Friday, August 19, 2022

Modal Penguasaan Bahasa Asing

TAHUN 2009, dalam rangka proyek penulisan buku mengenai kiprah seorang pakar komunikasi lintas budaya (yang batal karena sesuatu dan lain hal), saya dan istri menginap di rumah sang pakar. Tujuannya adalah untuk mengenal kehidupan dan pekerjaannya, sehingga saya dapat menghayati penulisannya.

Putra bungsu beliau saat itu sedang kuliah tingkat magister di Amerika Serikat. Saat sarapan pagi bersama istri saya, sang pakar dan suaminya, saya mengungkapkan bahwa saya iri pada putra bungsu mereka yang lantaran pernah tinggal lama di Negeri Paman Sam, bahasa Inggrisnya sangat fasih, setara dengan penutur asli. Saya ingin sekali seperti dia, karena saya suka berkomunikasi dengan siapa saja, tetapi terkendala kemampuan berbahasa asing.

Suami sang pakar, yang juga anggota Subud, menanggapi, “Mungkin Tuhan menghendaki Mas Anto untuk mendalami bahasa Indonesia dulu. Itu kan bahasa jiwa Anda, bahasa yang mengisi kepribadian Anda sejak kecil.”

Meskipun mengiyakan sebagai tanda bahwa saya memahami apa yang beliau katakan, sebenarnya saya masih meraba-raba apa artinya. Dalam perjalanan hidup saya selanjutnya memang penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, yang sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), atau kelak menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), dan Agustus tahun 2022 kembali jadi EYD yang diperbarui, amat membantu saya melakoni pekerjaan saya sebagai copywriter.

Sejak 2015, saya gencar berkomunikasi dengan anggota-anggota Subud dari berbagai negara via Facebook, dan beberapa tahun belakangan juga lewat WhatsApp. Komunikasinya tentu dalam bahasa Inggris. Untuk memperkaya kosa katanya, saya gunakan Google Translate. Banyak orang menilai Google Translate terlalu buruk hasil penerjemahannya, dengan banyak arti yang tidak tepat, baik dari bahasa Indonesia ke Inggris maupun sebaliknya. Sampai-sampai, ada ekspresi “bahasa Inggris ala Google Translate”, yang artinya bahasa Inggris yang sangat buruk.

Tetapi, para anggota Subud luar negeri, terutama yang berasal dari Inggris, Amerika, Kanada dan Australia mengatakan bahwa bahasa Inggris saya “faultless” (tidak ada cela, sempurna), bahkan ketika saya menggunakan Google Translate. Satu artikel mengenai pengalaman saya sebagai penerjemah untuk World Subud Association (WSA), yang saya tulis dalam bahasa Inggris, karena saya kirim ke buletin Subud Zona 3 (Eropa), Projects & Properties, dan terbit di edisi bulan Desember 2020, tidak mengalami penyuntingan apa pun kecuali penggantian dari bahasa Inggris Amerika menjadi Inggris Britania. Saya sendiri sempat tidak percaya diri dengan bahasa Inggris yang saya gunakan untuk penulisan artikel tersebut, lantaran editor buletinnya adalah seorang berkebangsaan Britania.

Saat ini, saya tengah menggarap coffee-table book untuk ulang tahun ke-50 PT Asahimas Flat Glass Tbk. dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Google Translate saya andalkan, selain kemampuan sendiri. Ketika menulis naskah bahasa Inggrisnya, tiba-tiba saya tersentak, mengingat apa yang dikatakan suami sang pakar komunikasi lintas budaya 13 tahun sebelumnya. Saya jadi paham bahwa untuk menguasai bahasa Inggris dengan baik dan benar, saya harus menguasai terlebih dahulu bahasa Indonesia yang telah menyatu dengan kepribadian saya, dengan baik dan benar pula. Google Translate mampu untuk secara hampir sempurna menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris selama bahasa Indonesianya ditulis dengan kaidah yang benar.

Untuk menyempurnakannya, saya gunakan Latihan Kejiwaan yang dengannya saya dimampukan untuk merasakan tiap kata dan kalimat yang saya pilih untuk saya gunakan dalam tulisan saya. Saya teringat pada reaksi dua orang atas penguasaan bahasa Inggris saya. Yang pertama adalah klien saya, seorang perempuan Indonesia yang pernah belasan tahun tinggal di Inggris. Ia bertanya mengapa saya memilih kata-kata tertentu dalam bahasa Inggris yang memiliki beberapa sinonimnya tetapi saya tidak menggunakan sinonim-sinonim tersebut.

“Saya hanya merasakannya saja bahwa pilihan itulah yang paling pas,” jawab saya. Jawaban itu membuat klien saya memastikan bahwa saya telah menguasai level penutur asli. Penutur asli tidak mengandalkan tatabahasa (grammar), melainkan rasa.

Yang kedua adalah saudara Subud saya yang berasal dari Liverpool, Inggris, dan sudah lama bermukim di Indonesia. Ia mengatakan bahwa naskah audio-visual yang saya tulis dalam bahasa Inggris menggunakan faultless English (bahasa Inggris sempurna). Saya mengira bahwa ia sedang sekadar menyenangkan hati saya saja, dan dengan rendah hati saya katakan bahwa saya lemah dalam grammar. Saudara Subud itu berkata, “You think I do? No Englishman knows grammar. It's a school thing. We use our feelings.” (Kamu kira saya menguasainya? Tidak ada orang Inggris yang tahu tatabahasa. Itu hanya dipelajari di bangku sekolah. Kita menggunakan rasa kita.)

Pengalaman ini membuat saya semakin yakin akan kekuatan dari bimbingan kekuasaan Tuhan yang saya peroleh melalui Latihan Kejiwaan. Bahasa adalah pengetahuan yang terbangun dari akal pikir manusia, sedangkan Latihan Kejiwaan menembus semua tirai yang menghalangi manusia dari mencapai ilmu Tuhan.©2022

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 20 Agustus 2022

No comments: