Tuesday, December 4, 2018

Sinterklaas Bukan Santa Claus

Saya berdiri berhadapan dengan Sinterklaas, yang membacakan surat yang saya kirim kepadanya. Dalam surat tersebut, saya bertanya apakah Sinterklaas punya ayah dan ibu. Foto ini dibuat pada Sinterklaasdag (Hari Sinterklaas), 5 Desember 1974. Saat itu, saya kelas 1 SD di Diamanthorst Lagere Basisschool, 
Mariahoeve, Den Haag, Belanda.

DI Belanda, sudah merupakan tradisi setiap tanggal 5 Desember dirayakan Hari Sinterklaas. Tokoh Sinterklaas berbeda dengan Santa Claus yang datang pada hari Natal. Sinterklaas merupakan tokoh yang benar-benar ada, bukaan rekaan. Ia dilegendakan oleh masyarakat, yang bersumber pada Santo Nikolas, santo pelindung anak-anak. Nama lain untuk tokoh ini termasuk De Sint (“Santo”), De Goede Sint (“Santo Baik”), dan De Goed Heiligman (“Orang Suci yang Baik”) dalam bahasa Belanda; Saint Nicolas dalam bahasa Prancis; Sinteklaas di Westerlauwers Fries (provinsi Friesland di Belanda); Sinterklaos di Limburg; Saint-Nikloi dalam bahasa West Flemish; dan Kleeschen atau Zinniklos di Luksemburg.

Masih terpatri di ingatan saya, pesan guru saya di sekolah Belanda tersebut, agar sebelum tidur di malam hari saya menyiapkan sepatu saya yang telah diisi dengan rumput dan segelas air di sebelah sepatu saya, yang saya letakkan di bawah tempat tidur. Rumput dan air itu untuk kuda putih yang ditunggangi Sinterklaas yang datang ketika anak-anak sedang tidur, bersama Zwarte Piet (Piet Hitam), sosok orang berkulit hitam yang memikul karung goni besar berisi aneka hadiah dan menenteng sapu lidi. Hadiah itu akan diletakkan di sebelah sepatu yang ditaruh anak-anak di bawah ranjang mereka, bagi anak-anak yang sepanjang tahun berbuat baik, tidak nakal; sedangkan sapu lidi dipakai Zwarte Piet buat memukul anak-anak yang berkelakuan tidak baik dan malas.

Tokoh Sinterklaas dipercaya anak-anak Belanda, Belgia, Prancis, Luksemburg dan sekitarnya berasal dari Spanyol, yang datang ke negara mereka menumpang kapal. Karena itu, salah satu lagu Sinterklaas dalam bahasa Belanda yang paling dikenal berlirik: “Zie ginds komt de stoomboot uit Spanje weer aan | Hij brengt ons Sint Nicolaas, ik zie hem al staan | Hoe huppelt zijn paardje het dek op en neer, hoe waaien de wimpels al heen en al weer.” (Lihatlah kapal uap di sana datang lagi dari Spanyol | Dia membawa kita Santo Nikolas, aku sudah bisa melihatnya | Kudanya melompat-lompat di atas dek, dan panji-panji berkibar.)

Sosok Sinterklaas ini didasarkan pada tokoh bersejarah Santo Nikolas (270-343 Masehi), seorang uskup Yunani asal Myra dari negeri yang sekarang disebut Turki. Lantas, mengapa dalam lagu di atas disebutkan ia berasal dari Spanyol? Kemungkinan karena pada tahun 1087, sebagian dari relik-relik Santo Nikolas diangkut ke kota Bari di Italia, yang kelak menjadi bagian dari Kerajaan Napoli Spanyol. Ada juga pendapat bahwa jeruk mandarin, yang secara tradisional merupakan hadiah dari Santo Nikolas, membuat dirinya dikira berasal dari Spanyol.

Sinterklaas digambarkan sebagai pria yang tua, berwibawa, dan serius, berambut dan berjenggot panjang. Ia mengenakan jubah merah dan tongkat gembala keemasan dengan bagian atasnya melengkung indah. Ia mengendarai kuda putih, yang di Belanda dinamai Amerigo, dan di Belgia “Slecht Weer Vandaag” (Cuaca Buruk Hari Ini). Sinterklaas membawa sebuah buku besar berwarna merah yang di dalamnya dituliskan apakah seorang anak berkelakuan baik atau buruk pada di sepanjang tahun.

Sinterklaas kabarnya merupakan sumber utama dari ikon Natal Santa Claus yang demikian populer di Barat, terutama Amerika Serikat dan Kanada, tetapi telah mengalami banyak pengurangan atribut asalnya, seperti kuda putih, Piet Hitam, Spanyol, kapal uap, dan bahkan busana ala Santo Nikolas. Di Indonesia, salah kaprah terbesar terjadi, dengan menamai ikon Natal Santa Claus sebagai Sinterklaas, dan menghadirkan Piet Hitam dengan karung goni penuh hadiah.©2018


Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 5 Desember 2018

No comments: