Saturday, December 29, 2018

Orang Biasa

Saya bersama istri dan putri kami saat menikmati kebersamaan di sebuah restoran di Aeon Mall BSD City,
29 Desember 2018.


SEANDAINYA SUBUD itu agama, maka itulah agama saya. Tetapi, SUBUD bukan agama, bukan pula aliran kepercayaan; sifatnya adalah Latihan Kejiwaan yang menjadi bakti tiap anggota SUBUD kepada Tuhan Yang Maha Esa. SUBUD Indonesia beranggotakan orang-orang yang telah memeluk salah satu dari agama-agama yang diakui negara. Di luar negeri, terutama di dunia Barat yang liberal, berbeda lagi keadaannya; anggota SUBUD tidak wajib memeluk agama. Tidak sedikit orang berlatarbelakang ateisme yang masuk SUBUD di Amerika dan Eropa.

Nyatanya, bimbingan yang saya terima dari Latihan Kejiwaan yang saya lakukan tiga-empat kali dalam seminggu itu benar-benar menjadi pedoman hidup saya. Kalau begitu, apa bedanya dengan agama? Bedanya, SUBUD tidak mengenal ajaran yang dogmatis, doktrin, pelajaran, atau kajian teoritis yang hanya memuaskan akal pikir, sebagaimana yang terdapat dalam agama-agama. Latihan Kejiwaan menjalinkan kontak antara saya dengan zat kekuasaan Tuhan, dan daya dari kontak ini membimbing saya dalam segala aspek kehidupan saya.

Saya melakukan Latihan Kejiwaan itu tiga sampai empat kali dalam seminggu, yaitu tiap Senin malam, Kamis malam, dan Minggu siang di Wisma SUBUD Cilandak, serta tiap Jumat malam di Tebet Mas, di rumah seorang pembantu pelatih. Seorang anggota SUBUD memang dianjurkan untuk melakukan Latihan Kejiwaan minimal dua kali dalam seminggu. Hal itu agar kontak dengan zat kekuasaan Tuhan tetap terpelihara dan stabil. Kontak ini membuat seorang anggota dapat terkoneksi dengan jiwanya yang sejak awal penciptaan selalu dalam keadaan sabar, tawakal, dan ikhlas.

Di luar hari-hari Latihan Kejiwaan bersama saudara-saudara SUBUD di hall Latihan Kejiwaan, saya adalah seorang suami bagi istri saya yang juga anggota SUBUD dan ayah bagi putri saya yang bernama Nuansa Biru Oceania. Pekerjaan saya adalah konsultan penjenamaan (branding), copywriter, memetisis, dan perencana strategis untuk pengembangan merek (brand-building) di perusahaan yang saya dirikan dan jalankan bersama istri saya, yang bernama LI9HT—The Ideas Company. Semua jenis pekerjaan yang saya lakukan, apakah di depan komputer, ketika berhadapan dengan klien, atau saat blusukan ke berbagai tempat yang dikehendaki klien, tidak memutuskan kontak saya dengan bimbingan ilahiah tersebut.

Demikian pula dalam interaksi saya dengan istri dan anak saya. Saya merasakan energi bimbingan terus-menerus dalam semua kegiatan saya. Bagi saya, semua yang saya lakukan maupun yang saya alami sehari-hari merupakan sujud atau bakti saya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada waktu-waktu khusus bagi seorang anggota SUBUD untuk berbakti kepada Tuhan; "rumah ibadah" saya adalah di mana saja saya menginjakkan kaki saya.

Dari lahiriah saya, tidak ada yang tahu bahwa saya sedang "beribadah" terus-menerus. Saya tidak mengenakan atribut-atribut yang menegaskan keterkaitan saya dengan agama atau kepercayaan tertentu. SUBUD memiliki lambang tujuh lingkaran berjari-jari tujuh, tetapi itu hanya identifikasi semata dari perkumpulan persaudaraan kejiwaan SUBUD, bukan sarana pelengkap kebaktian anggota. Yang tahu bahwa saya sedang beribadah hanyalah saya sendiri dan Tuhan. Bukan dengan gerakan-gerakan tubuh yang diatur sedemikian rupa, melainkan dengan segala gerak hidup yang tertuntun Latihan Kejiwaan, yang dalam bahasa SUBUD disebut "enterprise".

Sebagai anggota SUBUD saya tergolong aktif bergaul dengan sesama saudara SUBUD, utamanya di lingkungan Wisma SUBUD atau di kelompok Latihan Kejiwaan. Saat berkumpul, saya dan saudara-saudara sejiwa mengobrol santai, meskipun isi obrolannya serius dengan bahasan seputar pengalaman kejiwaan saya dan setiap saudara sejiwa saya, tetapi topik-topik non kejiwaan juga kami obrolkan, seperti perkembangan politik dalam negeri dan naik-turunnya nilai rupiah terhadap dolar. 

Ketika waktunya tiba, saya dan saudara-saudara SUBUD saya memasuki hall untuk melakukan Latihan Kejiwaan bersama, dengan atau tanpa pendampingan seorang pembantu pelatih. Waktu Latihan Kejiwaan adalah kapan saja sekelompok anggota merasakan dorongan di dalam dirinya masing-masing untuk melakukannya. Bagi anggota baru yang belum bisa menerima "waktu yang tepat untuk Latihan Kejiwaan" dapat melakukannya sesuai jam-jam yang telah ditetapkan di masing-masing cabang SUBUD. Di Hall Latihan Kejiwaan Jakarta Selatan di Jl. RS Fatmawati No. 52, Jakarta Selatan, atau yang dikenal sebagai Wisma SUBUD Cilandak, waktu Latihan Kejiwaan bagi pria adalah pukul 19.00-23.00 WIB di hari Senin dan Kamis, serta pukul 11.30-15.00 WIB di hari Minggu. Juga tersedia jadwal Latihan Kejiwaan di hari Selasa pagi hingga siang.

Selesai Latihan Kejiwaan yang berlangsung selama setengah hingga satu jam atau lebih, saya dan saudara-saudara sejiwa yang berlatih kejiwaan bersama saya dan pembantu pelatih yang mendampingi kembali nongkrong di teras hall. Ada juga yang langsung pamit untuk pulang, terutama di Senin dan Kamis malam, biasanya karena rumah mereka jauh.

Saya dan saudara-saudara sejiwa biasa nongkrong di teras timur Hall Cilandak. Kami mengobrolkan hal-hal yang tergolong duniawi, ditemani kopi, rokok, dan kue-kue, layaknya di warung kopi. Pemandangan yang sangat biasa, yang akan mengernyitkan kening orang yang terbiasa bergaul di lingkungan spiritual lainnya atau agama. Karena sesungguhnya anggota SUBUD itu memang orang biasa. Orang biasa yang dimurahi Tuhan, kata Bapak Subuh.©2018



Krispy Kreme Cafe, Aeon Mall BSD City, Tangerang Selatan, 29 Desember 2018


No comments: