Gagasan saya yang pernah saya posting di Linimasa Facebook saya, 1 Agustus 12 tahun lalu, ini muncul di Kenangan Facebook saya hari ini. Saya tulis ulang bersama dengan komentar Hannah Lee dari Subud Perth, Australia, dan komentar balik saya terhadapnya.
KEKERASAN dalam pelatihan dasar militer di Amerika Serikat dilarang; instruktur latihan sekarang hanya diperbolehkan membentak para rekrutan. Begitu pula dengan perpeloncoan di universitas-universitas di Indonesia, yang kini sudah dilarang (namun masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi).
Saya menyayangkan masyarakat saat ini yang tidak tegar menghadapi kesulitan hidup karena dimanjakan semasa kecil. Sebagai anak sekolah, saya dicambuk dengan penggaris kayu atau dijemur di lapangan karena tindakan indisipliner.
Tahukah Anda apa yang dialami rata-rata anak sekolah di Indonesia setelah mengalami nasib serupa? Mereka jatuh sakit, bahkan ada yang meninggal! Saya pikir sakit atau matinya bukan disebabkan oleh hukuman fisik, tapi lebih disebabkan oleh tekanan karena rasa malu.
Saya ingat suatu kejadian ketika saya masih menjadi mahasiswa senior di Universitas Indonesia pada awal tahun sembilan puluhan, saat Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) bagi mahasiswa baru. Ada seorang anak muda laki-laki yang datang terlambat. Saya berteriak dan membentaknya di depan para mahasiswa baru lainnya dan menyuruhnya melakukan push-up sebanyak 25 kali. Yang mengejutkan saya adalah dia menangis dan menuduh saya telah mempermalukannya.
“Tidak seorang pun, bahkan orang tua saya tidak pernah memarahi saya!” katanya. Ya ampun! Apakah ini generasi sekarang? Tak heran jika semakin banyak remaja yang melakukan bunuh diri ketika mengalami kegagalan atau kekecewaan.
Meskipun demikian, diperlukan beberapa bentuk tindakan disipliner, namun harus ada batasannya agar tidak berlebihan, sehingga mudah menimbulkan kebingungan. Tapi kita sebagai orang tua, saya yakin, merasakan lebih banyak kesakitan daripada anak yang kita hukum, tapi itu perlu. Hal ini menanamkan cara kita memandang kehidupan dan juga membuat kita lebih tangguh! Tempatkan seorang remaja sekarang dan kita ketika kita remaja di pulau terpencil, menurut Anda siapa yang cenderung memimpin dan sintas?!
Anak-anak zaman sekarang lebih baik di sekolah dibandingkan di kehidupan nyata. Keponakan saya pernah mengejek saya karena saya tidak pandai matematika (dia mengetahuinya dari kakak saya yang adalah ibunya). Dia memberi saya soal matematika dengan rumus “n” (ini ditambah n sama dengan ini, berapa n?) dan yakin saya tidak bisa menyelesaikan soal tersebut. Dia tertawa terpingkal-pingkal ketika saya ternyata membuktikan apa yang dia yakini sebelumnya.
Kemudian tibalah giliran saya untuk memberinya soal: “Kamu berada di dalam pesawat yang jatuh ke hutan dimana tidak ada orang di sekitarnya dan ada hewan-hewan berbahaya yang akan memakanmu. Sekarang, jelaskan pada Om bagaimana kamu menggunakan ‘n’ untuk menyelamatkan dirimu!” Dia hanya mengangkat bahu dan mengatakan bahwa saya gila!©2025
Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 1 Agustus 2013
No comments:
Post a Comment