Saturday, December 1, 2018

Ikhlas—Ilmu yang Tidak Ada Teorinya


SAYA ingin berbagi pengalaman kemarin (Jumat, 30 November 2018) saat menjenguk ipar saya di Pamulang, Tangerang Selatan. Ipar saya, yang adalah suami dari sepupu saya, menderita kanker nasofaring stadium akhir, yang dirawat di rumah, karena dokter sudah angkat tangan.

Semalam, ketika sudah hendak pulang, saya bilang ke Esta (bukan nama sebenarnya), sepupu saya, bahwa bagi saya sulit untuk menasihati keluarga yang sedang berduka agar sabar dan ikhlas, karena saya tahu hal itu tidak mudah, dan saya tidak berada di posisi dia.

“Karena itu, Es, saya ceritain aja ya, kalau pelajaran berserah diri saya yang pertama adalah di tahun 1996, waktu Mama (begitu saya memanggil ibu saya) dirawat di ruang ICU di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dokter kasih saya dua pilihan yang sulit, tapi saya harus memilih. Tante P dan Tante N, yang seingat saya hadir waktu itu, bilang agar saya ikhlaskan. Kamu tahu, Es, meskipun ikhlas diajarkan oleh agama, tapi latihan real-nya kan nggak pernah dikasih sama semua guru ngaji yang pernah ngajarin saya.

Makanya, waktu saya masuk SUBUD, ditanya: ‘Sampeyan tahu, apa itu berserah diri?’ Saya bilang, ‘Saya nggak tahu, tapi saya mendapat pelajaran berserah diri, waktu Ibu saya sedang koma dan saya harus memilih di antara dua pilihan yang sama-sama sulit.’

Saya pun menjauh dari orang-orang yang ngumpul di luar ruang ICU Mama dan saya menyendiri di satu sudut di RSCM. Saya mohon pada Tuhan, ‘Ya Allah, berilah aku petunjuk bagaimana aku harus ikhlas.’ Saat itulah, saya seperti mendengar suara batin yang bilang: ‘Apa pun yang kamu pilih, itulah yang terbaik bagi Mama. Dan jangan kamu sesali, karena Allah Maha Tahu apa yang ada di hatimu.’.”

Esta tampak menahan tangis (karena tidak mau kelihatan oleh putri sulungnya). Dia lalu bilang, semua tindakan perawatan Sola (bukan nama sebenarnya), suaminya, adalah pilihan dia dan Sola, sehingga apa pun yang terjadi dia tidak akan menyesali dan berharap semua orang tidak menyalahkan dia atas pilihan-pilihannya. Esta dan Sola sudah tahu risikonya, tapi mereka berjuang untuk yang terbaik.

Puji Tuhan, cerita saya ternyata bermanfaat, daripada memberi saran atau nasihat terkait suatu keadaan yang saya sendiri belum pernah mengalaminya.©2018


Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan II, 1 Desember 2018

No comments: