Sunday, December 10, 2023

Perjalanan Kejiwaan

SAYA ingat beberapa anggota Subud di Barat yang suka merokok merek rokok kretek Indonesia Djarum Super (atau Jarum menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan). Nama merek ini mengundang keisengan untuk menjadikannya singkatan dari “JArang di RUMah, SUka PERgi”.

Kepanjangan dari Djarum Super ini nyatanya mewakili semangat sejumlah anggota di Indonesia, termasuk saya yang gemar jalan-jalan ke cabang-cabang di seluruh negeri selama beberapa hari, bahkan beberapa minggu atau bulan.

Apa yang terjadi selama perjalanan-perjalanan ini?

Seperti yang sering saya alami, kami menginap di wisma-wisma Subud, mengadakan gathering nonformal selama berjam-jam (terkadang begadang semalaman), berbagi pengalaman saat Latihan, menyantap makanan yang terus-menerus disajikan oleh anggota setempat, yang ternyata sangat bersyukur dengan kunjungan saudara-saudaranya dari daerah lain.

Momen-momen seperti ini menghidupkan dan menggelorakan rasa perasaan kita, memperkuat hubungan jiwa-ke-jiwa kita, yang tentu saja memperkuat kerukunan.

Tak jarang peserta perjalanan kejiwaan ini awalnya merasa ragu saat diajak pergi jauh. Keraguan tersebut biasanya didasari oleh pemikiran bahwa mereka harus bekerja, tidak dapat mengambil cuti dari kantor, atau tidak akan diperbolehkan oleh keluarganya. Ada seorang pembantu pelatih pria di Cabang Jakarta Selatan yang selalu berseru dengan nada percaya diri “Berangkat!” setiap kali saya mengusulkan untuk mengunjungi cabang-cabang yang jauh di luar kota Jakarta. Dan jika dialah yang bertanya, dan saya perlu waktu untuk berpikir, dia akan berkata, “Jangan dipikirkan! Lakukan saja!”

Dan jika saya menuruti ajakannya, pada akhirnya saya akan menyaksikan bagaimana Yang Maha Kuasa mengatur agar segala sesuatunya berjalan lancar dan mudah!

Salah satu undangan dari pembantu pelatih tersebut, pada bulan September 2017, membuat istri saya sangat marah sehingga dia menolak memberi saya uang untuk membiayai perjalanan enam hari saya ke dua cabang di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Uang yang ada di dompet saya saat itu hanya Rp100.000. Namun saya pasrah saja pada kehendakNya dan tetap melakukan perjalanan itu.

Kemarahan istri saya disebabkan oleh kenyataan bahwa saya mempunyai tenggat waktu pekerjaan yang ketat. Karena istri saya juga anggota Subud, sebagai alasan saya hanya berkata, “Saya merasa ini adalah penerimaan yang harus saya jalani. Untuk sampai pada kebenaran, bukankah kita harus membuktikannya dengan melakukannya?” Istri saya tidak berkata apa-apa dan membiarkan saya pergi.

Keajaiban mulai terjadi ketika mobil yang kami tumpangi memasuki Purwokerto, sebuah kota kecil di kaki Gunung Slamet, gunung tertinggi di provinsi Jawa Tengah. Seorang pembantu pelatih dari Cabang Bogor mengirimi saya pesan WhatsApp menanyakan apakah ongkos saya cukup. Dia kemudian mentransfer Rp2.000.000 ke rekening bank saya. Saya berencana menggunakan uang itu untuk membayar penginapan di Yogyakarta keesokan harinya.

Namun ketika saya menelepon seorang pembantu pelatih dari Cabang Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk menanyakan alamat penginapan murah, dia justru menegur saya dengan keras, “Sampeyan bukan saudaraku jika sampeyan menolak permintaanku untuk sampeyan menginap di tempatku! Tidak perlu membayar!”

Selama tiga hari di Yogyakarta saya benar-benar terhibur. Makanan tidak pernah berhenti disajikan. Saya juga diajak oleh para pembantu pelatih dan anggota setempat untuk mengunjungi cabang-cabang di Temanggung (Jawa Tengah) dan di Kota Yogya, sambil menikmati indahnya pemandangan sepanjang perjalanan, dan selama di dalam mobil kami berbagi berbagai cerita tentang kehidupan kami dengan bimbingan dari Latihan.

Yang membuat saya terheran-heran, entah bagaimana, selama perjalanan saya bisa menyelesaikan pekerjaan saya (hanya dengan memanfaatkan smartphone saya) yang tenggat waktunya adalah sehari setelah saya pulang ke rumah, dan klien saya merasa puas dengan hasilnya.

Saya sulit percaya bahwa kehidupan Subud saya begitu menyenangkan, meskipun saya menghadapi berbagai masalah dan tantangan setiap hari. Fakta ini justru memperkuat daya tahan saya. Hal itulah yang membuat saya makin mencintai Subud dan tak henti-hentinya berterima kasih kepada Bapak yang telah mewariskan Latihan Kejiwaan kepada umat manusia.©2023

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 11 Desember 2023 









No comments: