DELAPANBELAS Agustus 2025 lalu, bersama tiga saudara Subud dari grup Jakarta Selatan, saya menghadiri sebuah acara peluncuran buku kumpulan puisi esai. Penulisnya bukan anggota Subud, melainkan yunior saya di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, tetapi ia bekerja di lembaga milik seorang anggota Subud.
Ada bedah buku di acara peluncuran yang berlangsung di sebuah kafe komunitas itu, yang dihadiri banyak pelaku sastra dan literasi. Dua pembedah bukunya pun merupakan sastrawan yang cukup kondang. Terungkap sesuatu yang menggelikan semua hadirin: puisi-puisi esai itu merupakan hasil kerja sama si penulis dengan mesin alias artificial intelligence (AI).
Lantas, satu saudara Subud saya, di sesi tanya-jawab, mempertanyakan sejauh apa ketergantungannya pada AI dan bagaimana bisa membangun rasa di kalangan pembaca jika yang membuat puisi-puisi itu adalah mesin? Si penulis membela dirinya bahwa meski ia menggunakan AI, bagaimanapun ia tetap melakukan penyuntingan terhadap hasilnya, dengan mengandalkan pikirannya sendiri.
Saudara Subud saya itu bersikukuh bahwa semua karya hanya dapat memiliki resonansi tertentu pada penikmatnya hanya bila murni berasal dari diri si pembuatnya. Selama ini, saya juga mempercayai hal itu, sampai suatu ketika saya menghadapi situasi dimana saya harus membuat suatu karya sastra fiksi di saat bersamaan begitu banyak pesanan pekerjaan saya terima. Saya ikhlas menyerahkan semua kepada bimbinganNya, tidak berusaha mengatur-atur prosesnya.
Satu dua pekerjaan (termasuk beberapa bagian dari karya tulis fiksi itu) dapat saya selesaikan dengan baik berkat bantuan AI. Yang membuat saya tercengang adalah reaksi klien-klien saya terhadap hasilnya: Mereka merasa puas dan menikmati vibrasi dari pekerjaan-pekerjaan itu, yang tidak ada bedanya dengan yang mereka rasakan ketika saya menyerahkan pekerjaan yang ide dan pengerjaannya orisinal dari diri saya.
Belakangan, dalam obrolan saya dengan
satu teman saya (seorang praktisi kehumasan yang kini sedang melalui masa
kandidatannya di Subud Cabang Jakarta Selatan), kami mendapat kepahaman: Bukan CARANYA
yang penting dalam segala proses kehidupan kita—itu urusan dari Yang Maha
Kuasa, Dia Yang Maha Mengatur itu semua.©2025
Pondok Cabe,
Pamulang, Tangerang Selatan, 20 Oktober 2025
No comments:
Post a Comment