Monday, March 30, 2020

Catatan Perjalanan Arifin Dwiastoro di Sukoharjo Pada 11-12 Agustus 2018—Bagian 2: Sawah Kota


TIKUS menjadi ancaman nyata bagi pertanian, terutama musim tanam kedua. Dari pengalaman, tikus bukan hanya makan padi. Cabai pedas dan batang pohon tembakau yang pahit pun mereka sikat. Jenis tikus yang sangat membantu adalah pithi, berukuran dua kali jempol tangan orang dewasa atau hamster. Berbulu kelabu gelap, telinga lebar, dan ekor panjang melebihi tubuh. Tikus jenis ini sangat rakus. Tikus sawah lebih besar tetapi tidak serakus pithi.

“Sejak ada rubuha,” kata Pak Kardiman, orang yang bertanggung jawab untuk pembuatan rubuha di Poktan “Boga Tani”, “serangan hama tikus berkurang. Hasil panen meningkat dua kali lipat, baik padi maupun palawija. Mungkin mendengar suara dares saja tikus sudah takut.”

Cerita tentang kiprah Kelompok Tani “Boga Tani” melestarikan burung hantu Tyto alba membawa saya ke Dukuh Klurahan, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Kampung yang berjarak sekitar 14 kilometer dari Kota Solo ini menjadi contoh sukses pemanfaatan burung hantu jenis Tyto alba, si pemberantas tikus. Burung hantu sekaligus mengubah Dukuh Klurahan yang dahulu tertinggal pengelolaan pertanian dan lingkungannya menjadi desa wisata.

“Keunikan Dukuh ini adalah letak persawahannya yang di wilayah kota. Ini kan kecamatan kota Sukoharjo. Sawahnya masih produktif dengan irigasi yang bagus,” kata Pak Kardiman dengan bangga.©2020


Pondok Cabe III, Tangerang Selatan, 30 Maret 2020

No comments: