Thursday, July 24, 2025

Anggukan Tersenyum

 


GRUP Jakarta Selatan memiliki lebih dari 540 anggota aktif—berdasarkan laporan pertanggungjawaban dari Ketua Grup pada Rapat Cabang Jakarta Selatan, 11 Mei 2025 lalu. Rata-rata kita tidak mungkin dapat mengenal mereka semua. Tetapi menjaga kebersamaan sekaligus kerukunan bukanlah hal yang sulit. Budaya Indonesia memiliki metode sapaan tertentu, yang saya kira bisa dilakukan semua orang, tak terkecuali latar belakangnya.

Sesama orang Indonesia, saling mengenal maupun tidak, akan memberi “anggukan tersenyum” jika berpapasan. Kadang ditambah dengan sapaan lisan “Dari mana?” atau “Mau ke mana?”, bila mereka saling mengenal. Sebuah pertanyaan yang sifatnya sekadar basa-basi, tidak memerlukan jawaban.

Saya sudah Latihan di Hall Cilandak selama lebih dari 19 tahun, saya bertemu dengan banyak sekali orang dengan berbagai perangai dan masalah. Mereka datang dan pergi di Subud. Yang saya jumpai belasan tahun lalu kadang tidak saya jumpai lagi saat ini, atau kalaupun saya menjumpainya bisa jadi dia tidak ingat saya atau sakit hati pada saya. Apapun alasannya, sekalinya berpapasan saya pasti akan memberi mereka anggukan tersenyum. Saya tidak mengharapkan balasan dengan sikap yang sama (biasanya mereka membuang muka atau “berwajah lempeng” seolah tidak melihat saya).

Saya pernah diajak seorang pakar komunikasi multibudaya ke pembekalan para ekspat yang bekerja di Indonesia. Di acara itu, sang pakar membagi sejumlah kiat tentang bagaimana orang-orang asing yang bekerja di Indonesia—semuanya di level manajerial atau direksi—dapat disukai oleh anak buah mereka. Penekanannya adalah pada bahasa tubuh. Sekadar tersenyum sambil mengangguk pelan dan sigap dapat berdampak sangat positif dalam hubungan atasan dengan bawahan.

Sang pakar komunikasi multibudaya tersebut juga menyarankan para peserta pembekalan agar tidak melipat kedua lengan di depan dada atau berkacak pinggang saat berbicara kepada bawahan, karena orang Indonesia menganggap sikap itu sebagai arogansi, yang dipengaruhi oleh trauma sejarah dengan orang-orang Eropa yang pernah menjajah Indonesia.

Berbicara mengenai budaya Indonesia tidak akan pernah ada habisnya. Indonesia bukan hanya dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak keanekaragaman suku, agama, dan pemandangan indah. Indonesia juga memiliki beragam budaya. Salah satu budaya Indonesia yang menonjol di mata dunia adalah keramahtamahan masyarakatnya. Jika berkunjung ke Indonesia, hal pertama yang menjadi perhatian semua orang dari berbagai belahan dunia adalah senyum dan sapa masyarakat. Bagi warga Indonesia sendiri, hal ini adalah hal lumrah yang biasa dilakukan. Namun, bagi orang yang memang bukan berlatar belakang budaya Indonesia, pasti terkejut saat pertama kali berkunjung.

Budaya tegur sapa di Indonesia memang menjadi salah satu alasan kuat mengapa negara ini dianggap sebagai salah satu negara paling ramah di dunia. Tegur sapa, yang dalam bahasa Jawa sering disebut “salam”, merupakan suatu tindakan sederhana yang dilakukan dengan menyapa atau menyambut orang lain dengan ramah dan sopan.

Di Indonesia, tegur sapa bukanlah hal yang asing. Bahkan sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, semua diajarkan untuk menyapa dengan ramah kepada siapa pun yang mereka temui. Tegur sapa ini tidak hanya dilakukan kepada keluarga dan teman-teman, tetapi juga kepada orang asing yang baru dikenal.

Nilai Kekeluargaan

TEGUR sapa menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Saat kita bertemu dengan orang yang belum kita kenal, kita akan menyapa dengan kata-kata seperti “selamat pagi”, “selamat siang”, atau “selamat malam”, tergantung pada waktu pertemuan. Selain itu, kita juga dapat menggunakan kata-kata seperti “apa kabar?” atau “bagaimana keadaanmu?” untuk menunjukkan minat kita terhadap keadaan orang tersebut.

Bukan hanya itu, tegur sapa di Indonesia juga melibatkan kontak fisik yang lembut. Misalnya, ketika kita bertemu dengan orang yang lebih tua, kita biasanya memberikan salam dengan merengkuh tangan mereka dan menempelkan tangan kita di dada sebagai tanda penghormatan. Hal ini menunjukkan rasa hormat dan penghargaan kita terhadap orang yang lebih tua.

Tegur sapa juga mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan yang kuat di Indonesia. Saat kita bertemu dengan saudara atau kerabat, kita tidak hanya menyapa dengan kata-kata, tetapi juga memberikan pelukan atau cium pipi sebagai tanda kasih sayang dan keakraban. Hal ini menunjukkan bahwa kita peduli dan menghargai hubungan keluarga yang erat. Di Subud Indonesia, kebiasaan seperti itu sudah lama dilakukan, biasanya di antara para anggota yang sudah saling mengenal.

Budaya tegur sapa di Indonesia juga berdampak positif pada sektor pariwisata. Banyak wisatawan yang datang ke Indonesia terkesan dengan keramahan dan kehangatan penduduk setempat. Mereka merasa diterima dengan baik dan merasa nyaman selama berada di Indonesia. Tidak jarang mereka kembali lagi untuk mengunjungi Indonesia karena kesan positif yang mereka dapatkan dari interaksi dengan penduduk setempat.

Percakapan Praktis

DALAM rangka mengembangkan kemampuan anggota Subud Indonesia, khususnya saat ini masih sebatas di Grup Jakarta Selatan, seorang anggota baru mengusulkan diadakannya sesi percakapan dalam bahasa Inggris, yang dipandu oleh seorang penutur asli. Sesi Subud Practical English Conversation (SPEC) tersebut, yang pertama kali digelar pada 8 Juli 2025, diadakan sesudah Latihan pada hari Selasa, mulai pukul 12.00 a.m., dan bertempat di Rumah Wing Bodies Subud Indonesia.




Ide mengenai SPEC tercetus dari Amir Hadad, anggota baru yang dibuka di Cilandak pada Februari 2025, karena keprihatinannya pada rendahnya keterlibatan anggota Subud Indonesia dalam interaksi-interaksi positif dengan kalangan anggota luar negeri yang bertempat tinggal di kompleks Wisma Subud Cilandak atau para tamu asing yang menginap di Wisma Subud. Jadi, bukan hanya berhenti pada anggukan tersenyum dan bersalaman, tetapi juga membangun komunikasi yang langgeng untuk memperkuat kerukunan antar anggota.

Objektif taktisnya adalah mempersiapkan anggota Indonesia yang ingin menghadiri Kongres Dunia Subud ke-17 di Fàtima, Portugal, pada 2028, tetapi tujuan utama penyelenggaraan SPEC (yang akan diasuh oleh SICA Indonesia) adalah untuk memperkuat eksposur internasional dari para anggota Subud Indonesia.

 


Dipandu Harris Roberts, warga kompleks Wisma Subud asal Amerika Serikat yang juga seorang helper dari Grup Jakarta Selatan, peminat SPEC ternyata cukup signifikan dan berdampak dengan orang-orang yang sebelumnya tidak mampu berkomunikasi aktif dalam bahasa Inggris menjadi tidak malu-malu lagi. Susasana sesi SPEC kondusif dengan imbauan agar siapapun, meski fasih berbahasa Inggris, tidak menertawakan atau mengejek mereka yang kurang fasih dan pengucapannya belepotan—yang, sayangnya, lumrah terjadi di masyarakat Indonesia—tapi sebaliknya ikut membimbing mereka.

Di setiap sesi, Harris dan para peserta berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang beragam budaya. Hal ini seringkali mengejutkan bagi sebagian anggota Indonesia yang masih memegang teguh ajaran dan adat istiadat agama mereka. Harapannya, melalui diskusi ini, gegar budaya tidak lagi menghalangi terjalinnya hubungan yang harmonis saat berinteraksi dengan orang asing.©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 24 Juli 2025

No comments: