DI tengah hiruk-pikuk modernisasi, masih ada orang-orang yang setia menengok ke belakang. Mereka adalah para railfan atau pehobi kereta api, namun dengan minat yang sedikit berbeda: menelusuri stasiun-stasiun tua di seluruh Indonesia. Bagi mereka, stasiun bukan hanya tempat naik turun penumpang, melainkan juga saksi bisu sejarah, arsitektur, dan peradaban yang terus bergerak maju.
Hobi ini bukan sekadar mengejar foto-foto indah untuk diunggah di media sosial. Di balik setiap perjalanan, ada semangat untuk mendokumentasikan dan melestarikan jejak masa lalu. Stasiun-stasiun tua di Indonesia, banyak di antaranya dibangun pada era kolonial, memiliki ciri khas arsitektur yang unik dan kokoh. Mulai dari gaya Indisch, Art Deco, hingga Neo-Klasik, setiap stasiun punya cerita arsitekturnya sendiri.
Para railfan ini sering kali tak hanya memotret, tetapi juga mencari informasi sejarah dari berbagai sumber. Mereka berinteraksi dengan masyarakat sekitar, bertanya kepada para sesepuh, atau menelusuri arsip-arsip lama. Tujuannya satu: agar cerita di balik stasiun itu tidak hilang ditelan zaman.
Petualangan para penjelajah stasiun tua sering kali membawa mereka ke jalur-jalur yang sudah tidak aktif atau rel mati. Di sana, mereka menemukan stasiun-stasiun kecil yang kini hanya menyisakan fondasi, atau bangunan yang telah beralih fungsi menjadi rumah tinggal atau gudang.
Salah satu contohnya adalah jalur-jalur nonaktif di Jawa, seperti rute Rembang-Bojonegoro atau lintas kereta api di Madura yang sudah lama berhenti beroperasi. Di tempat-tempat inilah, imajinasi para railfan diuji. Mereka membayangkan betapa ramainya stasiun itu di masa lalu, suara lokomotif uap yang memekakkan telinga, dan orang-orang yang bergegas mengejar kereta. Pengalaman ini memberikan sensasi yang berbeda, sebuah koneksi emosional dengan masa lalu.
Menjelajahi stasiun tua tidak selalu mudah. Akses ke beberapa lokasi sering kali sulit, bahkan ada yang berada di tengah hutan atau di area pedesaan yang terpencil. Belum lagi tantangan perizinan atau kondisi bangunan yang sudah tidak terawat dan rawan.
Namun, semua tantangan itu terbayar lunas saat mereka berhasil menemukan sebuah stasiun yang kondisinya masih baik, atau ketika mereka berhasil mengumpulkan potongan-potongan cerita yang melengkapi puzzle sejarah. Kepuasan itu tak bisa dinilai dengan uang, karena mereka merasa telah menjadi bagian dari upaya menjaga warisan bangsa.
Hobi ini mengajarkan saya satu hal: sejarah tidak hanya ada di buku pelajaran.
Sejarah bisa kita sentuh, kita lihat, dan kita rasakan langsung di
tempat-tempat seperti stasiun tua. Untuk para railfan penjelajah stasiun tua, setiap perjalanan adalah sebuah
pelajaran, dan setiap stasiun adalah sebuah lembaran baru dari buku sejarah
yang tak pernah usai.©2025
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 22 September 2025

No comments:
Post a Comment