Wednesday, August 19, 2009

Yang Pertama Pastilah Peringatan

Pada 2 Agustus 2009 lalu, pukul 8.30, saya bergegas ke Wisma Subud di Jl. RS Fatmawati No 52, Jakarta Selatan, karena mesti menghadiri rapat Pengurus Nasional PPK Subud Indonesia pada pukul 9.00. Saya mengendarai sepeda motor dan istri saya, yang hendak pergi ke tempat lain, membonceng. Tidak mau membuang-buang waktu, dan karena lama perjalanan dari rumah saya ke Wisma Subud biasanya memakan waktu lebih dari setengah jam, maka sepeda motor pun saya pacu dalam kecepatan tinggi.

Pada suatu ruas jalan yang menanjak, hanya semenit dari kawasan kompleks tempat saya tinggal, mendadak keluar dari sebuah gang di tepi jalan dua sepeda yang masing-masing dikayuh anak-anak yang langsung berbelok, tetapi dengan terlebih dahulu masuk ke tengah jalan, seakan tak menghiraukan saya yang sedang melaju kencang. Spontan, saya mengerem, lantas saya pelankan laju sepeda motor saya seraya berjalan di sebelah salah satu sepeda tadi. Seorang anak laki-laki berusia kira-kira sepuluh tahun duduk di sadelnya.

Ingin sekali saya damprat anak itu, menjewer telinganya, menempelengnya, tetapi saya diingatkan oleh buku Jalaluddin Rakhmat, The Road to Muhammad (Bandung: Muthaharri Press dan Penerbit Mizan, 2009), yang sedang saya baca. Percuma dong saya menghabiskan waktu membaca profil Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, yang ternyata penuh kelembutan dan kasih sayang terhadap sesama, termasuk musuh-musuh beliau yang musyrik dan kafir sekalipun, jika saya tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Saya hanya memelototi anak itu sembari menggerutu dengan maksud bercanda. Saya berharap, anak itu mengartikannya sebagai peringatan agar tidak sembrono di jalan raya.

Tindakan anak itu saya maknai sebagai peringatan bagi saya supaya tidak mengebut, meski sedang terburu-buru. Tetapi anak itu, sebaliknya, mengabaikan peringatan bahwa apabila ia sembrono di jalan raya ia bakal celaka. Benar saja: Hanya sesaat setelah saya melewatinya, ia menyeberangi jalan sambil mengayuh sepedanya dengan acuh tak acuh, dan sepeda motor lain pun menerjangnya, membuat anak itu terjerembab ke aspal!

Peristiwa di hari Minggu pagi yang cerah itu mengajarkan saya agar agar tidak mengabaikan peringatan pertama, sebab setelah itu saya pasti celaka. Ternyata alam tak pernah lelah dan bosan mengirim sinyal-sinyal peringatan kepada kita melalui peristiwa dan keadaan. Peristiwa serta keadaan yang pertama kali kita hadapi biasanya merupakan peringatan, yang jika tidak segera kita insafi akan membawa celaka bagi kita. Makanya, kalau orang Jawa bilang, hiduplah dengan senantiasa eling lan waspada, hidup secara sadar dengan selalu ingat dan waspada.

Salah seorang saudara Subud saya menuturkan pengalamannya dengan peringatan alami ini. Suatu kali, tak lama setelah ia masuk Subud, ia bersepeda motor di jalan raya. Maksud hati ingin melaju kencang, apa daya sebuah taksi di depannya selalu menghalangi jalannya. Ia heran sendiri, mengapa taksi itu sama sekali tidak mau memberinya jalan. Ketika ia hendak mendahului dari kanan, taksi itu bergeser ke kanan. Saat ia mengambil peluang untuk menyalip dari kiri, taksi itu buru-buru merapat ke kiri. Hal itu berlangsung lama. Yang membuat saudara Subud itu semakin heran adalah kenyataan bahwa jalan di depan taksi itu kosong, tidak ada kendaraan lain, yang artinya tidak alasan bagi taksi itu untuk berjalan pelan dan menghalang-halangi laju kendaraan lain.

Di saat dirinya diliputi keheranan, ia tiba-tiba teringat, bahwa dompetnya yang berisi STNK sepeda motor dan SIM-nya tertinggal di rumah oleh sebab ia berangkat dengan tergesa-gesa. Dan di salah satu ruas jalan ia menyaksikan polisi baru selesai mengadakan razia terhadap pengendara sepeda motor. Pada saat ia melewati lokasi razia itu, barulah taksi yang menghalang-halangi jalannya melesat pergi. Apakah semua ini hanya kebetulan?

Kebetulan saya tidak percaya ‘kebetulan’. Dan saudara Subud saya itu memaknai peristiwa yang dialaminya sebagai peringatan Tuhan. Tuhan memperingatkan lewat taksi itu, seakan Dia berkata, “Jangan tergesa-gesa, di muka sana ada razia. Tergesa-gesa membawa celaka. Lihatlah, kamu saja sampai lupa membawa SIM dan STNK.” Semenit saja saudara Subud saya itu lebih cepat dari yang dikehendakiNya, barangkali ia tak dapat menghindar dari razia.

Peristiwa atau keadaan yang pertama kita hadapi pastilah peringatan. Dan bila kita bisa bersabar sedikit saja akan terluangkan waktu bagi kita untuk dapat memaknainya, agar selanjutnya tidak tersandung.©


Jakarta, 3 Agustus 2009

No comments: