KISAH cinta kami bukanlah dongeng—ini adalah bukti dari ketahanan yang tenang dan gigih dari sebuah ikatan yang ditempa dalam api.
Selama bertahun-tahun, kami telah berusaha untuk mendamaikan perbedaan. Pertengkaran kami dramatis, layaknya adu mulut di film-film Hollywood. Perbedaan pendapat tentang keuangan, pilihan dalam mengasuh anak yang tidak sejalan, serta kebiasaan-kebiasaan kecil yang mengganggu. Hal-hal ini tidak mengakhiri pernikahan, tetapi dapat mengikisnya, menyisakan keheningan yang lebih nyaring daripada pertengkaran apa pun.
Kami sudah sering mengalami keheningan semacam ini, saat jarak membentang di antara kami, dan tak seorang pun tahu cara menyeberanginya. Istri saya akan berada di dapur, memperlakukan peralatan dapur yang ia cuci dengan sedikit berlebihan, atau mengunci diri di kamar atau pergi sendirian dengan sepeda motornya. Saya akan duduk di belakang meja kerja dengan ponsel, menonton video di YouTube atau Instagram, atau melamun sambil berbaring. Udara menjadi pekat dengan kata-kata yang tak terucap, dengan beban seratus luka kecil dan kesalahpahaman. Pada saat-saat ini, kami merasa seperti dua orang asing yang tinggal di bawah atap yang sama, terikat oleh masa lalu tetapi terombang-ambing di masa kini.
Namun, di balik pertengkaran dan keheningan, cinta kami terus tumbuh menguat. Ini bukanlah mekarnya cinta yang mendadak dan dramatis, melainkan penguatan yang perlahan dan mantap, seperti akar pohon ek tua yang menembus lebih dalam ke bumi. Dari setiap konflik, kami belajar sesuatu yang baru tentang satu sama lain, juga tentang diri sendiri. Saya belajar bahwa pendirian istri saya yang tampak keras kepala sering kali berasal dari rasa kepeduliannya yang mendalam. Istri saya belajar bahwa sikap saya yang diam bukanlah tanda ketidakpedulian, melainkan kebutuhan akan waktu untuk memproses emosi.
Cinta kami telah berevolusi dari gairah masa muda menjadi sesuatu yang lebih mendalam dan abadi. Ini adalah cinta yang dibangun di atas pemahaman bahwa manusia berubah, bahwa hidup penuh dengan tantangan, dan bahwa kadang kala, hal tersulit yang harus dilakukan adalah cukup mendengarkan. Cinta itu ditemukan dalam isyarat-isyarat kecil—cangkir teh yang saya bawakan untuk istri saat ia mengalami hari yang buruk, cara istri saya secara naluriah memeluk pinggang saya saat kami berkendara bersama dengan sepeda motor, tatapan penuh pengertian yang terjalin di antara kami di seberang ruangan yang ramai.
Foto yang dipermak AI ini adalah pengingat akan diri kami di masa lalu, tetapi kehidupan kami hari ini adalah bukti dari diri kami yang sekarang. Cinta kami tidak sempurna, dan perjalanan kami masih jauh dari kata selesai. Akan ada lebih banyak pertengkaran, lebih banyak keheningan. Tetapi dengan setiap tantangan, kami sedang membangun sesuatu yang lebih kuat dan lebih indah. Kami bukan hanya dua orang dalam sebuah pernikahan; kami adalah dua jiwa yang memilih satu sama lain, setiap hari, melewati setiap badai dan setiap momen tenang. Cinta kami bukanlah dongeng; ini adalah janji yang hidup dan bernapas—sebuah janji yang mengatakan, “Aku akan selalu memilihmu, bahkan di saat-saat yang sulit.” Dan dalam kebenaran yang sederhana namun kuat itu, kami menemukan keabadian kami.©2025
Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 20 September 2025

No comments:
Post a Comment