HARI Jumat, 12 Juli 2024, saat berada di Kelompok Latihan Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat, satu saudara Subud menyerahkan ke saya sebuah buku yang judul maupun isinya beraksara Arab. Saya letakkan buku itu di atas meja di depan saya. Seorang saudara Subud yang duduk sebelah saya berkata, “Saya sakit kepala hanya dengan melihat buku itu.”
Saya hanya tersenyum—saya bingung menanggapinya, karena gejala yang dia alami itu merupakan pengaruh dari daya rendah yang terkandung pada benda-benda. Reaksi setiap orang yang sudah Latihan, tentu saja, berbeda-beda. Ada yang seperti saudara Subud itu, namun ada pula yang biasa-biasa saja. Mungkin tergantung pada kekuatan isi dirinya.
Saya pun masih sering mengalami sebagaimana saudara Subud itu, bukan hanya dekat benda-benda, tetapi juga orang dan ruangan atau lingkungan tertentu. Hal ini pada beberapa saudara Subud menimbulkan penilaian berat sebelah—seolah benda-benda itulah yang harus disingkirkan, alih-alih diri mereka yang diperbaiki. Sebab, kata Bapak, tidak seharusnya anggota Subud takut pada daya-daya rendah, karena melalui Latihan Kejiwaan yang sudah diterimanya keberadaan seorang anggota Subud sudah dijelmai kekuasaan Tuhan.
Saya baru memahami ceramah Bapak tersebut keesokan harinya, pada 13 Juli 2024, ketika saya dan istri meeting dengan calon mitra bisnis dan calon investornya. Pertemuan ini diadakan sore hari di restoran Bebek Tepi Sawah di CityWalk Sudirman, Jakarta Pusat. Restoran yang lumayan sepi memunculkan dugaan saya dan istri bahwa calon investor yang seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akan dilantik Oktober nanti akan membicarakan hal-hal yang sensitif.
Dalam pertemuan yang didahului oleh makan bersama, menikmati hidangan berbasis bebek dari restoran kelas atas, itu saya mempresentasikan dengan laptop MacBook Pro saya Rekomendasi Strategi Personal Branding seorang tokoh politik Indonesia menuju kursi kepresidenan pada tahun 2029. Saya berharap sebenarnya bahwa saya tidak perlu mendengarkan hal-hal sensitif dari sang anggota Dewan, karena akan mengusik ketenangan rasa diri saya, yang saya perlukan untuk bisa melakukan presentasi dengan baik.
Dan memang benar dugaan saya: Sang anggota Dewan bertutur tentang politik uang di tubuh partai-partai. Dia mengakui bahwa dia telah menyogok Komisi Pemilihan Umum (KPU), sejumlah pejabat negara, TNI dan Polri, demi dapat memenangkan kursi di DPR. Uang itu ia dapat dari kiprahnya sebagai pebisnis.
Saat si anggota Dewan memuntahkan secara blak-blakan sepak terjang dirinya dan rekan-rekan separtainya yang melanggengkan politik uang, saya menerima bahwa saya tak perlu men-judge dia atau perbuatannya. Saya dibimbing untuk menolkan diri dan sekadar menjadi saksi saja, dengan pengertian yang saya terima bahwa bukan saya saja yang dijelmai kekuasaan Tuhan; si anggota Dewan pun demikian.
Kesadaran akan hadirnya kekuasaan Tuhan di
manapun, kapanpun dan pada semua yang ada dalam kehidupan di dunia ini,
memudahkan saya menyerahkan semua itu kepada kehendakNya. Alhasil, presentasi
saya diacungi jempol dan dipuji oleh si anggota Dewan, dan saya tidak mengalami
sakit kepala sebagaimana biasanya apabila menyaksikan daya rendah di dekat saya.©2024
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 18 Juli 2024
No comments:
Post a Comment