kirim ke media cetak. Kalau ditolak, jangan kecewa; kalau saya melihat sisi positifnya: Saya merasa mendapat layanan konsultasi gratis tentang menulis yang bagus dari media bersangkutan. Saya menyimpan banyak surat penolakan dari harian Kompas, majalah Tempo dan Gatra yang menekankan alasan kenapa artikel saya tidak bisa dimuat. Surat-surat itu kalau saya rangkum bisa saya jadikan buku tersendiri tentang teknik penulisan artikel dan bisa saya jual—karena itu saya berterima kasih kepada media yang telah menolak artikel saya. Lagi pula Anda bakal makin piawai menulis bila sering dikritik ketimbang dipuji terus—yang malah membuat Anda terlena. Tulislah catatan harian, blog atau aktif di milis tertentu. Ketiga media ini membuka bagi Anda peluang untuk mengekspresikan diri sendiri. Penulis-penulis hebat yang saya tahu, jadi terkenal karena memasukkan 'orisinalitas diri' mereka ke dalam karya-karya mereka. Ketrampilan apa pun hanya bisa diasah jika Anda melakukannya secara rutin (practice makes perfect).

AHEAD OF TIME—Untuk selalu bisa melampaui waktu, yaitu mengerjakan apa yang bahkan belum terpikir oleh orang lain pada suatu masa, Anda harus memiliki intuisi yang tajam. Bersyukurlah teman-teman yang telah menerima Latihan Kejiwaan, karena pikiran Anda cenderung menjadi jernih. Pelajari apa saja. Dalam belajar, jadilah generalis, jangan spesialis, tulis Kazuo Murakami, Ph.D. dalam The Divine Message of the DNA -- Tuhan Dalam Gen Kita. Aktifkan kesadaran dan nalar, serta kembangkan kemampuan analisis. Kalau Anda perhatikan benar-benar, gejala-gejala yang ada sekarang sebenarnya merupakan landas pacu menuju pembentukan tren di masa depan. Mulailah 'membaca' lingkungan Anda.

TRAVEL—Perjalanan mendatangkan pengalaman yang membuat saya makin mengenali diri sendiri. "The truth is out there," ujar Fox Mulder, lakon dalam film seri The X-Files. Selaku freelance copywriter, saya sering harus mengunjungi dua-tiga klien dalam sehari, yang jarak antara yang satu dengan yang lainnya berjauhan. Dalam perjalanan ini, yang saya tempuh dengan sepeda motor, saya sering berpapasan dengan ide dan pemahaman, yang membuat saya begitu senangnya sampai lupa kalau saya disorot panas terik matahari atau guyuran hujan. Perjalanan yang ditempuh dengan sadar akan membuka dinamika tuntunan Ilahi.

INFORMATION-HUNGER—Salah satu ciri dari seorang profesional adalah well-educated—terpelajar. Tetapi bukan berarti Anda harus kuliah S1, S2, atau S3. Banyak perusahaan mensyaratkan kesarjanaan untuk posisi-posisi tertentu, hingga akhirnya terkecoh. Saya pernah mengajar kuliah tamu tentang profesi praktisi periklanan di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya. Pada akhir kuliah, beberapa mahasiswa menghampiri saya dan mengatakan bahwa mereka cepat dan mudah mencerna materi yang saya sampaikan dalam waktu dua jam itu dibandingkan dengan kuliah dari dosen mereka yang bergelar doktor. Itulah bedanya antara teorisi dengan praktisi. Kalau Anda ingin menjadi the most wanted professional, Anda harus senantiasa lapar informasi, sebab setiap bidang terapan mengalami perubahan, pembaruan dan perkembangan sekejap mata. Be there or behind.

VOCAL—Vokal di sini bukan hanya pandai buka mulut, tetapi lebih pada penyampaian (sharing). Komunikasi pemasaran punya kredo: "If you want to SELL, you have to YELL!" Anda harus aktif mengkomunikasikan pemikiran, pendapat, kritik yang membangun, atau ide kepada publik. Jangan khawatir ide Anda dicuri orang, sebab selama belum menjadi konsep yang matang, ide tidak bernilai apa pun. Unsur vokal adalah hal yang esensial dalam networking; pemikiran-pemikiran Anda akan menggambarkan siapa diri Anda sebenarnya dan, dengan demikian, membentuk citra bahwa Anda memang pantas menjadi the most wanted.

ENGAGEMENT—Anda harus lincah menjemput bola, dan jangan kapok bila belum berhasil. Saya belajar dari semangat keponakan-keponakan saya yang masih kanak-kanak, yang walaupun jatuh dari sepeda membuat mereka kesakitan tetapi tidak menjamin esoknya mereka tidak akan mengulanginya lagi.

Senantiasa yakin pada pertolongan Tuhan membuat hati kita teguh. Sebagai reaksi atas komentar para panglima perangnya bahwa serangan ke daratan Jepang tidak mungkin dilakukan, Presiden Franklin D. Roosevelt, yang lumpuh dan memerintah Amerika Serikat selama Perang Dunia II dari kursi roda, langsung bangkit berdiri tegak dan berucap tegas, "Satu-satunya yang kita takutkan adalah ketakutan itu sendiri. Saya sudah lama lumpuh, tetapi keteguhan hati membuat saya bisa berdiri. Jadi, jangan bilang ke saya, hal itu tidak mungkin dilakukan!"

Demikianlah tiga pilar yang menopang saya untuk menjadi the most wanted freelance copywriter. Anda boleh mengadopsinya, tetapi saya sarankan agar Anda menciptakan kiat sendiri, karena yang tahu potensi Anda adalah Anda sendiri, bukan orang lain. Pendiri Subud, Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo mengatakan, "Meniru adalah keliru"; dengan kata lain, jangan ikut-ikutan, walaupun kiatnya disampaikan seorang Hermawan Kertajaya sekali pun. Sejatinya,batin kita bisa menerima sinyal-sinyal tuntunan. Mudah-mudahan, kata-kata saya ini ada manfaatnya bagi Anda.©


Jakarta, 16 November 2008

No comments: