Monday, August 25, 2008

Seandainya Tuhan Pensiun












Bilamana Tuhan berhenti bekerja dan memutuskan untuk pensiun? Yang pasti, kita mati. Jangankan pensiun untuk selamanya, bila Tuhan beristirahat barang sejenak saja, seisi alam semesta pun berhenti beroperasi, menimbulkan hubungan sebab-akibat yang saling merugikan (baca: membahayakan) . Jika kita meyakini bahwa Tuhanlah yang menggerakkan siklus kehidupan segala sesuatu yang hidup dari detik ke detik, coba bayangkan apabila Dia memutuskan untuk break sebentar. Segala sesuatunya berhenti, termasuk detak jantung kita dan napas kita. Seluruh eksistensi kehidupan di alam ini pun pensiun. Pada level ke-Tuhan-an, ada break bukan berarti ada Kit Kat, tetapi Kiamat!

Tuhan tidak kenal istirahat. Itulah wujud kasih sayangNya bagi ciptaanNya. Karena Tuhan tidak kenal istirahat, maka bagi Pendeta Dr. Myles Munroe—‘gembala senior’ dari Bahamas Faith Ministries International yang berkantor di Nassau, Bahamas—istirahat, cuti panjang, menganggur, dan masa purnakarya (pensiun) tidak sejalan dengan kodrat manusia. Dalam bahasa Kristennya: tidak Alkitabiah.

Pendapat yang kiranya cukup mengguncang dunia kekaryaan itu dibahas tuntas oleh pembicara motivasional internasional yang meraih gelar doktor kehormatan dari Oral Roberts University itu dalam bukunya Releasing Your Potential—Menyingkapkan Diri Anda yang Tersembunyi, terjemahan Budijanto (Jakarta: Immanuel, 2007). Dr. Munroe menegaskan bahwa menurut kaidah agama Kristen, orang yang tidak bekerja, apa pun alasannya, adalah orang yang tidak beriman. Apa sebab? Karena sejak diciptakan, manusia telah dibekali oleh Tuhan dengan perangkat untuk menuai ladang bernama Bumi ini. Perangkat itu disebut ‘potensi’. Jumlahnya bagi setiap manusia sangat tidak terbatas, sehingga tidak masuk akal bila manusia tidak bekerja, tidak berkarya, tidak berkreasi seoptimal mungkin!

Tidak punya bakat, tidak berpengalaman, tidak berani, faktor usia, ketiadaan waktu yang cukup, faktor kurangnya kecerdasan dan pengetahuan, dan kurangnya kekuatan tenaga serta cacat fisik, atau sudah merasa berkecukupan dalam soal materi seringkali menjadi alasan bagi sebagian besar kita untuk tidak bekerja. Semua itu tidak menjadi hambatan hanya bila kita menginsafi akan potensi-potensi yang ada di dalam diri kita—yang begitu hebatnya sampai Anda pun tak akan percaya dengan apa yang bisa Anda lakukan.

Sudah menjadi kelaziman bahwa bekerja adalah untuk memperoleh upah atau gaji, sehingga timbul anggapan umum bahwa kita belum bekerja bila tidak memperoleh upah. Inilah kesalahan terbesar kita. Padahal bila Anda sudah bekerja sekian lama dan tidak mendapat apa pun selain gaji yang kian besar, dalam pandangan Dr. Munroe Anda gagal menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri adalah momentum, di mana Anda bisa seoptimal mungkin mengekspresikan semua potensi yang Anda miliki. Dengan kata lain, Anda mengalami tumbuh-kembang melalui kerja yang Anda lakukan. Di dalam buku setebal 197 halaman ini, Dr. Munroe membuat perbedaan antara ‘kerja’ dan ‘pekerjaan’. Kerja melepaskan potensi, sedangkan pekerjaan memberikan upah atau gaji. “Kerja keras bukan hanya mengerjakan suatu hal namun melahirkan suatu hal. Kerja keras adalah melahirkan bayi yang akan mati bersama Anda jika Anda tidak mewujudkannya,” tulis Dr. Munroe di halaman 177 bukunya yang merupakan satu bagian dari trilogi buah pikirannya mengenai potensi (dua lainnya berjudul Understanding Your Potential dan Maximizing Your Potential).

Sebagian besar kita, saya yakin, tidak bersedia bekerja tanpa imbalan. Bahkan, kalau mungkin, kita bisa segera kaya-raya agar tidak perlu lagi bersusah-payah bekerja. Coba Anda utarakan hal ini pada Dr. Munroe, maka dia akan mempersilakan Anda ke kuburan, karena di sanalah kekayaan berlimpah. Lho kok?! Dr. Munroe menulis dalam prakata bukunya: “Anda dan semua individu lain di planet ini memiliki harta yang luar biasa. Terlalu banyak harta ini terkubur setiap hari, tidak dimanfaatkan dan tidak tersentuh, di kuburan dunia. Banyak pria dan wanita yang tidak dikenal masuk ke dalam kekekalan dalam keadaan mengandung potensi, dengan tujuan yang mati sebelum dimulai. Hidup dengan kemampuan membawa tanggung jawab. Mati dengan kemampuan mengungkapkan ketiadaan tanggung jawab.”

Membaca kata-kata Dr. Munroe di halaman 69—“Anda bukan apa yang guru Anda katakan tentang Anda atau anak-anak Anda atau atasan Anda katakan tentang Anda. Anda sama berharga dan sama mampunya dengan apa yang Tuhan katakan tentang Anda.”—saya terkenang pada masa sekolah dahulu, di mana saya tergolong tidak diperhitungkan baik oleh teman-teman sekolah maupun para guru, karena kelambanan saya dalam mencerna pelajaran membuat saya dicap ‘madesu’ (masa depan suram), sampai-sampai ada guru yang menganjurkan agar saya tidak usah ikut Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) saja, karena toh tidak bakal lolos dalam persaingan keras memperebutkan kursi di perguruan tinggi negeri. Guru tersebut kaget bukan kepalang ketika menerima kabar bahwa dua kali berturut-turut saya lolos Sipenmaru. Modal saya saat itu hanyalah cuek atas anggapan teman-teman dan para guru, dan belajar segiat doa yang saya panjatkan kepada Tuhan. Saya meyakini cepat atau lambat pertolongan Tuhan akan menyertai perjuangan saya.

Iman/keyakinan merupakan modal utama untuk melepaskan potensi kita. Dr. Munroe menandaskan bahwa keyakinan kepada Tuhan adalah ember yang menarik keluar dari sumur potensi yang ada di dalam kita. Ironisnya, di negeri yang menjunjung kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti Indonesia, banyak orang yang tidak melihat keterkaitan apa pun antara kekaryaan dan peran tuntunan Tuhan di dalamnya. Banyak umat beragama dan para pencari di jalan spiritual memisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Membahas perkara potensi, bagaimanapun, kita tidak bisa mengesampingkan pemahaman atas perkara spiritual, karena potensi itu sendiri bersifat niskala (tersembunyi di dalam diri). Potensi adalah hal-hal yang masih harus dimanifestasikan, yaitu melalui kerja untuk melahirkan produk yang kasat mata. Potensi membutuhkan kerja untuk memanifestasikan diri. Usaha mengubah potensi menjadi pengalaman.

Dr. Munroe menekankan bahwa kunci utama agar kita mampu menyingkapkan potensi-potensi yang tersembunyi di dalam diri kita adalah dengan senantiasa berkontak dengan Sang Pencipta. Sambil terus berkontak denganNya, kita akan mengerti bagaimana kita dirancang untuk berfungsi dan mengetahui tujuan kita. Kita juga disarankan untuk mengerti sumber daya kita. Terakhir, kita harus mengerjakan potensi kita.

Di dalam buku Releasing Your Potential ini, Dr. Munroe juga mendefinisi ulang istilah ‘sukses’. Sukses, yang selama ini dianggap merupakan suatu pencapaian puncak dalam perjalanan usaha kita dan hampir selalu ditandai oleh kepemilikan harta kekayaan, menurut Dr. Munroe justru tidak ditentukan oleh apa yang kita miliki, tetapi oleh apa yang kita lakukan dengan apa yang kita miliki. Kita diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang potensial dan kita dilengkapiNya dengan:

· Sumber daya Rohani

· Sumber daya Jasmani

· Sumber daya Materi

· Sumber daya Jiwa (pikiran, kehendak, perasaan kita)

· Sumber daya Waktu (“Satu-satunya waktu yang Anda miliki adalah Sekarang!”)

yang tidak terbatas. Kerja sangat penting untuk pemeliharaan dan penggandaan sumber daya Anda. Kekayaan sumber daya kita tidak terbatas apabila kita mau berserah diri dengan sabar dan ikhlas—yang dengan begitu membuka mata kita terhadap kemungkinan- kemungkinan.

Dr. Munroe mengatakan bahwa keadaan tidak bekerja adalah tidak Alkitabiah; sebuah dosa besar dalam cara hidup Kristiani yang hidup di dalam Kristus. Anda yang beragama Kristen—atau agama apa pun, karena perintah Tuhan agar manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terdapat pada semua agama—boleh saja menganggap pernyataan tersebut sebagai penjelasan metaforik a la kitab suci yang masih samar. Istilah ‘dosa’ kerap dimaknai sebagai ‘kelahiran lahiriah dan batiniah’ bagi si pelaku. Tidak bekerja merupakan dosa besar karena akibatnya bukan saja merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. “Jika Anda mampu bekerja, tetapi Anda tidak bekerja,” tulis Dr. Munroe di halaman 169, “Anda sebenarnya mencuri dari orang yang bekerja.” Pencuri adalah siapa saja yang mengandalkan produktivitas orang lain guna memenuhi kebutuhannya karena ia terlalu malas untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Jika Anda hidup di suatu rumah, tetapi Anda tidak bekerja, maka Anda sebenarnya seorang pencuri (hlm. 168-169).

Orang yang terlalu lama tidak bekerja ternyata bisa dihinggapi penyakit fisik maupun mental. Lihat saja orang-orang yang memasuki masa pensiun; mereka biasanya langsung disergap penyakit kritis yang berisiko kematian. Jika usia Anda di bawah 50 tahun dan tidak bekerja, efeknya cenderung bersifat mental. Bukan saja badan Anda menjadi malas bergerak, cepat mengantuk, dan doyan makan, hati Anda pun menjadi beku, sehingga Anda mudah marah, mudah tersinggung, dan cepat curiga pada orang lain. Perasaan-perasaan negatif semacam ini juga mempercepat kematian, biasanya akibat hipertensi dan serangan jantung.

Kematian memang tak bisa dikira dan tidak bisa ditolak, tetapi, seperti pesan Dr. Munroe pada penutup bukunya, bertekadlah untuk mati dalam keadaan kosong (karena seluruh potensi Anda sudah terekspresikan) dan tinggalkan untuk bumi warisan yang memberi hidup bagi orang lain.[

No comments: