Tuesday, February 6, 2024

Doa Penuh Keraguan

AGAMA mengajarkan umatnya untuk berdoa. Apakah sesungguhnya arti dari berdoa? Umumnya, doa merupakan kegiatan memohon kepada Tuhan atau kepada suatu eksistensi yang melampaui kehidupan manusia terhadap sesuatu hal. Doa dipanjatkan ketika kita mengalami kesusahan maupun ketika diberi kemudahan dalam menjalani hidup di dunia.

Dalam praktiknya, doa ada yang terimplementasi dalam permintaan kepada Tuhan agar Dia mengisi kekurangan yang dialami si pendoa. Namun, ada pula doa yang berwujud pernyataan rasa syukur atau terima kasih baik atas kelebihan maupun kekurangan yang dialami si pendoa. Pada dasarnya, bagaimanapun wujudnya, doa adalah hal yang baik karena memberi rasa positif serta memperkuat keyakinan pada diri orang yang memanjatkannya.

Bagi saya pribadi, doa merepresentasi ketidakberdayaan saya sebagai ciptaan, yang tanpa itu saya merasa tidak memerlukan bantuan Tuhan. Meskipun sudah berserah diri atau pasrah pada segala kehendak Tuhan, bukan berarti kita tak boleh berdoa. Yang saya yakini, berdoalah sekali, lalu serahkan pada Tuhan tentang bagaimana Dia akan mewujudkan apa yang kita pinta dalam doa itu.

Adakalanya doa membutuhkan waktu yang lama untuk pengabulannya, adakalanya pula waktunya sangat cepat—terwujud hampir bersamaan dengan ketika doa dipanjatkan. Tahun 2005, ketika saya baru kembali ke tanah kelahiran saya, Jakarta, dan mulai aktif berlatih kejiwaan di Wisma Subud Cilandak, saya sampaikan kepada pembantu pelatih (PP) yang bertugas melayani anggota dalam Tatap Muka di teras selatan Hall Latihan Cilandak, bahwa saya bosan dengan pembongkaran rasa diri yang sedang saya lalui saat itu, yaitu dapat melihat kehadiran makhluk halus di mana saja dan kapan saja.

“Saya bosan, Pak. Memang saya berterima kasih kepada Tuhan karena dengan begitu rasa takut saya berkurang, tetapi lama kelamaan saya jenuh. Lagipula nggak ada gunanya bagi hidup saya,” jelas saya kepada Pak Asikin, PP senior yang bertugas saat itu. Beliau memberitahu saya bahwa saya bisa minta kepada Tuhan agar diganti saja dengan “makhluk gaib” yang berguna.

Saat itu juga, saya membatinkan doa kepada Tuhan agar kemampuan saya melihat makhluk halus diganti dengan kemampuan melihat ide dan peluang. Segera saja permintaan saya dikabulkan; keesokan harinya saya menjadi sangat kreatif dengan kemampuan menelurkan ide-ide yang cemerlang!

Saya mengamati dan mengobservasi diri saya (niteni) terkait fenomena doa-doa saya yang tidak segera dikabulkan. Rupanya karena doa saya penuh keraguan. Seperti misalnya begini: Saya berdoa meminta mobil. Seharusnya sudah cukup itu saja. Tetapi nyatanya malah dibarengi keraguan: Nanti kalau punya mobil, akan saya parkir di mana? Disimpan di mana? Garasi belum punya, halaman rumah terlalu sempit, dan kalau diparkir di jalan depan rumah berrisiko dicuri.

Gejala doa penuh keraguan inggap pada banyak orang. Berdoa yang tidak disusul dengan kepasrahan, yang terkesan bahwa si pendoa tidak sepenuhnya yakin tentang cara bekerjanya kekuasaan Tuhan. Berdoa yang lebih utama adalah yang dibarengi kepasrahan. Atau meminjam ekspresi satu PP di Cabang Jakarta Selatan, “Berdoalah, lalu lupakan!”©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 5 Februari 2024

No comments: