Friday, August 18, 2023

Mengenal Si Cangkang Telur

 


SEORANG saudari Subud dari Cabang Jakarta Selatan pada 18 Juli 2023 lalu tiba-tiba memblokir nomor WhatsApp saya dan unfollow Instagram saya. Dia anggota baru—baru dua tahun di Subud—sehingga tidak menyadari bahwa tindakannya memutus silaturahmi di lingkungan Subud merupakan sesuatu yang “kebangetan”. Dia memutus semua relasi dengan saya, bahkan menghindar bila bertemu dengan saya atau kabur bila melihat saya ada di ruang dan waktu yang sama dengannya—seperti yang terjadi pada 10 Agustus 2023, ketika saya baru keluar dari Hall Latihan Cilandak dan dia sedang duduk di bangku yang menempel pada dinding teras barat Hall Latihan; begitu melihat saya, ia segera berlalu dari situ, pergi ke teras timur dan duduk di sana (menurut kesaksian satu saudara Subud) sampai saya meninggalkan Hall Latihan.

Alasannya (seperti yang dia ungkapkan ke seorang saudara Subud yang saya mintai tolong untuk meneruskan permintaan maaf saya kepadanya), dia menganggap saya telah “too far” (keterlaluan) dengan pesan WhatsApp saya yang terakhir yang membuat ia memblokir saya, yang berupa candaan saya (saya cantumkan emotikon ketawa di sebelah pesan tersebut untuk mempertegas bahwa itu candaan belaka).

Betapapun dia membenci dan memusuhi saya, saya tetap menyayangi dia dan sama sekali tidak membenci dan memusuhinya, karena dia adalah saudari Subud saya dan, terutama, karena saya tidak mau menodai Latihan Kejiwaan saya dengan menyerap daya-daya rendahnya yang dapat saya serap dari memperlakukannya dengan rasa benci.

Tetapi, saya bertanya kepada Tuhan mengenai dia—mengapa dia bisa bersikap sedemikian rupa bencinya terhadap saya, padahal kami baru saling kenal dan menjadi cukup akrab setelah mengobrol beberapa kali di Wisma Subud Cilandak.

Tuhan menjawab dengan buku ini (lihat foto di atas), yang mengungkapkan tentang orang yang memiliki kepribadian cangkang telur (eggshell personality), suatu kepribadian yang teramat rapuh. Dia bisa bersikap dan berperilaku baik terhadap siapa saja, mudah bergaul, dan ramah, tapi bisa langsung memutus hubungan hanya karena sebuah lelucon ringan yang menyinggung sisi dirinya yang dia tidak ingin diketahui orang lain. Apalagi berakhirnya hubungan yang serius, hal itu bisa membuatnya menyimpan dendam kesumat terhadap kehidupan, sekaligus membuatnya meringkuk dalam wadah telur, sehingga orang lain akan selalu seperti “berjalan di atas kulit telur” (sangat berhati-hati karena khawatir memecahkan cangkangnya) dalam berhubungan atau berkomunikasi dengannya.

Sebuah esai yang tersaji dalam Kibin.com, berjudul “An Evaluation of the Eggshell Personality”, mengungkapkan tiga atribut untuk mengidentifikasi orang dengan kepribadian cangkang telur, tetapi hanya satu dari ketiga atribut ini yang secara tegas mengidentifikasi individu tersebut. Ciri pertama adalah interaksi mereka dengan orang lain di sekitar mereka. Dia bertindak sangat ramah terhadap orang lain dan juga aktif secara sosial. Mereka sama sekali tidak pemalu dan membuka diri seperti buku.

Sifat kedua adalah penampilan mereka. Pada kenyataannya, si Cangkang Telur terlihat seperti orang biasa dan tidak menonjol. Sangat sulit untuk mengidentifikasi si Cangkang Telur dari penampilannya karena tidak ada penampilan khusus untuk kelompok kepribadian ini, tetapi mereka pasti tidak menghiasi diri mereka dengan mode yang menarik perhatian saat mereka berjalan di jalan, seperti pakaian dengan warna-warna neon yang cerah.

Ciri ketiga dan paling kuat yang digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang berkepribadian cangkang telur adalah melalui reaksi emosional mereka terhadap situasi sosial. Mereka akan selalu menjadi orang yang paling emosional dalam kelompok sosialnya ketika diberi alasan, entah itu sesuatu yang sederhana seperti lelucon, atau peristiwa yang menyebabkan tekanan emosional yang ekstrem seperti berakhirnya suatu hubungan.

Saya sempat berharap hubungan saya dengan saudari Subud ini akan membaik dengan cepat dan kembali seperti sediakala. Saya mengira dengan saya meminta maaf (yang justru sangat tidak disarankan oleh tiga pembantu pelatih dari Jakarta Selatan dan Bogor), mengakui kesalahan saya (lagi-lagi saya melanggar nasihat seorang pembantu pelatih berkebangsaan Amerika yang tinggal di Wisma Subud Cilandak: “Apologize, but don’t do it with a guilty feeling, because that’s dangerous!” {Minta maaflah, tapi jangan lakukan dengan perasaan bersalah, karena itu berbahaya!}), hubungan kami akan membaik seperti sebelumnya.

Di Subud kita harus mengedepankan jiwa, alih-alih hati. Perasaan bersalah, rasa benci, dan rasa permusuhan bersarang di hati. Jadi, meskipun Anda rajin Latihan tapi membawa rasa benci Anda kepada sesama saudara Subud ke dalamnya, Latihan Anda tidak ada gunanya, malah memperkeras hati, dan, seperti yang dikatakan YM Bapak, Latihan kita akan berbelok ke lain jurusan.

Joe Navarro M.A. dalam artikelnya di portal Psychology Today, berjudul “Eggshell Relationships: Living with the Emotionally Unstable Personality”, memaparkan: “Karena cinta, kepedulian, atau kebutuhan (dalam kasus anak-anak) orang tetap berada dalam hubungan ini dengan berpikir bahwa tindakan kebaikan berikutnya atau hadiah berharga mereka berikutnya akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Itu tidak pernah terjadi. Tidak ada kebaikan atau penyesalan yang akan membuat mereka (si Cangkang Telur) berubah. Mereka yang emosinya tidak stabil ini sering kali tidak dapat melihat ada yang salah dengan diri mereka, mereka menyepelekan tindakan mereka, atau mereka mengatakan bahwa Andalah masalahnya, bukan mereka, dan kemudian mereka menyerang Anda. Namun demikian, mereka membutuhkan bantuan.”

Saya hanya bisa mendoakan semoga Tuhan membantu saudari Subud itu, melalui Latihan Kejiwaan yang cukup rajin ia lakukan, dan melalui kesadaran pribadinya bahwa ia memiliki emosi yang tidak stabil sehingga ia tergerak untuk meminta bantuan profesional dari seseorang yang ahli dalam menangani orang-orang seperti itu.

Kini, semua menjadi jelas bagi saya. Saya memetik banyak pelajaran dari pengalaman dengan saudari Subud “cangkang telur” itu—yang hanya berlangsung cukup singkat, hanya satu bulan lebih sedikit. Bagi saya, sangat kontraproduktif untuk terus berelasi dengan saudari Subud ini. Tetapi saya akan tetap menjaga jiwa saya agar jangan sampai terkotori oleh perasaan benci terhadapnya. Puji Tuhan untuk Latihan Kejiwaan Subud.©2023


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 19 Agustus 2023


No comments: