Saturday, March 9, 2024

Latihan Tepi Sawah


TANGGAL 21-27 Februari 2024, saya berada di sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, bernama Tulungagung, untuk melakukan pekerjaan saya sebagai konsultan kreatif. Bertemu di sana dengan mitra kerja saya yang telah berada di Tulungagung sehari sebelumnya. Mitra kerja saya, seorang praktisi branding, merupakan pembantu pelatih (PP) Subud yang bertahun-tahun lalu membawa saya ke Subud dengan memperkenalkan saya kepada Mas Adji.

Di Tulungagung, saya dengar dari satu anggota Subud Sidoarjo (Jawa Timur) yang berpraktik sebagai dokter spesialis anak di rumah sakit umum daerah Tulungagung, pernah ada cabang Subud beranggotakan lebih dari 50 orang yang sudah punah pada kurun waktu 2003-2005. Beberapa anggota dan PP masih berada di kabupaten itu, tersebar di sejumlah kecamatan.

Karena itulah, di kabupaten yang terletak di sebelah selatan provinsi Jawa Timur, yang pesisir selatannya berbatasan dengan Samudra Hindia, itu kini tidak ada cabang Subudnya, apalagi hall Latihan. Menghadapi kenyataan ini, selama seminggu di Tulungagung, saya yang terbiasa Latihan tiga kali seminggu harus mencari cara lain. Apalagi, urusan pekerjaan telah membuat saya dan mitra kerja saya “kepenuhan”, sehingga membutuhkan pelepasan melalui Latihan.

Setelah mempelajari situasinya pada dua hari pertama kami di Tulungagung—menginap di rumah kawan dari mitra kerja saya, yang seorang penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa namun belum mengerti apa itu Subud, di sebuah dusun yang sunyi, saya dan mitra kerja saya memutuskan untuk Latihan di tepi sawah pada tengah malam. Ya, di alam terbuka!

Kami Latihan tanpa aba-aba dari seorang PP, meski mitra kerja saya itu PP yang pernah bertugas di Subud Cabang Surabaya. Prosesnya cukup ajaib: Sebelum Latihan, kami nongkrong di teras rumah si penghayat itu, ditemani kopi hitam kental dan rokok. Kami mengobrol tentang berbagai aspek kejiwaan dan pengalaman kami berdasarkan hal itu. Tanpa aba-aba, mitra kerja saya lantas berdiri, menuruni tangga teras ke pekarangan rumah yang tidak berpagar, melangkah menuju jalan desa yang sepi dan rada gelap yang berbatasan dengan sepetak sawah, lalu masuk ke dalam keadaan Latihan.

Saya menyusulnya kemudian, juga dengan proses yang sama. Latihan “menyambut saya dengan lengan terbuka” ketika saya menjejakkan kaki di jalan desa. Saya serasa berada di dalam hall raksasa, yang semarak dengan suara jangkrik dan tonggeret serta gemericik air irigasi. Perasaan saya terbebaskan dan selama kurang lebih setengah jam saya melayang dalam kehidupan yang benar-benar milik saya sendiri.

Ketika kami selesai Latihan, ajaibnya jalan desa yang sepi selama kami menerima bimbingan Tuhan kembali dilalui beberapa sepeda motor dan pejalan kaki.

Dua hari setelah pengalaman Latihan di tepi sawah itu, kami dikunjungi dua anggota Subud dari Ranting Wlingi, Blitar, sekitar 40 km di sebelah timur Tulungagung. Mereka juga kami ajak menikmati Latihan di tepi sawah. Saya merasakan kecanggungan mereka, mungkin karena belum terbiasa, mungkin juga karena khawatir terpergok warga desa.

Saya bilang ke mereka, “Kemungkinan besar tidak ada yang berani lewat, karena melihat empat orang menari-nari di tengah jalan di tengah malam mereka bakal mengira kita ini orang gila atau penjahat.”©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 10 Maret 2024


No comments: