Wednesday, February 22, 2023

Yang Kedua Lebih Melegenda

 


MEWAWANCARAI Kolonel TNI Purn. Alex Evert Kawilarang di rumah beliau di Jl. Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, bersama senior saya di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI), Ali Anwar, tahun 1991, kami mendapat cerita yang cukup kocak. Beliau menuturkan momen Panglima Besar Soedirman berpelukan dengan Presiden Soekarno yang beliau saksikan, tahun 1949.

Karena fotografer yang ditugaskan untuk mengabadikan peristiwa itu tidak mendapatkan sudut ambilan yang bagus, ia meminta Soedirman dan Soekarno berpelukan lagi. Foto yang bisa disaksikan generasi sekarang, karena itu, adalah kejadian pengulangan. Tetapi jepretan yang kedua kalinya itulah yang melegenda.

Ini mirip dengan peristiwa pengibaran bendera Amerika Serikat Stars-and-Stripes di puncak Gunung Suribachi, di Pulau Iwo Jima, Jepang, pada 23 Februari 1945. Foto yang bisa kita saksikan sekarang adalah jepretan kedua kalinya dari kamera dan fotografer yang berbeda. Foto yang kedua, hasil bidikan wartawan foto Associated Press, Joe Rosenthal, justru yang melegenda.

Foto pertama, yang dibuat oleh Sersan Louis Lowery, satu-satunya fotografer Korps Marinir AS yang pernah meliput enam kampanye besar selama Perang Dunia II, mengabadikan peristiwa pengibaran bendera AS di puncak Suribachi setelah berakhirnya tembak-menembak antara pasukan AS dan Jepang dalam Pertempuran Iwo Jima dan satu regu pasukan Marinir berhasil menguasai puncak dari satu-satunya gunung di pulau dalam gugus Kepulauan Okinawa itu. Foto itu dibuat pada 23 Februari 1945, pukul 10.20 pagi.

Pengibaran bendera di puncak gunung itu dimaksudkan untuk memberi isyarat kepada seluruh elemen tempur AS bahwa Iwo Jima telah berhasil direbut dan dikuasai Sekutu. Tetapi bendera pertama itu berukuran kecil, yang tidak dapat dilihat dari sisi utara Gunung Suribachi, di mana pertempuran hebat masih berlangsung selama beberapa hari ke depan.

Alasan itulah yang kemudian mendorong komandan pasukan Marinir AS di Iwo Jima, Kolonel Chandler Johnson, memerintahkan agar benderanya diganti dengan yang lebih besar. Perintahnya diteruskan lewat komandan Kompi Easy, Kapten Dave Severance, ke Sersan Michael Strank, salah satu komandan regu dari Peleton Kedua, yang kemudian membawa tiga anggotanya (Kopral Harlon Block, Prajurit Satu Franklin Sousley dan Pratu Ira Hayes) untuk mendaki Gunung Suribachi, untuk mengibarkan bendera pengganti di puncaknya.

Rosenthal harus menyiapkan kamera Speed Graphic-nya di atas tumpukan batu untuk mendapatkan titik pandang yang lebih baik. Karena sibuk menumpuk batu, ia hampir kehilangan momentum, lantaran para anggota Marinir sudah mulai mengibarkan benderanya. Menyadari bahwa ia akan kehilangan momentum, Rosenthal buru-buru mengayunkan kameranya dan menjepret foto tanpa mengintip lewat lubang pembidik.

Sepuluh tahun setelah peristiwa pengibaran bendera itu, Rosenthal menulis: “Dari sudut mata saya, saya melihat para prajurit telah mulai menegakkan tiang benderanya. Saya ayunkan kamera dan menjepret adegan itu. Begitulah foto itu dibuat, dan kalau Anda membuat foto seperti itu, Anda tidak bisa bilang kalau Anda mendapatkan bidikan yang bagus. Anda tidak tahu itu.”


Foto pengibaran bendera kedua karya Joe Rosenthal itu merupakan satu-satunya karya foto yang memenangkan Hadiah Pulitzer untuk Fotografi pada tahun yang sama dengan publikasinya di media massa, yaitu pada 1945. Foto kedua inilah yang menjadi model bagi pematung Felix de Weldon dalam membangun Tugu Peringatan Perang Korps Marinir di Arlington Ridge Park, Virginia, AS, pada tahun 1954.©2023

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 23 Februari 2023


No comments: