Sunday, May 17, 2020

Wudu Jiwa



SEJAK kecil, saya diajari orang tua sesuatu yang kemudian menjadi kebiasaan: Bila pulang dari bepergian walaupun hanya sebentar—tidak sampai lebih dari sehari—saya harus berwudu dahulu sebelum berinteraksi dengan orang di rumah.

Dahulu, saya pikir, berwudu itu hanyalah sekadar membersihkan bagian-bagian tubuh yang berpotensi terkena kotoran, dan sebagai syariat bagi seseorang yang hendak menunaikan salat. Baru setelah saya menerima Latihan Kejiwaan Subud, saya memahami bahwa berwudu merupakan tindakan simbolik untuk memelihara kebersihan lahir maupun batin.

Membasuh kening bermakna menjaga kebersihan pikiran. Membasuh tangan dan lengan merepresentasi kebersihan perbuatan dengan kedua tangan (yang secara anatomis gerakannya dimungkinkan oleh mekanisme lengan), dan mencuci kaki melambangkan bahwa langkah-langkah kehidupan kita seyogianya selalu berhati-hati, jangan sampai menginjak hak-hak orang lain, dan selalu berada di jalan yang lurus.

Setelah berlatih kejiwaan, wudu saya semakin lengkap, karena Latihan Kejiwaan memberi saya pembersihan yang menyeluruh, meliputi diri, luar dan dalam, raga dan jiwa, lahir dan batin, bahkan turut membantu pembersihan leluhur saya (orang tua dan seterusnya ke atas).

Sejak kelahiran putri saya, pada Oktober 2016, bertambah kebiasaan saya: Sepulang dari bepergian, sebelum saya boleh bertemu putri saya, selain wudu dan mandi, saya juga terbimbing untuk menenangkan rasa diri terlebih dahulu. Penenangan rasa diri saya lakukan sejak suatu ketika saya diberi kesadaran dalam Latihan Kejiwaan bahwa di sekeliling saya terdapat daya/energi rendah yang terpancar dari orang lain dan benda-benda. Daya rendah ini dapat (dan pasti) terserap oleh diri saya saat saya berinteraksi dengan orang lain atau benda-benda, yang menyisakan residu atau “kekotoran” pada rasa diri saya.

Bila Anda sudah dibuka dan rajin berlatih kejiwaan, Anda dapat merasakan sendiri kehadiran halus residu tersebut; seperti ada sesuatu yang bukan milik Anda menggelayut pada badan Anda. Kalau saya, biasanya saya merasakan berat di kepala, pusing, dada sesak, susah bernapas, sangat mengantuk, dan/atau mata seperti terkena sengatan bawang. Hal ini bisa menular ke orang-orang yang secara kejiwaan terkoneksi dengan jiwa saya, seperti anak dan istri. Maka dari itu, saya selalu melakukan “wudu jiwa” melalui penenangan rasa diri.

Latihan Kejiwaan secara otomatis menempatkan kita sesuai lingkungan di mana kita sedang berada. Sebagai praktisi branding, misalnya, di hadapan klien saya bukanlah Arifin yang dikenal oleh saudara-saudara Subud atau teman-teman di luar Subud. Saat bersama saudara-saudara Subud saya cenderung talkative dan cuek, berbeda dengan saya yang cenderung pendiam atau malu berekspresi ketika bersama teman-teman alumni Universitas Indonesia, IKIP Jakarta, SMA Negeri 60 Jakarta, SMP Negeri 141 Jakarta, atau SD Negeri Pela Mampang 05 Pagi. Tanpa saya usahakan atau dengan sengaja saya buat berbeda, Latihan membuat saya dengan mudahnya beradaptasi sesuai tempat saya berada pada suatu waktu dan orang-orang yang dengan mereka saya berinteraksi. Saya tidak mengerti mengapa bisa begitu; semua mengalir saja!

Pernah saya lupa melakukan wudu jiwa, yang mengakibatkan saya tetap menjadi diri saya di tempat dan keadaan sebelumnya (meeting dengan klien) saat berinteraksi dengan putri saya. Putri saya sampai ketakutan melihat saya, dan saya pun tersadar bahwa saya belum berwudu jiwa. Sebagai anak usia bawah lima tahun, jiwa putri saya masih suci; ia dapat melihat keberadaan halus residu pada diri seseorang yang jiwanya belum diwudukan.

Saya pun segera menyingkir, masuk kamar dan melakukan Latihan Kejiwaan, bukan semata penenangan diri. Lalu, saya berwudu dan kemudian mandi. Setelah itu, baru saya kembali menemui putri saya dan meminta maaf atas sikap saya yang mungkin dia rasakan “bukan saya”. Pengalaman itu membuat saya sejak itu aktif me-niteni diri, mengobservasi diri saya sendiri, apakah berbalut kekuasaan Tuhan atau, sebaliknya, gelombang energi residual yang mengikis kesejatian diri.©2020


GPR, Tangerang Selatan, 18 Mei 2020

No comments: