DIINGATKAN oleh Facebook, tanggal 16 Januari 30 tahun yang lalu, saya pertama kali bertemu muka langsung dengan pemilik nama Erna Ratnaningsih atau Nana Robert, di kediaman orang tuanya di kompleks TNI AL, Jl. Ikan Mungsing VI, Surabaya, Jawa Timur.
Pada 15 Januari 1994, bertepatan dengan Hari Dharma Samudra, saya dan yunior saya di Jurusan SejarahFakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI), Didik Pradjoko (sekarang bergelar doktor dan menjadi dosen di almamaternya), meluncur naik KA Gaya Baru Malam Utara dari Stasiun Pasarsenen dengan tujuan Stasiun Surabaya Pasarturi. Hari itu, pertama kalinya saya ke Surabaya, bahkan ke Jawa Timur. Karena tidak punya famili dan bingung mau menginap di mana, saya sempat menanyakan satu per satu teman saya di Jurusan Sejarah FSUI, siapa kiranya yang asal Surabaya. Tersebutlah Didik, Sejarah angkatan 1988, yang arek Pacarkeling.
Maka, begitu sampai di Surabaya pada 16 Januari pagi, saya menginap di rumah sepupunya Didik di Jojoran. Saking sudah ngebetnya ingin bertemu dengan gadis pujaan, saya mendesak Didik untuk ke rumahnya pada sore harinya.
Pertama-tama, kami ke rumah orang tuanya Yola (Josephien Jolanda) di Jl. Bhaskara Sari, Mulyorejo, Surabaya. Yola adalah sahabat pena saya, melalui dialah saya berkenalan dengan Nana yang kemudian menjadi sahabat pena juga. Mereka sekampus, kuliah di Jurusan Humas, Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Surabaya. Hingga saya menginjakkan kaki di Kota Pahlawan, saya dan Nana hanya berteman biasa, tapi di benak saya, saya sudah menyusun rencana untuk mengungkapkan isi hati.
Saya dan Didik mendapat info dari kakaknya Yola bahwa ia sedang bermain boling di Wijaya Shopping Centre (kini sudah tiada). Bertemu Yola di Wijaya, kami berempat (saya, Didik, Yola dan saudara kembarnya) lantas pergi ke kawasan yang terkenal dengan lokasi kampus Akademi Angkatan Laut (AAL) dan Komando Pendidikan TNI Angkatan Laut atau Kodikal (sekarang bernama Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan danLatihan TNI Angkatan Laut/Kodiklatal), Bumimoro, di Krembangan, Surabaya Utara, di mana rumah orang tuanya Nana berada.
Jantung saya berdebar tak karuan saat menanti Nana muncul di ruang tamu. Ia pun akhirnya muncul. Rambutnya masih lurus dan panjang hingga pinggang. Saya canggung menghadapi gadis cantik itu. Tapi akhirnya kami bisa mengobrol dengan leluasa.
Singkat cerita, kami resmi pacaran mulai 29 Januari 1994. Nana menjawab “ya” via telepon, karena setelah saya menyatakan isi hati pada 22 Januari dia minta waktu, sedangkan 23 Januari siang saya sudah meluncur balik ke Jakarta, menumpang KA Gaya Baru Malam Selatan.
Selama tiga tahun dan
delapan bulan berpacaran secara long distance relationship (LDR) dengan Nana, KA Jayabaya Selatan menjadi
kendaraan saya ngapel doi. Ketemuan 16 kali dalam tiga tahun dan
delapan bulan. Ketika menikah, di dia ada 144 pucuk surat dari saya, sedangkan
saya menerima 142 pucuk surat dari dia.©2024
Pondok
Cabe, Tangerang Selatan, 16 Januari 2024
No comments:
Post a Comment