Friday, July 10, 2020

Manusia Medsos



SATU kawan saya, sebut saja namanya Sailan, seolah memiliki kepribadian ganda. Seorang kawan lainnya, wanita, dalam chatnya ke saya menyatakan ketidaksukaannya pada Sailan, yang dinilainya tidak punya etika, keras kepala (dalam konteks negatif), menyebalkan, dan suka sekali menantang orang lain, terutama yang secara usia lebih tua daripada si Sailan. Perilaku si Sailan dimonitor si kawan wanita itu melalui beberapa WhatsApp Group (WAG) di mana mereka berdua menjadi membernya.

Ya, saya pun menilai perilaku si Sailan di WAG sebagai orang yang sebaiknya dijauhi jika Anda tidak ingin sakit kepala membaca postingan padat kata-kata yang membuat banyak orang baper. Tapi di kenyataan sehari-hari, Sailan adalah pribadi yang agak pemalu, rendah diri, yang gaya bicaranya seperti orang yang baru belajar bahasa. Nada bicaranya penuh ragu, dan berpikirnya juga rada lamban. Singkat kata, si Sailan dalam kesehariannya berbeda 180 derajat dari yang dikenal banyak kawan kami mengenainya.

Saya memperkirakan, bahwa karena di belakang gawai atau komputer dia memiliki lebih banyak waktu untuk berpikir, lebih banyak peluang untuk merencanakan apa yang akan dia katakan. Hal tersebut tidak dia dapatkan dalam interaksi lahiriah dengan orang lain. Entah sengaja atau keceplosan, via WhatsApp jalur pribadi Sailan pernah blak-blakan ke saya bahwa dia mengutip sumber lain untuk memperkuat argumentasinya per kata-kata dalam komunikasinya dengan orang “di seberang” jalur jejaring sosialnya. Dia bahkan menjadikan sejumlah video tutorial self-help di Youtube sebagai acuan bagi perbaikan perilakunya.

Agar tidak berlarut-larut ketidaksukaannya pada Sailan, saya menyarankan kepada si kawan wanita di atas supaya berinteraksi dengan Sailan di luar media sosial. Manusia-manusia medsos, seperti si Sailan, adalah pribadi-pribadi yang tidak sepenuhnya asli saat menghadapi gawai atau komputer mereka, karena lawan interaksinya mereka pandang hanya sebagai mesin yang tidak punya perasaan, hingga mereka merasa dapat merisak (bullying) lawan interaksinya semau hati mereka. Sebaliknya, kesejatian mereka mengemuka dalam interaksi fisik saat bertatap muka.©2020


GPR 3, Tangerang Selatan, 10 Juli 2020

No comments: