HARI ini, 24 Oktober 2022, genap 28 tahun usia karir saya di bidang copywriting. Sebagai copywriter, saya menulis naskah untuk disebarluaskan guna kepentingan komersial. Contohnya, naskah iklan televisi (termasuk menuliskan sudut-sudut ambilan kamera sebagai arahan untuk sutradara dan kameraman), radio, majalah, koran, baliho, spanduk, dan lain sebagainya.
Dalam praktiknya, naskah iklan tidak hanya untuk iklan konvensional atau berkategori above-the-line (lini atas), seperti iklan televisi, radio, atau media cetak, tetapi juga naskah promosi apa pun yang dibutuhkan oleh industri. Misalnya, teks situs web, kalender, brosur, semboyan perusahaan/produk (tagline), surat penjualan (sales letter), rilis pers (press release), direct mail, nawala (newsletter), dan masih banyak lagi.
Selama 28 tahun karir saya saja, saya sudah menulis ratusan naskah untuk tujuan penjenamaan (branding), baik berupa iklan lini atas maupun below-the-line (lini bawah). Selain naskah promosi, juga naskah untuk buku dan artikel media cetak.
Di biro iklan, seorang copywriter duduk di departemen kreatif, berpasangan dengan seorang pengarah seni (art director) dalam meramu sebuah konsep iklan, tetapi copywriter tidak terbatas dalam fungsinya ketika mengonsepkan sebuah iklan. Meskipun copywriter menulis naskah dan art director merancang grafis atau visual dari iklan, yang tidak jarang terjadi malah ide visualnya berasal dari copywriter, dan sebaliknya. Kemampuan kreatif di dua bidang itulah yang membekali saya ketika kelak menjabat sebagai pengarah kreatif (creative director) di biro iklan.
Saya mendapat kesempatan sebagai creative director ketika saya telah delapan tahun menekuni copywriting di sejumlah biro iklan di Jakarta dan Surabaya. Sebagai creative director, saya membuat keputusan-keputusan kreatif tingkat tinggi, dan dengan keputusan-keputusan itu saya mengawasi pembuatan aset-aset kreatif seperti periklanan, produk, acara, atau logo. Dalam peran ini, saya mengambil peran sebagai copywriter, pengarah seni, atau desainer utama—karena saya tidak menguasai komputer untuk desain, maka saya cukup mengarahkan seseorang yang ahli di bidang itu.
Keahlian saya di bidang copywriting mengalami peningkatan yang signifikan setelah saya dibuka di Subud. Bila sebelumnya saya selalu perlu berpikir keras untuk mendapatkan ide buat sebuah pekerjaan kreatif, setelah berlatih kejiwaan saya hampir tidak perlu berpikir untuk mendapatkan ide. Kalaupun berpikir, biasanya prosesnya saya lalui dengan bimbingan Latihan.
Tahun 2006, satu art director di firma kehumasan di Jakarta, tempat saya bekerja sebagai executive creative director, menyampaikan ke saya niatnya untuk masuk Subud. Saya tanyakan, apa yang mau dia cari di Subud. Jawabannya membuat saya terkesima. Ia berkata, “Gue kagum lihat lu dan Mas Agus (general manager divisi integrated marketing communications dari firma kehumasan tersebut yang juga di Subud) kalau beride nggak pakai brainstorming kayak anak-anak biro iklan. Lu berdua cuman merem, muncul deh idenya. Idenya keren-keren lagi!”
Dialog itu meluncurkan saya kembali ke tahun 2004, ketika saya baru dibuka di Subud Cabang Surabaya. Saya niteni bagaimana saya dengan mudahnya mendapatkan ide untuk pekerjaan hanya dengan berperasaan sabar, tawakal dan ikhlas. Dan ketika menulis, pikiran saya serasa berhenti. Tangan saya mengetik begitu saja. Seperti komentar satu saudara Subud dari Sleman baru-baru ini terhadap postingan saya di Facebook: “Copywriter tanpa mikir.”
Saya betul-betul menikmati proses menulis naskah promosi setelah dibuka di Subud. Ada pembelajaran di dalamnya, dorongan untuk selalu meneliti bahan maupun diri sendiri, dan pada akhirnya keinsafan mengenai siapa yang “berdiri” di sisi saya selama melakukan kegiatan itu. Tak mengherankan, walaupun 28 tahun telah terlampaui, keinginan untuk berhenti belum ada. Saya hanya menjalankannya dengan perasaan nikmat dan syukur. Puji Tuhan!©2022
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 24 Oktober 2022
No comments:
Post a Comment