TADI malam, saya bermimpi, dimana saya bersama Pak Wardhana (saat ini Pembantu Pelatih Nasional Komisariat Wilayah V Jawa Tengah-DI Yogyakarta) dan Pak Moel (Moelyono Hardjopramono, Pembantu Pelatih Cabang Jakarta Selatan yang wafat pada 2010) pergi melayat seorang anggota Subud yang meninggal. Dari luar, rumah dukanya tampak kecil, reyot dan sempit, tetapi bagian dalamnya ternyata sangat luas, yang ketika saya jelajahi tidak habis-habis ruangannya.
Di dalam banyak sekali anggota Subud, tetapi terutama dari Komisariat Wilayah VI Jawa Timur, Bali dan Sulawesi, tetapi dari Surabaya hanya dari Kelompok Latihan Margodadi, sedangkan dari Cabang Surabaya di Manyar Rejo tidak ada yang datang. Terdengar suara-suara yang bertanya tentang anggota-anggota Manyar, dan ada suara-suara yang menjawab, “Manyar nggak ada yang datang!”
Saya disalami Adi Suhendro (wajahnya seperti di-Zoom in ke hadapan saya) tetapi saya lupa namanya, dan bertanya ke beberapa anggota lain; mereka menjawab, “Oh itu Mas Hendro, Subud Surabaya Margodadi.”
Kemudian saya mengambil makanan dan camilan, yang jumlahnya banyak sekali. Kemudian barulah saya memasuki kamar di mana jenazah disemayamkan. Kamarnya dipenuhi orang tetapi ranjang jenazahnya gelap, saya tidak bisa melihat jenazahnya. Yang kemudian muncul malah seorang kyai tua yang mengajak saya keluar kamar. Kyai itu mengatakan bahwa yang meninggal itu beliau sendiri, tetapi sebenarnya beliau tidak meninggal. Beliau menggiring saya keluar kamar dan menutup pintunya.
Lalu saya duduk di ruangan yang sangat luas yang lantainya beralaskan karpet hijau mirip rumput yang lembut. Banyak santri duduk di tepi ruangan. Pak Wardhana duduk di sebelah saya. “Rumahnya luas sekali ya, Pak,” kata saya. Pak Wardhana merespons, “Iya, Mas Arifin, almarhum itu kyai terkenal, ulama besar.”
Kemudian muncul Pak Moel yang mengajak
saya dan Pak Wardhana pulang. Selesailah mimpi saya di situ.©2025
Pondok Cabe Ilir,
Pamulang, Tangerang Selatan, 23 Oktober 2025
No comments:
Post a Comment