Saturday, February 11, 2023

KTA Digital

 



SAYA adalah salah satu dari sekian ratus peserta Kongres Nasional ke-30 PPK Subud Indonesia di Surabaya, 3 hingga 5 Februari 2023. Dalam perhelatan yang digelar di Grand Empire Palace Hotel di Jalan Blauran, Surabaya, ini, saya mengalami dua hal “konyol” terkait identitas keanggotaan Subud saya.

Yang pertama adalah ketika saya hendak meminta name tag kepesertaan saya untuk Kongres Nasional tersebut. Setelah membayar Rp300.000 untuk Paket Festival (hanya mendapat name tag, tidak mendapat makan, congress kit, serta penginapan), dan data saya dimasukkan oleh petugas di meja registrasi, saya harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan name tag atas nama saya. Petugas di meja registrasi, seorang wanita anggota Cabang Jakarta Selatan, sempat sewot lantaran saya ngotot bahwa saya anggota Subud Cabang Surabaya. Dia bersikap demikian karena selama ini dia seringnya melihat saya berkeliaran di Hall Cilandak.

Ketika saya akan pindah ke Jakarta pada tahun 2005, Sekretaris Cabang Surabaya, Pak Seno Prasodjo (kini Pembantu Pelatih Daerah Pria Cabang Surabaya) menawarkan saya untuk membuatkan surat pengantar yang menjelaskan bahwa saya benar anggota Cabang Surabaya, tempat saya ngandidat dan dibuka hampir 19 tahun yang lalu. Saya berkata kepada beliau saat itu, bahwa saya tidak berniat mengganti keanggotaan Surabaya saya dengan cabang di kota ke mana saya akan pindah. Jadi, secara administratif saya tetap berstatus anggota Subud Cabang Surabaya.

Giliran saya hendak mengambil name tag di meja yang bertuliskan “Komwil VI”, komisariat wilayah yang menaungi antara lain Cabang Surabaya, petugas di belakang meja sempat pula ngotot-ngototan dengan saya, karena dia tidak percaya bahwa anggota Cabang Surabaya, karena di data cabang tidak ada nama “Arifin Dwi Slamet” maupun nama asli saya. Petugas yang berusia muda, jauh di bawah saya usianya, dengan sikap tidak sopan, berkata, “Saya sudah lima belas tahun di Subud Surabaya, tidak pernah melihat Bapak... Saya tidak pernah melihat Bapak di muswil-muswil Komwil Enam!”

Segera saya damprat dia dengan rada sebal, “Lho, saya masuk Subud ketika kamu masih kecil. Kamu kan sering diajak orang tua kamu ke Hall Manyar. Tanyain aja ke bapak kamu, Bagiyon, kalau saya benar-benar anggota Cabang Surabaya!”

Pada saat itu, datanglah satu pembantu pelatih (PP) Cabang Surabaya, berjalan ke arah meja Komwil VI. Beliau salah satu PP yang dulu melayani saya ketika saya masih ngandidat. Cak Nur namanya. Beliau menepuk bahu saya dan mengatakan bahwa saya tidak perlu khawatir, karena dia akan menjelaskan ke anak muda itu. Beliau juga mempersilakan saya pergi setelah mendapatkan name tag atas nama Arifin Dwi Slamet, Cabang Surabaya.

Di depan akses ke Ballroom dari Grand Empire Palace Hotel, yang merupakan venue penyelenggaraan Kongres Nasional, terdapat sebuah stan yang berdasarkan informasi yang saya dapat merupakan tempat untuk mencetak kartu tanda anggota (KTA) Subud Indonesia bagi yang belum memilikinya. Saya belum pernah memiliki KTA selama ini dan, karena itu, ingin membuatnya. Saya pun mendatangi stan tersebut. Petugas di belakang meja pelayanan adalah seorang anak muda anggota Cabang Jakarta Selatan yang saya mengenalnya cukup baik. Fajar namanya. Dia mengatakan bahwa stannya sedang tutup karena kehabisan formulir. Saya diminta datang lagi jam tiga sore. Tetapi, ketika saya datang lewat dari jam itu, lagi-lagi saya dihadapkan pada pernyataan Fajar bahwa formulirnya habis.

Kebetulan datang seorang wanita mendekat ke stan tersebut dan duduk berhadapan dengan Fajar di meja pelayanan. Mendengar bahwa saya tidak mendapat formulir pendaftaran untuk pembuatan KTA, wanita itu memberi saya satu formulir kosong yang baru difotokopinya. Wanita itu berkata, “Pak Slamet kan ya?”

Saya mengiyakan dan menanyakan, dari mana dia tahu nama saya. Wanita itu memperkenalkan diri dan asal cabangnya, yaitu Subud Denpasar, dan bahwa kami berteman di Facebook. Saya pun ingat namanya sebagai salah satu teman Facebook saya.

Di dalam dan luar ajang Kongres Nasional ke-30 PPK Subud Indonesia di Surabaya, 3-5 Februari 2023, ini saya menandai sesuatu yang unik: Banyak anggota yang menyapa saya, baik yang saya kenal maupun tidak. Yang tidak saya kenal, saya tanyakan dimana kami pernah jumpa.

“Saya suka baca postingan Pak Arifin di Facebook,” kata beberapa orang.

“Kita kan berteman di Facebook,” kata beberapa lainnya.

“Di Instagram, Mas/Kak!” jawab generasi yang lebih muda.

Ada pula yang tiba-tiba mendekati saya, tak jarang merangkul atau memeluk saya, seraya berucap, “Terima kasih ya, sharing pengalaman Pak Arifin di blognya sangat membantu saya!”

Ada beberapa anggota Subud luar negeri yang segera mengenali saya, karena kefasihan saya berkomunikasi di FB Group Subud Around the World dan For Subud Members Only, serta saya pernah dua kali mengirim artikel ke newsletter dari Subud Zona 3 Eropa.

Setelah mendapat fotokopian formulir itu, saya segera mengisinya. Hambatan belum hilang, karena untuk mengabsahkan kebenaran data yang saya isikan di formulir itu saya harus meminta tanda tangan PPD Cabang Surabaya—Pak Seno Prasodjo—dan Ketua Cabang Surabaya—Mbak Sri Sarmiati. Setelah bertanya ke sekretariat panitia, saya mendapat petunjuk tentang keberadaan Pak Seno (di lokasi pameran foto di Ballroom), dan menyodorkan formulir tersebut. Beliau menolak menandatanganinya karena harus ditandatangani oleh Ketua Cabang terlebih dahulu.

Berdasarkan informasi dari panitia di sekretariat panitia Kongres Nasional, Ketua Cabang Surabaya sedang sibuk di ruang makan, mengurus konsumsi. Terpaksalah saya menunggu lama. Sambil menunggu, dan setelah diselingi dengan merokok di balkon Lantai 10 Grand Empire Palace Hotel, saya melakukan testing: Haruskah saya membuat KTA?”

Saya menerima: “Tidak perlu!” Pasalnya, saya toh telah memiliki “KTA digital” dengan begitu banyaknya anggota, PP dan pengurus dari berbagai daerah di Indonesia dan di luar negeri yang mengenali saya dari aktivitas saya yang demikian tinggi di media sosial. Dengan jawaban itu, saya gumpal kertas formulir tersebut dan menyimpannya untuk sementara di dalam tas selempang saya (karena masih terdapat data pribadi saya di dalamnya; keesokan harinya baru saya sobek kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah).©2023

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 11 Februari 2023


No comments: