SAYA baru-baru ini melakukan eksperimen, yang menurut saya sendiri merupakan “aksi nekat yang berbahaya”. Eksperimen ini adalah tentang bagaimana Latihan Kejiwaan dapat membantu kita dalam mengelola daya-daya peserta kita.
Saya memiliki dua nomor WhatsApp dari dua provider Indonesia yang berbeda, Indosat dan Telkomsel. Kedua nomor tersebut terpasang di satu ponsel saya. Secara mental, saya memberi peran protagonis yang baik kepada diri saya sebagai pengguna Indosat, yang menyandang nama Subud saya, Arifin. Peran antagonis saya berikan kepada diri saya sebagai pengguna Telkomsel, yang menyandang nama lahir saya, Anto.
Si Arifin dan si Anto kemudian mengobrol satu sama lain dalam suasana permusuhan—si Arifin yang pemaaf dan pecinta damai versus Anto yang pembenci dengan kehidupan yang depresif. Saya me-niteni (bahasa Jawa: mengobservasi secara tekun) diri ketika peran-peran saling berlawanan itu saya mainkan secara bergantian, dan peralihannya berlangsung sangat cepat, dalam sepersekian detik.
Selanjutnya, saya mengganti peran-perannya: Arifin menjadi wanita yang rupawan dan Anto adalah seorang pria yang sedang menggoda si wanita. Saya merasakan kewanitaan yang sempurna pada diri saya ketika chat dengan nomor Indosat saya, dan merasakan pribadi pria penggoda ketika menggunakan nomor Telkomsel saya.
Setelah melakukan eksperimen ini, saya melakukan Latihan pembersihan, kemudian saya merenungkan bagaimana hal-hal terjadi selama eksperimen tersebut. Saya merenungkan dalam ketakjuban bagaimana Latihan bekerja dalam mengelola daya-daya menurut peran kita masing-masing yang kita lakoni secara terbimbing dalam hidup ini.
Apa yang sebenarnya ingin saya buktikan dengan eksperimen ini? Saya ingin membuktikan untuk diri saya sendiri, bahwa Latihan (yang rajin), seperti yang pernah diceritakan ke saya oleh beberapa pembantu pelatih senior di Cilandak dan di cabang asal saya di Surabaya, Jawa Timur, memampukan kita untuk secara spontan mengelola daya-daya peserta kita untuk hidup secara harmonis, bahagia, dan aktif di dunia ini, dan sekaligus memelihara kontak kita dengan kekuasaan Tuhan. Dan “aksi nekat yang berbahaya” ini telah memberi saya keyakinan penuh bahwa apa yang mereka katakan itu benar adanya.
Saya juga menjadi paham tentang orang-orang yang dewasa ini mengalami gangguan mental (terutama depresi dan kecemasan berlebihan atau anxiety disorder) yang berkecenderungan bunuh diri, yang kabarnya merupakan dampak dari kegandrungan pada media sosial, yang memaksa orang-orang untuk menciptakan citra diri yang palsu. Dan ketika mereka kembali ke kehidupan nyata, daya dari citra diri yang palsu itu masih menempel pada mereka, sedangkan mereka tidak memiliki kemampuan mengelola daya-daya yang sebaliknya dimiliki mereka yang sudah menerima Latihan Kejiwaan.©2023
Pondok
Cabe, Tangerang Selatan, 21 Oktober 2023
No comments:
Post a Comment