Tuesday, January 2, 2024

Penularan Secara Kejiwaan

PADA 26 Desember 2023 lalu, putri saya yang berusia tujuh tahun dibawa istri saya ke instalasi gawat darurat RS Mayapada Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pasangan suami-istri yang tinggal bertetangga dengan kami mengantar istri dan putri saya dengan mobil mereka, karena saya tergeletak sakit pula, akibat diare, di rumah, yang membuat saya begitu lemah, tak mampu bergerak.

Saya melakukan Latihan di kamar saya dan menerima bahwa sakitnya putri saya disebabkan oleh “penularan secara kejiwaan”. Saya tersentak, teringat oleh saya bahwa sehari sebelumnya putri saya memberi perhatian luar biasa kepada saya yang terbaring lemah. Tanpa sepengetahuan saya, ia sampai menangis sedih dan mencurahkan kepada istri saya betapa ia begitu mencemaskan saya.

Merupakan hal yang alami jika anak-anak memperhatikan orang tua mereka, tetapi di ranah kejiwaan hal itu sebenarnya “cukup berbahaya”. Anak-anak kecil memiliki jiwa yang masih suci, dan karena itu dapat dengan mudah menyerap energi di sekitarnya, terutama dari orang tuanya. Ini seperti kita, orang dewasa, yang dalam proses Latihan yang telah berlangsung lama, menjadikan kita seperti anak kecil—memiliki jiwa yang suci dan membuat kepekaan rasa kita menjadi kuat dan tajam.

Hari ini, 2 Januari 2024, saat saya, putri saya dan istri saya bercengkerama di ruang tamu rumah kami, saya lontarkan kepada istri saya mengenai penerimaan saya dalam Latihan pada 26 Desember 2023 bahwa kemungkinan besar Nuansa (putri saya) menjadi sakit karena menyerap energi saya. Ternyata istri saya, yang juga anggota Subud, menerima pengertian yang sama ketika menemani anak kami di rumah sakit.

Dan saya kemudian teringat pengalaman pada 29 September 2023 lalu, dimana putri saya dirawat di rumah sakit karena demam tinggi dan sempat mengalami kejang. Dalam keadaan diri yang cemas, saya memohon kepada Tuhan agar penyakit putri saya dipindahkan saja ke saya, dan itulah yang menjadi kenyataan: Ketika sampai di rumah, saya mengalami demam tinggi sampai mengigau, dan beberapa jam kemudian istri saya mengabari via WhatsApp bahwa pada saat yang hampir bersamaan demam putri saya menurun! Dengan bercanda, istri saya mengatakan, ketika kami mengobrol pada 2 Januari ini, “Bodoh sekali kamu mintanya itu. Kalau aku, aku berdoa minta diberi kekuatan agar bisa menjaga Nuansa dengan sebaik-baiknya. Makanya aku tetap kuat selama menjagai dia di rumah sakit.”

Bagaimanapun, pengalaman ini membuat saya bersyukur, karena memberi bukti bahwa Latihan memperkuat konektivitas kita dengan keluarga kita (maupun siapapun dalam pergaulan sosial kita) dalam suatu keharmonisan yang teguh. Itu membuat saya, istri saya dan putri saya serasa sebagai entitas tunggal.©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 2 Januari 2024

No comments: