Tuesday, October 12, 2010

Tidak Ada Salahnya Salah Pilih

“Seorang yang pesimis, apabila dihadapkan pada dua pilihan, akan memilih keduanya.”

~Pepatah Yahudi



MERUPAKAN hal yang lumrah bila tim kreatif biro iklan menyajikan hasil pekerjaan dalam beberapa pilihan, kepada klien. Tim kreatif yang saya pimpin biasanya menyediakan tiga pilihan: satu yang disukai tim, satu yang tim perkirakan bakal disukai klien, dan satu yang kira-kira tidak disukai oleh kedua belah pihak.


Bagaimanapun, kecuali bagi yang tersebut terakhir, tim akan mempertahankan mati-matian, mengemukakan segala rasional kreatif, yang kadang sangat kreatif tetapi sangat tidak rasional, dua pilihan pertama. Namun, bukan hal yang terlalu mengejutkan bila klien akhirnya memilih karya yang disukai tim, atau malah yang semula diperkirakan tidak disukai kedua belah pihak.


Dalam proses penyaringan di aras biro iklan, tak jarang tim kreatif yang terdiri dari penulis naskah (copywriter) dan pengarah seni (art director), dipandu oleh pengarah kreatif (creative director) mengobral banyak sekali pilihan. Ada yang copywriting-nya tajam tetapi visualnya tumpul. Ada yang dari segi badan naskah (body copy) kurang menjual. Ada yang visualnya kurang tepat atau desain tata letaknya rada kampungan untuk sekelas merek yang ingin menjangkau kalangan menengah-atas.


Sebagai pengarah kreatif, yang tak jarang merangkap copywriter, lantaran bidang itulah latar belakang keahlian saya, saya seringkali dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu apabila tim kreatif menghasilkan lebih dari dua karya yang sama bagusnya, sama tepatnya, sama menjualnya. Ego saya sebagai copywriter terkadang sulit saya kuasai, utamanya apabila saya telanjur suka dengan ide kepala naskahnya, yang tersinkronkan secara mulus dengan visualnya, lalu menyambung secara gemulai dengan badan naskah, tetapi secara keseluruhan tidak sesuai dengan strateginya atau tidak sejalan dengan mandat klien. Lama-kelamaan, setelah enam belas tahun menekuni pekerjaan ini, saya menyadari bahwa tidak ada salahnya bila salah pilih.


Banyak orang terlalu mengkhawatirkan kenyataan bilamana mereka salah pilih, sehingga cenderung menghindari situasi di mana mereka harus memilih. Saya pernah menampung keluhan dari mereka yang sedang terjepit di antara pilihan dua atau lebih calon suami/istri. “Bagaimana kalau salah pilih?” Ada kawan saya yang kebingungan memilih di antara dua pekerjaan yang ditawarkan kepadanya: dua-duanya bergaji besar (sama nilai nominalnya), dua-duanya jabatan manajerial; yang berbeda hanya bidangnya, yang satu di perbankan, yang lainnya di bagian keuangan perusahaan konstruksi. Latar belakang pendidikannya yang di bidang akuntansi sangat menunjang untuk kedua pekerjaan itu. Jadilah kawan saya itu kebingungan, mana yang harus dipilihnya. “Kalau gue salah pilih gimana, To?”


Pengalaman saya menuturkan, apa pun yang kita pilih, untuknya selalu tersedia celah untuk menjadi benar atau salah, tergantung dari bagaimana sikap kita terhadapnya. Pilihan yang benar dapat menjadi salah jika kita bersikap setengah hati atau tidak niat terhadapnya. Dan sebaliknya, pilihan yang salah dapat 'dibenarkan' apabila kita bersungguh-sungguh (merasa pilihan itu yang paling benar) dan mantap terhadapnya.


Kawan saya baru-baru ini meminta bantuan saya untuk membuatkan creative rationalebuat desain logo bagi kliennya. Dia sebenarnya sudah membuat rasional tersebut, tetapi lantaran membaca muatannya saja si klien sudah tidak berkenan, gagal pula desain logo itu disetujui. Dia meminta bantuan saya karena menurutnya saya insan periklanan yang jago cipoa (membohongi) lewat kata-kata (jangan-jangan dia menganggap inisial CW dalam album-album iklan juara bukan singkatan dari copywriter, melainkan cipoa-writer). Saya pun menggarap creative rationale itu sepenuh hati, seolah logo itu saya yang mendesainnya. Saya gunakan kata-kata yang canggih dan ‘menghipnotis’ dengan acuan arti warna-warna yang saya peroleh dari internet. Alhasil, dengan desain yang masih sama tetapi dengan rasional kreatif yang sama sekali baru, si klien menerima dan menyetujuinya. Yang tadinya ‘salah’ pun akhirnya jadi benar.


Terserah orang mau bilang saya jago cipoa, jagoan ngeles (mengelak) atau apa, kebanyakan pilihan saya yang belakangan terbukti salah pada akhirnya bisa menjadi benar berkat saya ‘membenar-membenarkan’ yang salah itu, selama tujuannya membawa kebaikan bagi saya maupun orang lain. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna. Yang benar toh bisa menjadi salah, yang salah bisa menjadi benar.


Hidup itu memberi pilihan, katanya. Tetapi hidup itu sendiri sarat ketidakpastian, yang secara ilmiah disebut ‘anomali’. Apa pun pilihan yang kita ambil dengan niat yang tulus dan hati yang mantap tidak akan mencelakakan kita bila ternyata pilihan itu salah. Setiap pilihan, bagaimanapun, memiliki risikonya sendiri-sendiri. Siapkah Anda menanggung risiko setiap pilihan? Dengan kesiapan mental menghadapi semua konsekuensi dari sebuah pilihan maka pada saat yang sulit kita akan lebih kuat untuk menghadapi masalah. Pilihan kehidupan merupakan suatu keputusan yang datang bersama dengan risiko yang dimilikinya. Tetapi, jangan khawatir, toh kesalahan dapat memandu kita untuk mengenali jalan menuju kebenaran. Tanpa pernah berbuat salah, kita takkan pernah dapat menjangkau kebenaran.©2010



Pondok Jaya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 13 Oktober 2010

No comments: