Wednesday, May 6, 2020

Menyempurnakan Pencerahan


LATIHAN Kejiwaan bukan meditasi atau semadi. Itu reaksi saya saat menghadapi pernyataan dari orang-orang yang ingin tahu tentang latihan spiritualnya Susila Budhi Dharma (Subud). Karena sebelum menerima Latihan Kejiwaan pada tahun 2004, saya sempat berlatih meditasi (sejak 1988), sehingga saya jadi tahu bedanya.

Meditasi melibatkan pengalihan situasi secara sengaja, dengan usaha cukup keras, sehingga ada tekanan terhadap diri, walaupun halus, bahkan tak disadari oleh banyak meditator. Meditasi adalah sebentuk usaha manusiawi untuk mencapai keadaan tenang, tenteram, hening, dan akhirnya memperoleh penerangan atau pencerahan (enlightenment). Proses bertahap ini persis yang dialami Siddhartha Gautama hingga ia menjadi seorang Buddha (yang tercerahkan).

Latihan Kejiwaan, sebaliknya, hanya menerima apa pun yang datang ke kita. Tidak ada pengekangan, tidak perlu menunggu atau menantikan apa pun, tidak melibatkan usaha untuk membendung atau melawan apa pun yang datang atau timbul di dalam maupun luar diri. Intinya, hanya menerima tanpa melibatkan hati dan pikiran. Karena Subud bersandar pada kenyataan yang bersifat kanyatan (kenyataan yang tampak) dan kasunyatan (ada tapi tak tampak), sehingga meskipun tidak menerima apa pun—menurut konteks akal pikir kita—ya, kita terima saja apa adanya. Secara gaib nan ajaib, dengan Latihan Kejiwaan, kita tertuntun (made to) secara alami, tanpa usaha dan tekanan atau paksaan, untuk berperasaan sabar, tawakal, dan ikhlas. Keadaan ini melahirkan energi untuk berpikir dan berperasaan, berkata dan berbuat secara spontan, yang pada gilirannya mendorong suatu kondisi transformasi lahir dan batin terus menerus.

Meditasi biasanya dilakukan dengan diam dan hening, dalam keadaan duduk atau berdiri atau berjalan; dalam keadaan berjalan, perhatian kita tertuju pada langkah kaki. Latihan Kejiwaan bisa diam, tapi mayoritas berupa gerakan-gerakan dinamis, kadang lemah gemulai, kadang keras dan kencang, ditambah suara yang keluar dari mulut kita, tanpa kita kehendaki tapi tak dapat kita lawan, sementara kita dalam keadaan sadar. Dan tidak diperlukan memusatkan perhatian pada gerakan-gerakan tersebut. Rileks saja, nikmati kelepasan dan kebebasannya.

Perbedaan paling mendasar di antara keduanya, yang paling jelas adalah bahwa dalam meditasi ada serangkaian aturan, sedangkan dalam Latihan Kejiwaan aturan justru menghambat individu untuk menerima Latihan. Bila meditasi berpostur seragam, Latihan bersifat beragam, dengan masing-masing individu menerima tuntunan sesuai keadaan dirinya pada suatu waktu.

Meditasi atau samaddhi dalam Buddhisme merupakan latihan untuk mencapai pencerahan sempurna. Latihan Kejiwaan adalah teknik untuk menyempurnakan pencerahan yang diperoleh dengan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Gerak hidup yang terbimbing” adalah istilah umum di kalangan anggota Subud.

Bagaimanapun, menurut saya, Latihan Kejiwaan dan meditasi memiliki tujuan yang sama, atau paling tidak, mirip, yaitu hidup secara sadar di Saat Ini, penuh kepasrahan, berperasaan menyerah yang dinamis. Kosong tapi penuh, penuh tapi kosong!

Satu saudara Subud saya pernah mengungkapkan pengamatannya, bahwa sementara kaum Buddhis menapaktilasi perjalanan Gautama mencapai alam kebuddhaan, sebaliknya anggota Subud “menjadi Buddha” (baca: tercerahkan) dahulu baru kemudian menapaki kehidupan dengan tuntunan pencerahan tersebut.

Tidak ada yang salah dengan atau tidak ada yang paling benar di antara kedua metode ini, karena jalan ke Tuhan ada banyak, sebanyak jumlah manusia di muka Bumi. Mempertengkarkan mana jalan yang paling benar adalah seperti berdebat di terminal bus tentang mana bus jurusan, misalnya, Surabaya yang paling benar. Meskipun rutenya mungkin berbeda, dan model perjalanannya bervariasi, tapi tujuannya tetap sama, yaitu Surabaya. Semoga sempurna pencerahannya!©2020

Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak 2564 BE/7 Mei 2020. Sabbe satta bhavantu sukkhitatta!


GPR 3, Tangerang Selatan, 7 Mei 2020

No comments: