Monday, October 11, 2010

Menilai Dalam Sekejap Mata


Pagi itu (22 Juli 2010), saya membaca koran yang memberitakan tentang ditemukannya endapan di pompa bahan bakar pada ribuan taksi Blue Bird, yang menandakan bahwa bensin premium yang mereka gunakan rendah kualitasnya. Sebaliknya, gejala ini tidak terdapat pada mobil-mobil yang disewakan perusahaan taksi tersebut lantaran menggunakan Pertamax.

Entah mengapa saya tidak sepenuhnya percaya bahwa berita itu murni berita, yang dilaporkan wartawan yang secara tak sengaja menjumpainya di lapangan. Sebagai penulis materi komunikasi pemasaran dan korporat, yang mengantongi pengalaman menulis artikel pesanan dan press release, saya segera dapat menilai bahwa berita tadi merupakan bagian dari aksi kehumasan, dalam rangka sosialisasi pemakaian Pertamax yang belakangan ini merebak.

Saya tidak dapat menjelaskan detil teknisnya mengapa saya mampu melakukan penilaian tersebut. Juga tidak dalam kasus kawan saya, seorang pengarah seni (art director) yang diberi tugas oleh pembina usaha (account executive, AE), di sebuah perusahaan komunikasi pemasaran dan korporat di mana kami pernah bekerja dahulu, untuk merancang sejumlah merchandise untuk event turnamen golf klien kami. Walaupun tak tercantum dalam dokumen permintaan pekerjaan (job request), kawan saya ‘merasa dirinya’ harus mendesain trofi buat turnamen tersebut, yang berbentuk sedemikian rupa yang membuat sang AE terpana lantaran pada detik terakhir klien tiba-tiba teringat untuk memesan trofi dengan desain yang mirip dengan yang telah dirancang oleh kawan saya!

Fenomena semacam ini tergolong sering terjadi dalam pekerjaan saya sebagai penulis naskah iklan (copywriter). Pernah saya diorder untuk membuat konsep kreatif dan naskah buat laporan tahunan sebuah stasiun televisi swasta, yang kerangka acuan (terms of reference, TOR) pekerjaan dan taklimat (brief)-nya sempat saya baca sekilas (tidak sampai lima menit) dan kemudian dibawa pergi oleh AE-nya lantaran akan difotokopi. Saking padatnya jadwal saya, saya meninggalkan agency pemberi order itu dengan mendadak, lupa bahwa salinan TOR maupun taklimatnya belum saya terima. Sampai di rumah, saya panik. Pasalnya, tenggat waktu penyerahan konsep kreatif dan naskah dari laporan tahunan yang diorderkan ke saya adalah keesokan paginya.

Akhirnya, saya terapkan prinsip salah seorang penulis naskah iklan top dunia, James Lowther: Lupakan brief-nya! Saya tidak perlu melupakan taklimatnya, karena saya toh tidak memiliki salinannya lantaran lupa saya bawa dari agency yang menugaskan saya, juga tidak ingat apa isinya. Baik AE-nya maupun saya sendiri terkejut keesokan harinya, karena saya muncul dengan konsep kreatif dan naskah yang benar-benar sesuai dengan TOR dan taklimat dari klien!

Semuanya terjadi secara otomatis, dan di bawah sadar saya. Fenomena inilah yang oleh Malcolm Gladwell disebut ‘cuplikan tipis’ (thin-slicing) dalam bukunya Blink – Metode Berpikir Tanpa Berpikir (Jakarta: Gramedia, 2008).

Dalam buku setebal 123 halaman itu, Gladwell mengemukakan sejumlah kejadian yang melibatkan cuplikan tipis, dimulai dengan kasus patung kouros (patung pualam laki-laki muda telanjang yang pertama kali muncul pada zaman Arkaik di Yunani, 800-480 SM) yang dibeli museum ternama di Kalifornia, Museum Paul J. Getty. Diyakini di seluruh dunia hanya ada sekitar 200 kouros yang sebagian besar sudah ditemukan dalam kondisi rusak berat atau terpotong-potong dari hasil penggalian di berbagai situs arkeologi.

Pakar-pakar sejarah, seni patung hingga ahli kimia diundang pihak museum untuk menguji apakah patung itu asli atau palsu. Setelah empat belas bulan dilakukan pemeriksaan, pihak museum mengumumkan bahwa patung itu asli dan memutuskan membelinya dari pedagang barang seni yang menawarkannya. Empat belas bulan dibutuhkan para pakar untuk memastikan keaslian patung itu. Tetapi dua orang pakar berani mengatakan bahwa patung itu palsu hanya dengan melihatnya sekilas! Dan belakangan, setelah patung itu berada di tangan Museum Paul J. Getty, terbukti kepalsuannya. Apa yang menyebabkan kedua pakar itu dapat mengungkapkan palsu tidaknya patung kouros itu dalam waktu singkat, sementara banyak pakar lainnya memerlukan waktu hingga empat belas bulan?

Gladwell tidak menjelaskan secara pasti apa saja kiatnya untuk dapat memiliki kemampuan menilai dalam sekejap mata. Ia hanya mengungkapkan sejumlah fenomena blink (kedipan mata) pada beberapa peristiwa yang dicatat sejarah. Buku ini mengungkap rahasia bahwa orang-orang yang pandai mengambil keputusan yang tepat ternyata bukanlah mereka yang mengolah informasi sebanyak-banyaknya dengan menggunakan waktu yang paling lama. Mereka yang tersebut pertama adalah orang-orang yang telah melatih diri untuk menyempurnakan thin-slicing, yaitu kemampuan menyaring sesedikit mungkin faktor terpenting dari sejumlah kemungkinan yang berlimpah.

Kemampuan blink tersebut melibatkan dua aspek penting dalam otak kita, yaitu aspek psikologi kognitif yang oleh psikolog berkebangsaan Jerman, Gerd Gigerenzer, disebut sebagai fast and frugal (cepat dan murah). Sedangkan aspek lainnya adalah pemanfaatan bawah sadar bersesuaian (adaptive unconscious) yang ada dalam otak kita. Kemampuan fast and frugal dapat digambarkan sebagai kemampuan psikologi kognitif dalam pikiran kita di mana pada saat berhadapan dengan suatu obyek, kita akan membiarkan bagian tertentu dalam otak melaksanakan serangkaian kalkulasi cepat sebelum pikiran sadar mana pun muncul.

Dalam kondisi tersebut mereka seperti merasakan sesuatu, seperti, misalnya, munculnya komentar aneh segar secara tiba-tiba dalam benak atau adanya gelombang penolakan naluriah atau kondisi yang sederhana, seperti, contohnya, telapak tangan yang tiba-tiba basah oleh keringat.

Blink cukup bagus untuk dipelajari oleh mereka yang berkecimpung di dunia pemasaran atau periklanan. Dalam buku ini, Malcolm Gladwell memberikan gambaran tentang pemasar yang mampu memanipulasi kesan pertama konsumen. Tetapi ada bahayanya juga, apabila diterapkan dalam jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Gladwell mengungkapkan di Bab 6 bukunya, yang berjudul (versi saduran Bahasa Indonesia-nya yang diterbitkan oleh Gramedia) “Tujuh Detik di Bronx: Seni Membaca Pikiran” tentang polisi yang salah tembak dan mengakibatkan kematian Amadou Diallo, pemuda 22 tahun berkulit hitam. Gerak-gerik Diallo yang duduk sendirian di depan rumahnya memancing kecurigaan polisi yang sedang berpatroli. Lantaran ketakutan ketika didatangi polisi, Diallo bergerak refleks, dan kala tangan kanannya merogoh saku untuk mengambil dompet gerakan tersebut membuat polisi menyangka Diallo akan mengeluarkan senjata api. Akibatnya, polisi memuntahkan peluru ke tubuh anak muda tak berdosa itu.

Gladwell juga mengutarakan tentang Warren Harding, presiden AS ke-29, yang dianggap tidak becus. Kok bisa orang yang tidak becus terpilih menjadi presiden negara adidaya? Belakangan terungkap bahwa peserta pemilihan presiden salah coblos, karena sekadar terpesona pada kegantengannya, padahal sesungguhnya sang presiden tidak mampu bekerja!

Buku Blink ini mengajak kita untuk berpikir ulang tentang pola pikir yang sudah terbentuk selama ini. Pola pikir yang mengajarkan bahwa kualitas sebuah keputusan berbanding lurus dengan lamanya waktu dan kerasnya usaha yang kita lakukan. Blink menggugah kesadaran kita bahwa seringkali keputusan yang diambil dalam sekejap dapat memiliki kualitas yang minimalnya sama dengan keputusan yang dilakukan dalam waktu yang lama dan usaha yang keras. Mudah-mudahan Note ini cukup untuk membantu Anda membuat cuplikan tipis tentang buku Blink dari Malcolm Gladwell!(AD)


Pondok Jaya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 7 Oktober 2010.

No comments: