Monday, March 11, 2024

Menjemput Bola

SALAH satu pembantu pelatih (PP) (mantan Subud Surabaya), yang menyaksikan pembukaan saya, kemarin menelepon saya. Ia bercerita tentang obrolannya dengan seorang calon pembantu pelatih. Sang calon PP mengatakan bahwa ia kini sudah pasrah.

Si PP bertanya pada si calon PP, yang juga menyentak kesadaran saya, “Kamu pasrah kepada nasib atau kepada Tuhan?”

Saya jadi teringat pada interaksi saya dengan para “penghayat” (sebutan untuk mereka yang menganut sistem kepercayaan tradisional di Indonesia, yang cenderung sinkretis) di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, beberapa minggu lalu. Walaupun publik awam Indonesia acap menganggap Subud merupakan salah satu dari sistem-sistem kepercayaan tradisional atau turunan darinya, dalam praktiknya terdapat perbedaan yang mendasar.

Di ranah hukum Indonesia, Subud terdaftar di Direktorat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi yang dinaungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tetapi pengurus nasional PPK Subud Indonesia sudah menegaskan kepada direkturnya pada tahun 2009 bahwa anggota Subud menolak digolongkan sebagai “penghayat” dan karena itu tidak akan terlibat dalam segala aktivitas Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), kecuali sebagai individu.

Dalam wawancara saya dengan para penghayat di Kabupaten Tulungagung terungkap bahwa “ajaran leluhur” yang mereka anut mengharuskan mereka pasrah pada nasib apa pun yang menimpa mereka sebagai ekspresi ketundukan pada kersaning Gusti (Jw. “kehendak Tuhan”). Mereka tidak akan bertindak atau melakukan upaya untuk mengubah nasib jikalau mereka belum mendapatkan wangsit (amanat gaib). Jadi, mereka hanya menunggu saja sampai mereka digerakkan oleh (yang mereka percayai sebagai) Tuhan. Sebagai penghayat, mereka menghayati nasib mereka sampai Tuhan berkehendak lain.

Pembantu pelatih yang mendampingi saya selama wawancara tersebut, yang kebetulan adalah mitra kerja saya, kelak berkata ke saya, “Itulah yang membedakan penghayat dengan kita di Subud. Kita menjemput bola. Karena Tuhan hanya akan bekerja kalau kita bekerja.”©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 12 Maret 2024

No comments: