Friday, March 13, 2009

Pentingnya Integritas


"Integritas tanpa pengetahuan adalah lemah dan sia-sia, dan pengetahuan tanpa integritas adalah berbahaya dan mengerikan."
—Samuel Johnson (1709-1784)



Beberapa minggu yang lalu, saya bercerita pada salah seorang saudara Subud saya tentang betapa sibuknya saya dengan proyek-proyek yang sedang saya kerjakan. Saya ingin sekali melepas salah satunya, atau salah duanya, tetapi ada rasa khawatir pada diri saya, bilamana hal itu malah membuat saya kehilangan rezeki. Saya ingin bersikap realistis: tak mungkin saya tangani sendiri proyek-proyek tersebut, apalagi tenggat waktunya acapkali hampir bersamaan.

Saudara Subud saya, yang pernah berkarir cukup lama di dunia periklanan, itu memberi masukan: “Kita seringkali tidak mau jujur pada diri sendiri maupun pada orang lain. Potensi dan kemampuan kamu tidak diragukan lagi, tapi yang lebih utama adalah apakah kamu berani jujur mengatakan ‘tidak’ pada klien-klien kamu? Kebanyakan kita tidak berani, lho. Selain takut kehilangan rezeki – padahal rezeki datangnya dari Tuhan – juga takut dianggap kita tidak mampu.” Keberanian dan kejujuran itulah yang membentuk kata ‘integritas’.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 1996, ‘integritas’ berarti ‘mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan’. Integritas adalah satu kata yang mencakup sejumlah nilai yang kita pegang teguh, dan menjadi pedoman bagi tindakan kita. Dalam melaksanakan pekerjaan saya, misalnya, saya berpegang pada nilai-nilai kreativitas, profesionalisme, kualitas, dan kejujuran. Keempat nilai tersebut memberi bentuk pada integritas saya selaku seorang copywriter. Saya pun menuntut hal yang sama dari mitra-mitra kerja serta klien-klien saya, sebab walaupun klien yang membayar saya, bukan berarti mereka berhak memperlakukan saya seenaknya.

Kata-kata yang diucapkan saudara Subud saya itu terngiang-ngiang kembali ketika kini saya direpotkan oleh proyek annual report (annual repot atau repot tahunan, kata para copywriter dan art director memplesetkannya) dari PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITM), sebuah perusahaan pertambangan batubara yang persentase terbesar sahamnya dimiliki Thailand. Jadwal kerja yang tidak teratur (bahkan melanggar ketentuan lini waktu yang sudah disepakati), perbuatan klien yang mengganti waktu dan tempat pertemuan seenaknya – seolah saya tidak punya urusan dan jadwal lain, ketidakmengertian klien terhadap sejumlah ketentuan ARA (Annual Report Award), serta sikap tidak professional dari tim komunikasi korporatnya (mereka merevisi hasil tulisan saya bersama-sama saya, tetapi begitu disalahkan atasannya mereka menimpakannya ke saya, seolah itu kesalahan saya semata).

Integritas merupakan salah satu dari empat nilai (selain ‘inovasi’, ‘sinergi’ dan ‘peduli’) yang membentuk norma dan etika dari perusahaan yang sejak tahun 2007 tercatat di Bursa Efek Indonesia itu, namun dalam proyek laporan tahunan sekarang ini justru oknum-oknum komunikasi korporatnya tidak dapat menunjukkan integritas sama sekali. Coba lihat, penjabaran nilai ‘integritas’ ITM, seperti tercantum dalam laporan tahunannya, berikut ini: “Setiap orang diharapkan memiliki etika, bersikap jujur dan terbuka. Mereka dapat dipercaya dan memegang teguh komitmen, disiplin, pantang menyerah serta mempunyai integritas tinggi.” Bagaimana bisa diharapkan publik percaya dengan apa yang dikomunikasikan di dalam laporan tahunannya, jika tindak-tanduk karyawan perusahaan bersangkutan tidak mencerminkannya?! (Nyatanya, tidak selamanya apa yang dijabarkan di dalam annual report, utamanya menyangkut budaya perusahaan dan tata kelola perusahaan (good corporate governance), benar-benar diterapkan.)

Saya sempat menjadi sangat marah atas sikap klien yang sebenarnya meruntuhkan integritas mereka sendiri itu. Lalu, di titik didih, suara saudara Subud itu menggema di benak saya: “…Tapi yang lebih utama adalah apakah kamu berani jujur mengatakan ‘tidak’ pada klien-klien kamu?” Suara itu memperteguh pendirian saya untuk menegakkan integritas saya. Percuma saya marah-marah di belakang, toh klien atau agency yang mempergunakan jasa saya tidak mengetahuinya – serta tidak akan mengubah apa pun. Saya harus berani mengatakan ‘tidak’! Bila perlu, saya mundur dari pengerjaan proyek itu atau kontrak saya dibatalkan saja. Biarlah klien mencari copywriter lain yang sama-sama tidak punya integritas.

Ketakutan akan kehilangan sesuatu yang berharga biasanya yang mendorong seseorang untuk mengorbankan integritasnya. Khawatir tidak mendapat upah atau terancam di-PHK acap membuat pekerja mengabaikan integritas pribadinya, dan ‘bersedia’ diperlakukan semena-mena. Cemas bilamana suami tidak akan mencintainya lagi, istri akan menanggalkan integritasnya dan bersikap pura-pura. Integritas tak jarang dinomorduakan apabila sebuah perusahaan terancam kehilangan order atau keuntungan dikarenakan menolak melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip integritasnya – biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan ‘rindu order’.

Kepalsuan merajalela karena kita cenderung membiarkan integritas kita terkikis akibat situasi dan kondisi yang muncul bertentangan dengan keinginan kita. Kebanyakan kita tidak percaya diri, serta tidak yakin Tuhan akan memberikan pertolongan. Padahal integritas hanya dapat diperkokoh oleh landasan iman dan takwa yang kuat, serta keyakinan yang teguh akan potensi dan kemampuan kita. Para nabi dan utusan Tuhan menjadi pribadi-pribadi yang memancarkan kewibawaan, dihormati seluruh umat manusia, serta memiliki kesaktian yang mencengangkan juga berkat integritas mereka yang teguh. Melalui mereka saja, kita bisa saksikan langsung pentingnya arti integritas.©

No comments: