Friday, December 21, 2018

Tuhan Bukan Bankir

Gerai Emax di Jl. Kemang Raya, Jakarta Selatan.
Di sinilah pada tahun 2009 saya mendapat keajaiban ilahiah.

JUDUL tulisan ini terinspirasi oleh versi bahasa Inggrisnya dari ceramah Bapak Muhammad Subuh yang dipetik Rahman Connelly dan Bradford Temple dalam buku Human Enterprise: Compiled from the Talks and Writings of Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo (1995). Dalam buku itu saya baca bahwa Bapak Subuh menasihati anggota SUBUD agar jangan berdoa meminta uang kepada Tuhan, karena Tuhan bukan bankir, bukan pemilik bank. Pada saat saya membaca bagian itu, saya tidak mengerti maksudnya. Pengertian baru saya peroleh setelah mendapat pengalaman berikut ini.

Tahun 2009, saya ingin memiliki sebuah komputer portabel yang dirilis Apple Inc., yaitu MacBook. Terserah saya mau dibilang terpengaruh daya benda atau sok branded; saya ingin memiliki MacBook. Bukan soal gengsi yang ditawarkannya, tetapi lebih pada pengalaman menggunakan sebuah sistem komputer yang berbasis Mac OS (Macintosh Operating Systems), yang berbeda dengan Windows yang biasa saya pakai. Banyak pula program di dalamnya yang menunjang pekerjaan saya di bidang kreatif.

Dorongan yang begitu kuat untuk memiliki sebuah MacBook membuat saya menempelkan gambar laptop tersebut di dinding kamar saya, yang saya pandangi setiap hari sambil berucap dengan suara pelan: “Kamu akan menjadi milikku, lihat saja!” Dan saya juga berdoa, “Ya Tuhan, berilah aku pekerjaan freelance dengan honor yang bisa aku pakai untuk membeli MacBook.”

Saya berdoa “minta pekerjaan”, bukan “minta uang”, karena jauh sebelumnya saya telah membaca buku Human Enterprise. Saya membatin, “Baiklah, Tuhan, Engkau bukan bankir, makanya aku nggak minta duit. Aku minta pekerjaan aja, yang honornya bisa aku pakai buat membeli yang aku inginkan.” Saat itu, harga sebuah MacBook masih Rp 13 jutaan.

Tidak lama setelah berdoa, saya ditelepon seseorang, seorang account manager dari sebuah butik kreatif yang mendapatkan proyek pembuatan laporan tahunan (annual report) dan membutuhkan seorang copywriter yang berpengalaman menulis laporan tahunan. Lebih disukai yang pernah memenangkan penghargaan Annual Report Award atau ARA (kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh Bapepam-LK (kini Otoritas Jasa Keuangan) untuk menilai kualitas penyajian informasi dalam Laporan Tahunan sebuah perusahaan). Laporan Tahunan PT Pupuk Kalimantan Timur yang saya tulis naskahnya tahun 2008 meraih posisi kedua dalam ARA tahun itu untuk kategori perusahaan non-Tbk. Saya terima tawaran dari sang account manager untuk menulis naskah laporan tahunan dari kliennya, sebuah perusahaan pertambangan batu bara.

Honor yang saya ajukan, Rp 15.000.000, ditawar menjadi Rp 9.ooo.ooo. Walaupun saya terima, tetapi saya mengeluh kepada Tuhan: “Bagaimana aku bisa membeli MacBook kalau honorku di bawah harganya?” Saya menerima dalam ketenangan rasa diri saya kemudian, bahwa saya harus menjalaninya saja dulu, tanpa perasaan kecewa atau ogah-ogahan. “Nanti kamu akan tahu kenyataannya,” kata suara batin saya. Singkat cerita, laporan tahunan itu pun saya kerjakan dengan sungguh-sungguh selama lebih dari sebulan, dan saya menerima honor sebagaimana yang ditawarkan.

Pada suatu hari, tidak lama setelah honor tersebut ditransfer ke rekening saya, istri saya mengajak saya ke gerai Kemang dari Emax, yang merupakan Apple Premium Reseller. Ujar istri saya, “Biar kamu bisa merasakan dulu gimana rasanya memakai MacBook.” Saya terima ajakannya, dan pergilah kami berdua ke Emax Kemang, Jakarta Selatan. Saat itu, malam Minggu. Tidak terpikir sama sekali untuk membelinya malam itu juga, karena jumlah nominal uang saya masih belum mencapai harga yang ditawarkan. Ternyata, sedang ada diskon untuk semua produk Apple di Emax Kemang, yang berlaku hanya pada malam itu. Harga MacBook yang saya inginkan, dengan diskon tersebut turun menjadi Rp 8.450.000. Saya dan istri saling menatap. Mata saya berbinar-binar dan diri saya diselimuti semangat yang meletup-letup. Istri saya pun berkata, “Kita beli sekarang, gimana?”

Kami pun membahasnya dengan pramuniaga Emax Kemang. Masalahnya, kami tidak membawa uang tunai sebanyak itu. Kami harus ke ATM dulu, dan ATM dalam sekali tarik hanya dibatasi maksimal Rp 5 juta. Kami merasa mendapat mukjizat ketika pramuniaga Emax Kemang berkata dengan berbisik, “Bagaimana kalau sisanya besok? Malam ini Bapak-Ibu setor lima juta, sisanya tiga juta empat ratus lima puluh besok, sekalian bawa barangnya. Hanya kita kasih tawaran ke Bapak-Ibu aja. Bapak-Ibu nggak usah kasih tahu yang lain.”

Tentu saja, saya dan istri setuju dengan tawaran itu. Dengan ledakan kesukacitaan di dalam diri kami, saya dan istri bergegas ke ATM Mandiri terdekat, dan menarik uang tunai senilai Rp 5.000.000. Lalu, kami kembali ke Emax Kemang. Kami bayarkan uang tersebut ke kasir disertai catatan dari si pramuniaga kepada kasir, bahwa itu spesial untuk kami. Keesokan harinya, siang hari, usai Latihan Kejiwaan di Wisma SUBUD Cilandak, saya dan istri kembali ke Emax Kemang untuk membayar sisanya. Sebuah MacBook baru pun saya tenteng pulang.

Dari pengalaman tersebut, saya mendapat pengertian mengapa Tuhan tidak usah dimintai uang, karena cara Dia bekerja untuk memenuhi keinginan kita sama sekali berbeda dengan yang kita pikirkan. Bahkan, bila Tuhan menghendaki, yang kita inginkan dapat kita peroleh tanpa mengeluarkan ongkos sama sekali. Tuhan tidak memberi kita uang, karena uang adalah ciptaan makhlukNya, sebagai sarana untuk memudahkan dan menertibkan tatacara pertukaran barang dalam kehidupan di dunia. Uang adalah benda ciptaan manusia yang diberi nilai oleh akal pikir kita. Dia, sebaliknya, memberi kita jalan dan bimbingan agar kita mampu melalui jalan itu, salah satunya berupa keajaiban yang saya dan istri terima dari tawaran spesial dari si pramuniaga.

Sejak mengalami keajaiban ilahiah lewat pembelian sebuah MacBook, mulailah saya mengubah cara saya berdoa memohon sesuatu kepada Tuhan. Saya sampaikan saja apa yang saya inginkan. Umpamanya saya ingin memiliki rumah, saya mohon kepada Tuhan: “Tuhan, aku ingin rumah di mana aku dan keluargaku dapat memperoleh kenyamanan dan keteduhan. Bantulah aku dalam memperolehnya.” Tidak lagi diembel-embeli “perantaraan” seperti uang atau kemampuan fisik dari sisi saya. Tetapi yang pasti, harus dengan perasaan sabar, tawakal, dan ikhlas terhadap bimbinganNya.©2018



Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 22 Desember 2018

No comments: