SETELAH mendapat kabar bahwa perempuan dari
masa lalu yang saya tiba-tiba mimpikan akhir Juli 2025 lalu, yang mendorong
pencarian saya akan keberadaannya kini, ternyata telah meninggal sekitar 27
tahun yang lalu, saya melampiaskannya dengan menguras kesedihan saya. Hingga
yang tersisa adalah kesadaran untuk apa yang selalu Bapak nasihati: “Latihan
saja, Nak.”
Pengalaman saya dengan mimpi serta kerinduan
saya pada perempuan itu telah mengajarkan ke saya mengenai hubungan jiwa ke
jiwa. Bahwa jiwa-jiwa dapat saling membantu. Jiwa orang yang masih hidup dapat
terkoneksi dengan jiwa orang yang sudah meninggal dan membantunya menemukan
ketenangan di alam “sana” atau membimbingnya ke jalan kembali kepada Sang
Pencipta.
Berikut tiga cuplikan dari ceramah-ceramah Bapak
yang berbeda terkait apa yang bisa dilakukan anggota Subud untuk kerabat dan
sahabat mereka yang sudah meninggal.
LATIHAN UNTUK ORANG
YANG SUDAH MENINGGAL
Cuplikan ceramah Bapak
“Tuan-tuan, nyonya sekalian. Memang tidak ada
salahnya dan termasuk pekerjaan yang utama untuk menolong sesamanya. Tetapi
perlu diingat, bahwa pertolongan yang diberikan kepada siapa yang diinginkan
itu pertolongan apa sifatnya? Karena pertolongan yang diberikan—apa yang telah
Bapak dengar di sini—ialah pertolongan, agar jiwa orang yang mati dapat naik ke
atas atau dapat menemukan jalan yang utama. Itu tidak mungkin dapat dijalankan—dikerjakan—oleh
seseorang yang dirinya sendiri belum sempurna. Sehingga pertolongannya kepada
orang yang mati, yang diharapkan itu, tidak merupakan pertolongan malah
merupakan kegelapan bagi yang mati itu. Jadi, mestinya menolong, malah
sebaliknya membuntu jalannya, karena pertolongan yang diberikan itu belum
pertolongan yang sempurna, belum pertolongan yang sunguh-sungguh diperlukan bagi
menaikkan derajat jiwa manusia yang telah meninggal dunia itu. Hanya,
dapat tidak merupakan memberi pertolongan, tetapi dimohonkan kepada Tuhan,
entah bagaimana Tuhan akan kehendakNya tentang atas jiwa orang yang meninggal
itu. Jadi, saudara hanya dapat memohonkan kepada Tuhan, agar Tuhan memurahi,
memberi jalan kepada orang yang meninggal itu, agar dapat jalan yang
baik, apabila Tuhan menghendakinya. Jadi, hanya memohonkan, bukan suatu
pertolongan yang lancarkan kepada jiwa orang yang telah meninggal dunia
itu.
Dan dalam mengerjakan permohonan kepada
Tuhan, juga sifatnya saudara-saudara berlatih, sehingga keputusan tentang
diberkahi atau tidak itu tergantung kepada Tuhan sendiri. Dan saudara-saudara
yang menjalankan Latihan yang demikian itu juga akan menerima sendiri bagaimana
yang mesti diterima bagi dirinya sendiri. Artinya, meskipun dalam Latihannya itu
tujuannya memohonkan ampun dosanya orang yang meninggal itu, tokh
dengan sendirinya tidak akan merobah dirinya orang yang memohonkan itu, agar
dirinya sendiri juga dapat menerima apa yang dibutuhkan bagi dirinya sendiri.
Jadi, artinya, bukan hanya ke orang yang telah meninggal dunia saja,
tetapi kepada dirinya sendiripun akan dapat menerima. Itu semuanya tergantung
kepada kemurahan atau pemberian dari Tuhan sendiri.
Dan itu dapat dikerjakan—umpamanya—tidak
perlu dekat kepada jisim orang
yang meninggal itu. Tidak perlu dekat, karena ke Tuhan dan dalam
kejiwaan tidak ada batas tempat antara (tak
jelas), sehingga meliputi seluruh—dapat dikatakan—seluruh dunia. Jadi,
sifat yang demikian, artinya yang menyatakan kedekatan orang yang memohonkan
kepada orang yang dimohonkan—yang meninggal itu—itu hanya untuk
memperlihatkan kepada sesama manusia, untuk memperlihatkan kepada orang lain,
bahwa yang dikerjakan itu sungguh-sungguh ditujukan kepada orang yang
meninggal. Jadi, itu sifatnya hanya sifat di mata manusia, bukan di penglihatan
Tuhan.”
Coombe Springs,
Inggris, 27 Agustus 1959—59 CSP 15
MANUSIA TIDAK BISA
MENGURANGI DOSA ORANG LAIN
Cuplikan ceramah Bapak
“Malahan ada pula, saudara, seorang pembantu
pelatih yang bertanya kepada Bapak, bagaimana caranya berlatih untuk mengurangi
dosanya fiancé -nya yang
telah meninggal dunia sebelum dia kawin dengannya. Dan ada pula yang
minta persetujuan Bapak, melatih dan berlatih untuk mengurangi dosanya suami
yang telah meninggal dunia dan saudara yang
telah meninggal dunia dan kawan-kawannya yang sehati ketika masih
hidupnya, yang meninggal dunia. Yang demikian itu adalah sesuatu tindakan yang
tidak pada tempatnya. Karena segala sesuatunya, seperti yang telah Bapak
katakan tadi, harus dikiblatkan kepada Tuhan. Manusia tidak bisa, tidak dapat
melakukan sesuatu sehingga mengurangi dosanya orang lain. Sedangkan dosanya
sendiri-sendiri belum juga dapat diketahui apakah sudah diampuni apakah sudah
dibersihkan dari rasa dirinya.
Karenanya, maka, apabila terjadi yang
demikian, maka pesan Bapak atau anjuran Bapak, agar berlatih menyerahkan diri
atau menyerahkan segala sesuatunya kepada kebesaran Tuhan. Jadi, terangnya,
bahwa semuanya itu hanya Tuhan yang dapat melakukan. Dengan demikian sehingga
caranya memohonkan pengurangan dosa dari siapa yang diingini, perlu dilanjutkan
atau perlu diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jangan semata-mata saudara
lantas berlatih untuk dapat mengurangi dosanya orang lain. Itu tidak mungkin
terjadi. Karena saudara sendiri belum tahu bahwa saudara itu penuh dosa, dan
dosa itu belum seluruhnya atau belum juga sudah dibersihkan dari rasa
dirinya."
Auckland, Selandia
Baru, 20 Mei 1968—68 AKL 4
CARA MENOLONG JIWA
ORANG YANG SUDAH MENINGGAL
Cuplikan ceramah Bapak
“Ada lagi soal yang, ya, Bapak rasa lucu
sekali, tetapi ya memang biasa adalah menjadi persoalan hidup orang atau orang
hidup di dalam dunia ini. Ada sesuatu wanita yang jatuh cinta kepada seorang
pria dan pria itupun katanya juga cinta kepadanya. Sudah cinta begitu lama dan
akhirnya belum sampai terjadi perkawinan, si
laki-laki meninggal dunia. Ya, tentu saja saudara dapat merasakan
sendiri, seorang yang kehilangan kecintaannya atau kehilangan seorang yang
telah dicintai sungguh-sungguh, tentunya terasa benar-benar, sehingga menyurati
kepada Bapak dan menanyakan: ‘Bagaimana caraku untuk dapat menolong jiwanya,
karena aku cinta kepadanya, agar jiwanya bisa naik sorga dan tidak terkena
dosa. Karena saya ini sudah masuk Subud, apa kiranya dengan Latihan Kejiwaan
ini bisa mengangkat juga dia dari tempat yang tidak baik ke tempat yang baik?’
Ya, demikian saudara sehingga, ya, dapat saja
Bapak jawab, dan jawaban Bapak kepada penanya itu tidak lain daripada: ‘Ya,
segala sesuatu yang sukar dan sukar bagaimanapun, Tuhan dapat menyelesaikan,
Tuhan dapat membikin baik. Karena itu, maka kalau sungguh-sungguh saudara
memang cinta kepadanya, meskipun dia sudah meninggal dunia, baiklah saudara
Latihan saja yang baik dan percaya kepada Tuhan, bahwa Tuhan mudah-mudahan
dapat menolong kekasih saudara, sehingga kekasih saudara dapat terangkat dari
tempat yang tidak baik.’”
Planegg, Jerman, 7
Agustus 1964—64 PLG 3
Pondok Cabe, Tangerang
Selatan, 1 September 2025