Friday, March 13, 2009

Sistem Peringatan Dini


"Banyak dari kita yang pernah mendengar peluang mengetuk pintu kita, tetapi pada saat kita melepas rantainya, membuka grendelnya, memutar kuncinya, dan mematikan alarm anti-maling -- peluang itu sudah pergi."
Anonim


Kita sering mendengar, dan selalu saja dikatakan, bahwa manusia lebih tinggi derajatnya daripada hewan, semata karena manusia berakal, sedangkan hewan bersandar pada nalurinya. Namun, dalam praktiknya, hewan tidak bisa bertahan hidup jika ia tidak mempergunakan nalurinya, sementara manusia acapkali mengabaikan akalnya. Bagi hewan, tidak penting jika dirinya disejajarkan dengan manusia. Sebaliknya, banyak manusia malah berperilaku seperti hewan.

Kecenderungan berperilaku seperti hewan memang sebaiknya dihindari. Tetapi ada satu sisi dari sifat hewan yang ada baiknya kita contoh. Hewan itu mengandalkan nalurinya; dengan kata lain, perasaannya. Itu membuat hewan cenderung lebih peka terhadap dirinya maupun lingkungannya. Beberapa minggu sebelum gempa bumi besar (6,6 skala Richter) melanda Los Angeles, Amerika Serikat, pada 17 Januari 1994, sejumlah hewan yang menghuni kebun binatang kota itu sudah menunjukkan kegelisahan yang pada waktu itu susah dijelaskan penyebabnya. Kecoa dan tikus tanah banyak yang keluar dari sarangnya dan berkeliaran di permukaan tanah. Bila saja kita peka dengan perilaku sensitif hewan, ia dapat kita jadikan sistem peringatan dini terhadap ancaman bencana alam.

Tubuh kita, Anda sadar atau tidak, memiliki sistem peringatan dini, sehingga apabila kita mau merasakannya serta mengikuti petunjuknya, kita berpotensi dapat mencegah penyakit atau menghindari peningkatan tarafnya. Bibir dan/atau pipi saya cenderung membengkak apabila saya keletihan,atau kelewat banyak mengonsumsi makanan atau minuman yang berisiko meningkatkan kolesterol buruk atau gula di dalam tubuh saya. Bila sudah demikian, saya akan beristirahat dan menjauhi makanan dan minuman yang berisiko bagi kesehatan saya. Pinggang kiri saya sering menebar rasa nyeri apabila saya terlalu banyak duduk dan terlalu sedikit minum air putih. Tanda-tanda peringatan dininya demikian jelas dikomunikasikan oleh tubuh kita, sehingga hanya orang tolol saja yang mengabaikannya!

Di samping kepekaan secara lahiriah, manusia pada dasarnya juga dikaruniai kepekaan rasa seperti halnya hewan. Namun, karena kita lebih mengutamakan pemberdayaan pikiran, sisi rasa kita menjadi kurang terlatih kepekaannya. Anak-anak usia 0 sampai 7 tahun, konon, memiliki kepekaan rasa yang kuat dan tajam. Keponakan saya, waktu masih berusia 3 tahun pernah menunjukkan gejala yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. Ia menunjuk-nunjuk ke salah satu sudut ruangan yang kosong, dan mengatakan bahwa Eyang Bapak dan Eyang Mama (kedua orang tua saya) ada di sudut itu. Padahal pada saat itu kedua orang tua saya sudah tiada.

Mengasah kepekaan rasa amat berguna bagi segala segi kehidupan kita. Apalagi bila diterapkan sebagai sistem peringatan dini. Akan banyak tertolong diri kita. Kita akan bisa merasakan diri orang lain, mengerti harapan dan kebutuhannya, dan bertindak atas dasar itu. Bila teman kita membutuhkan bantuan kita, kita tak perlu menunggu pemberitahuannya terlebih dahulu untuk turun tangan. Kesigapan kita akan menghangatkan persahabatan kita dengan teman-teman kita. Salah seorang saudara Subud saya, seorang account executive di sebuah biro iklan, pernah memanfaatkan kepekaan rasanya -- yang kami, di Subud, peroleh melalui Latihan Kejiwaan -- untuk memahami apa yang diperlukan bagi merek kliennya, sementara si klien sendiri masih bingung dengan apa yang mesti dilakukannya, sehingga mengundang sejumlah biro iklan untuk mengikuti pitch. Saudara Subud saya itu berhasil membuat biro iklannya memenangkan pitch itu semata karena dia mampu membantu kliennya memahami apa yang seharusnya dilakukannya untuk mengkomunikasikan mereknya.

Melatih kepekaan rasa cukup mudah. Syaratnya, kita mesti hidup dengan senantiasa mengaktifkan kesadaran. Dengan diri kita sadar secara penuh, kita cenderung mudah memperhatikan lingkungan sekitar kita dan belajar darinya. Kita juga harus aktif terlibat dalam hidup kita (actively engaged with life), misalnya melalui pekerjaan kita. Pekerjaan saya adalah menulis. Baik ada pesanan atau tidak, saya tetap menulis -- menulis apa saja. Saya perhatikan dan merasakan diri saya setiap kali menulis. Saya rasakan setiap kata dan kalimat. Lambat-laun, saya memperoleh kepekaan rasa ketika menulis atau membaca tulisan orang lain; saya tahu mana tulisan yang dikerjakan dengan pikiran yang kacau, dan mana yang dengan rasa diri yang tenang. Sistem peringatan dini saya berulang kali memberitahu saya tentang kualitas muatan sebuah buku bahkan sebelum saya sempat membaca buku tersebut.

Dari pengalaman-pengalaman yang saya lalui, saya berkesimpulan, betapa banyak konflik-konflik yang bisa diredam, penyakit-penyakit yang bisa dicegah, bisnis-bisnis bisa berkembang secara sehat, serta problema hidup kita dapat dinetralisasi dengan kita menghidupkan sistem peringatan dini kita setiap saat.©

No comments: