Sunday, May 24, 2020

Keberanian yang Arif


SABAR, tawakal, dan ikhlas merupakan kredo bagi anggota Subud dalam berlatih kejiwaan maupun saat melakoni hidup keseharian. Ketiga sikap yang melengkapi penyerahan diri seorang anggota Subud ternyata tidak mudah dipraktikkan dalam hidup sehari-hari. Hambatannya hanya satu: Tidak ada keberanian! Sehingga, dalam ceramah terakhir Bapak Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo di Cilandak, pada 27 Mei 1987 (kode rekaman: 87 CDK 5), beliau menambahkan aspek “berani” pada sekuens sabar, tawakal, dan ikhlas.

Dalam Latihan Kejiwaan, ketiadaan sikap sabar, tawakal dan ikhlas hanya menghalangi seseorang dari menerima vibrasi Latihan maupun penerimaan bimbingan yang meliputi badan wadag, rasa perasaan, pengertian, dan/atau keinsafan. Pun, ketiadaan ketiga aspek penyerahan diri ini dalam keseharian kita cenderung meniadakan kontak kita dengan kekuasaan Tuhan dalam segala perkataan dan perbuatan, pikiran dan perasaan kita. Dengan kata lain, kemurahan Tuhan yang seharusnya merupakan hak dasar kita malah emoh mendatangi kita.

Mengapa aspek berani ditambahkan Bapak Subuh pada kredo Latihan Subud adalah karena aspek inilah yang dapat “memaksa” seorang anggota untuk berada dalam keadaan Latihan sepenuh waktu (24-hour state of Latihan). Pengalaman saya maupun banyak anggota Subud lainnya, bersikap sabar, tawakal, dan ikhlas ketika menghadapi permasalahan-permasalahan hidup tidaklah segampang melakukannya saat Latihan di hall. Beranikah Anda, misalnya, bersikap sabar, tawakal, dan ikhlas ketika dihadapkan pada permasalahan bisnis yang dapat membuat Anda kehilangan banyak uang? Sebagian besar dari kita, saya yakin, tidak berani. Siapa pula yang mau kehilangan uang? Tapi, tahukah Anda bahwa ketakutan itu sebenarnya telah membuktikan Anda tidak sepenuhnya beriman kepada Tuhan?

Berani yang dinasihatkan Bapak Subuh bukanlah berani tanpa pertimbangan—bukan nekat, melainkan keberanian yang disertai kearifan. Tanpa kearifan (wisdom), sikap berani kita cenderung membabi-buta, asal tabrak, tak peduli akan kemungkinan tindakan kita merugikan orang lain. Hal ini dilakukan oleh, sebagai contoh, sejumlah anggota Subud yang tetap datang ke Hall Latihan Cilandak selama pandemi Covid-19, sementara akibat pandemi tersebut hall-hall Latihan di berbagai lokasi di Indonesia dinyatakan tertutup untuk kegiatan massa.

Jiwa tidak terbatas oleh ruang dan waktu, sehingga di mana pun kita berada, kita tetap dapat melakukan Latihan bersama saudara-saudara sejiwa yang berlainan tempat. Kenyataan ini menguntungkan anggota Subud di saat pandemi seperti sekarang ini, yang “mengurung” mereka di rumah masing-masing, karena tetap dapat berlatih kejiwaan secara bersama-sama dalam waktu yang sama tanpa harus bertemu muka atau berdekatan secara lahiriah.

Alasan dari beberapa anggota yang bersikeras untuk Latihan di hall Latihan (mereka hanya dapat melakukannya di teras hall, berhubung pintu aksesnya terkunci rapat) adalah bahwa seyogianya tak perlu takut terhadap ancaman virus, karena anggota Subud dimurahi Tuhan. Seperti inilah keberanian yang tidak disertai kearifan! Sedangkan Latihan Kejiwaan, menurut pengalaman saya, memberi kita kearifan tanpa batas. Kita telah diberi otak yang dengannya kita berpikir. Akal budi yang terbimbing kekuasaan Tuhan mampu melahirkan kearifan, yang membuat kita tidak gegabah dalam tindakan-tindakan kita.

Momen seperti sekarang ini—dengan pandemi penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus Corona—merupakan momen kita sebagai anggota Subud untuk belajar berani bersabar, berani bertawakal, dan berani bersikap ikhlas terhadap keharusan bersama untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Kita harus berpikir sebagai “kita”, bukan sebagai “saya” dalam hal ini. Anda bisa saja terhindar dari terinfeksi virus saat Latihan di hall, tapi bukan tidak mungkin sepulang dari hall Anda tak sengaja berinteraksi dengan orang yang sakit atau benda-benda yang tidak higienis. Atau karena kelelahan, Anda sendiri jatuh sakit, yang membuat keluarga Anda rentan terinfeksi virus tersebut.

Berbagai kemungkinan tetap ada; apakah kita akan tertular atau tidak, tidak dapat kita pastikan. Sebagai pencegahan risiko, sebaiknya kita berupaya dengan sabar, tawakal dan ikhlas, apa pun langkah—yang dianjurkan pihak-pihak yang berwenang—yang harus kita tempuh. Beranikah?!©2020


GPR, Tangerang Selatan, 24 Mei 2020


No comments: