Saturday, September 10, 2022

Sejalan Tetapi Belum Tentu Sama Arahnya

BARU-baru ini, satu saudara Subud meminta bantuan saya untuk membuat suatu tulisan, bila perlu panjang-lebar, yang akan digunakannya untuk memberi alasan kuat bagi dirinya untuk mengundurkan diri dari proses ujian kenaikan tingkatnya di perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Ada sejumlah hal dalam proses tersebut yang menghalanginya, lantaran secara praktik bertentangan dengan Latihan Kejiwaan Subud. Di Subud, hal ini disebut mixing, yaitu mencampuradukkan Latihan Kejiwaan dengan lain-lain yang tidak sejalan dengan prinsip Latihan yang pijakannya adalah menyerah kepada kehendak Tuhan dengan sabar, tawakal, dan ikhlas. Meskipun di permukaan, lain-lain praktik memiliki prinsip yang sejalan dengan Latihan Kejiwaan, tetapi belum tentu arahnya sama.

Berikut, tulisan yang saya buatkan untuk saudara Subud tersebut.

“Saya masuk Subud tahun 1995 karena praktik spiritualnya yang unik. Dinamakan Latihan Kejiwaan, praktik ini diterima melalui suatu pengalaman gaib yang dilalui Raden Mas Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo pada tahun 1925. Latihan Kejiwaan, atau Latihan saja, merupakan teknik berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang meniadakan akal pikir dan nafsu kehendak pribadi. Pelaku Latihan hanya menerima dengan perasaan sabar, tawakal dan ikhlas apa pun yang datang kepadanya, apakah itu gerak, suara, atau keduanya, atau diam saja. Bekerjanya akal pikir atau kehendak pribadi akan segera menghentikan Latihan. Tidak pula ada konsentrasi atau fokus pada apa pun sebagaimana yang dilakukan dalam meditasi atau semadi, dan juga menafikan pemusatan batiniah seperti dalam kebatinan.

Latihan tidak memerlukan sarana atau perantaraan berupa mantra, doa, niat, tidak menggunakan upaya yang dibantu alat atau simbol-simbol (bahkan tidak boleh menggunakan lambang Subud sebagai media untuk membangkitkan Latihan Kejiwaan). Pendekatan latihan pernapasan atau olah gerak yang di luar kealamian makhluk hidup juga tidak diperlukan. Melakukan yang sebaliknya malah hanya akan menghambat pertumbuhan kejiwaan/spiritualitas kita, dan kita akan harus melalui proses purifikasi (pembersihan) untuk bisa kembali melangkah di ‘jalan yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Kuasa’, yaitu kodrat kemanusiaan kita.

Singkat kata, Latihan Kejiwaan itu sangat mudah, hanya menggunakan apa yang sudah ada pada diri manusia sejak diciptakan. Melalui Latihan, manusia dihubungkan kembali dengan apa yang dikodratkan pada dirinya, tetapi telah ‘hilang’ ketika manusia meninggalkan usia kanak-kanaknya dan merangkul kehidupan yang sangat kuat berpijak pada akal pikiran atau daya benda (material forces).

Apakah dengan begitu lantas anggota Subud sebaiknya tidak melakoni kehidupan duniawi?

Nah, di sinilah asyik dan serunya Latihan bagi saya; Latihan tidak mencabut anggota Subud dari kehidupan sehari-harinya yang penuh dinamika. Hanya saja, anggota perlu senantiasa mawas diri, agar dirinya tidak (lagi) meninggalkan kealamiannya dan melekat pada hal-hal yang sesungguhnya semu, atau sejatinya tidak benar-benar dibutuhkan dalam melakoni kehidupan di dunia. Sebagai anggota Subud, misalnya, saya tetap bekerja, dengan memberdayakan akal pikir saya seperlu pekerjaan saya, tetap berobat ke dokter bila sakit, tetap beribadah sesuai syariat agama saya, dan untuk menjaga kesehatan saya mengonsumsi makanan yang baik serta rajin berolahraga. Salah satu olahraga yang saya lakukan adalah silat, yang saya pelajari dan latih di Persaudaraan Setia Hati Terate. Silat terbukti membantu saya dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesehatan fisik dan mental saya. Saya tidak memerlukan silat untuk lain-lain selain untuk kesehatan semata.

Di PSHT, saya berusaha menyinkronkan Latihan Kejiwaan dengan aktivitas seni bela diri. Latihan membimbing gerak, napas dan pikiran saya agar sejalan dengan prinsip seni bela diri silat Setia Hati Terate sekaligus tetap terpelihara kealamian gerak, napas, dan pikiran saya. Latihan Kejiwaan berperan sentral dalam membangkitkan komitmen saya untuk rajin berlatih silat, yang dengan itu terpelihara kesehatan saya secara lahir dan batin, jiwa dan raga.

Ada beberapa aspek dalam silat SHT yang, karena Latihan yang telah meliputi diri saya, tidak ingin saya lakukan, seperti, misalnya, teknik olah napas, yang secara kejiwaan (Subud) maupun medis sebaiknya dihindari. Dunia medis menyarankan teknik bernapas sealami mungkin, tidak diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.

Aspek meditasi atau semadi juga tidak bisa berjumbuh dengan Latihan Kejiwaan saya, karena pendekatan masing-masing tidak sejalan. Mengenai hal ini, perkenankan saya mencuplik ceramah Pak Subuh di Planegg, Jerman, pada 28 April 1967: ‘Jadi, Latihan Kejiwaan ini bukanlah suatu latihan seperti yang telah dilakukan oleh para orang atau para golongan yang dengan menggunakan semadi, meditasi dan lain-lain praktek. Karena tindakan yang demikian yang dengan sistem semadi dan praktek lain-lain seperti hipnotis, spiritis dan lain-lainnya, itu mematikan rasa diri saudara, sehingga nanti yang hidup bukan pribadi saudara tapi hati dan nafsu saudara! Dan karena yang demikian itu maka dilaranglah oleh agama, dilarang pula oleh Tuhan Yang Maha Esa. Jangan manusia menggunakan demikian, karena sesuatu yang merupakan jalan yang benar yang dapat menuju ke Tuhan, tidak ada jalan lain, tidak ada aturan maupun jalan kecuali apabila diberkahi Tuhan. Jadi, Tuhanlah yang akan memberi jalan kepada saudara sekalian. Sedangkan itu telah saudara terima dan telah saudara mulai dikenalkan antara lahir dan batin, ialah antara saudara dengan jiwanya.’

Namun secara keseluruhan, PSHT merupakan wadah yang sungguh tepat untuk pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber pada budaya Indonesia, tempat dimana Tuhan menghendaki saya dilahirkan dan bertumbuh. PSHT juga mencetak insan yang berperikemanusiaan, jujur, berbudi pekerti luhur, tidak takabur dan peka terhadap penderitaan orang lain.

Sebagai pendiri Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Dharma (PPK Subud), RM Muhammad Subuh dalam pencarian hakikat kerohanian beliau juga pernah singgah di Setia Hati pada tahun 1921, berguru langsung pada Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo. Latihan silatnya mempersiapkan fisik dan mental Pak Subuh yang mulai 1925, setelah menerima wahyu Latihan Kejiwaan, harus menghadapi proses purifikasi yang tidak ringan, serta mewariskan penerimaannya kepada orang lain yang terus-menerus berdatangan.

Pada dasarnya, melalui Latihan Kejiwaan, kehidupan saya dituntut menjalankan akhlak vertikal, yaitu terhadap Tuhan, dengan baik, sekaligus tidak mengabaikan akhlak horisontal, terhadap sesama manusia, yang digerakkan oleh nilai-nilai yang saya internalisasi melalui silat Setia Hati Terate. Keduanya berjalan beriringan dengan harmonis. Bagaimanapun, beberapa aspek dalam SHT tidak dapat saya lakukan karena alasan yang saya sebutkan di atas terkait dengan Latihan Kejiwaan Subud.

Oleh karena itu, dengan tetap menghormati dan menghargai syarat-syarat dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan PSHT, saya mohon dimaklumkan serta dimaafkan jika saya tidak ingin meneruskan proses berkenaan dengan ujian kenaikan ke Tingkat Dua.”©2022

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 11 September 2022

No comments: