YANG menganggap branding hanya soal mendesain identitas produk/jasa pastilah tidak mengerti hakikat dari branding.
Sebagai praktisi branding yang dikonsultasi sebuah komunitas pelestari budaya di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, untuk konsep dan konten destination branding daerah mereka, saya harus menggali berbagai potensi sejarah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki kabupaten tersebut, menyelami kehidupan masyarakatnya, mencicipi kulinernya dan mempelajari segala sesuatu yang memunculkan beragam jenis makanan khasnya, mengikuti segala ritual sembahyang warga penghayat kepercayaan yang sangat banyak paguyubannya di daerah tersebut (tanpa melibatkan nilai-nilai religi apa pun yang saya anut).
Intinya, bagaimana kita, sebagai praktisi branding, dapat merancang konsep dan konten branding sebuah tempat bila kita tidak menjadi bagian terpadu dari kehidupan masyarakat yang menghuni tempat itu jauh lebih lama dari kita?
Brand
sejatinya adalah rangkaian pengalaman indrawi dengan sebuah produk/jasa.
Praktisi branding harus memberi akses
bagi publik untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman yang merangsang pancaindra
mereka, yang dengan itu mereka merelasi diri mereka dengan produk/jasa yang
dibangun brand-nya. Bila Anda
menyadari hal ini dan mewujudkannya, maka Anda pantas disebut praktisi branding.©2024
Dusun
Baran II, Desa Panjerejo, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur, 25 Februari 2024
No comments:
Post a Comment