Tuesday, December 30, 2014

Anto Dwiastoro's Quotes 2014


“Tuhan tidak jalan di tempat. Dia bersama kita ke mana pun kita menuju, sekaligus Dia sudah di sana lebih dahulu.” (Anto Dwiastoro, 2 Januari 2014)

“Hubungan kamu dengan Tuhan itu bersifat interaksi, bukan transaksi. Makanya, jangan beranggapan kamu bisa menyogokNya lewat ketekunanmu menyembahNya. Sembahlah Dia dengan sabar, ikhlas dan tawakal; bebas dari transaksi sebagaimana yang terdapat dalam hubungan antara penjual dan pembeli.” (Anto Dwiastoro, 4 Januari 2014)

“Jangan berdoa minta uang kepada Tuhan, karena Ia takkan mengabulkannya, lantaran bagiNya segala sesuatu di alam semesta ini gratis tersedia untukmu. Mintalah barang atau sesuatu yang sedianya dengan uang itu kamu akan membelinya, niscaya Tuhan akan memberimu lewat proses dan cara yang tidak kamu sangka-sangka.” (Anto Dwiastoro, 5 Januari 2014)

“Dipercaya merupakan pujian yang lebih besar daripada dicintai.” (George MacDonald)

“Dengan menjaga nama baik orang lain, namamu akan kian harum.” (Anto Dwiastoro, 10 Januari 2014)

“Jangan memperbesar perbedaan yang kecil dan mengecilkan persamaan yang besar.” (Khotbah sholat Jum’at di Masjid Ukhuwah Islamiyah, 17 Januari 2014)

“Jangan terlalu dipikir-pikir, biarkan mukjizat berkembang secara alami.” (Anto Dwiastoro, 19 Januari 2014)

“Pemberian maaf memutuskan lingkaran sebab akibat, karena orang yang ‘memaafkan’ kamu—karena cinta—mengambil alih beban konsekuensi dari apa yang telah kamu lakukan. Pemberian maaf, dengan demikian selalu diikuti oleh sebuah pengorbanan.” (Dag Hammarskjold)

“Orang-orang yang mampu menjadi dirinya sendiri adalah mereka yang telah terbebaskan dari nafsu-nafsu dan akal pikiran yang menguasai.” (Anto Dwiastoro, 28 Januari 2014)

“Sungguh nikmat, menyenangkan dan menyehatkan jasmani dan rohani kita bila kita ma(mp)u memberikan kelebihan kepada orang lain justru di saat kita sedang mengalami kekurangan.” (Anto Dwiastoro, 1 Februari 2014)

“Bukti bahwa Tuhan bukan manusia, dan manusia tidak bisa menjadi Tuhan: Tuhan tidak pernah bisa dikalahkan oleh ciptaanNya, tetapi tidak sedikit pengalaman nyata di mana manusia dikalahkan oleh ciptaannya sendiri.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2014)

“Orang miskin berdoa minta uang ke Tuhan supaya dia bisa membeli barang-barang. Orang kaya berdoa minta waktu ke Tuhan supaya dia bisa menikmati barang-barang yang dibelinya.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2014)

“Seseorang yang ilmu agamanya sudah tinggi cenderung toleran terhadap dan menghormati penganut agama-agama lainnya. Seseorang yang ilmu politiknya tinggi cenderung menghargai lawan-lawan politiknya. Seseorang yang ilmu keuangannya sudah mumpuni cenderung jujur dalam mengelola keuangan. Jadi, ilmu yang tinggi (sejatinya) membuat kita lebih rendah hati. (Anto Dwiastoro, 3 Februari 2014)

“Lupakan kebaikanmu pada orang lain, tapi jangan sekali-kali lupakan kebaikan Tuhan yang memberimu kesempatan untuk berbuat baik pada orang lain.” (Anto Dwiastoro, 4 Februari 2014)

“Siang dan malam memang takkan pernah datang bersama, tetapi keberiringan mereka menjadikan harimu utuh. Seperti itulah, suka dan duka mengiringimu, menjadikan hidupmu utuh hingga kamu dapat merasakanNya.” (Anto Dwiastoro, 5 Februari 2014)

“Orang yang kekurangan uang biasanya mendapat ujian hidup berupa masalah yang bisa diselesaikan dengan uang. Orang yang kelebihan uang malah sebaliknya—mendapat ujian hidup berupa masalah-masalah yang tidak bisa diatasi dengan uang.” (Anto Dwiastoro, 5 Februari 2014)

“Selama ini, banyak orang mengira bahwa ekspresi ‘mendoakan orang tua yang sudah wafat’ adalah dengan menengadahkan kedua tangan di ranah persembahyangan ritual, memohon kepada Tuhan agar dosa-dosa mereka diampuni. Padahal sejatinya, doa itu direpresentasi lewat tindakan-tindakan anak-anaknya yang harus senantiasa menjaga nama baik kedua orang tuanya. Jangan sampai, tetangga ngomong: ‘Eh, tuh si Anu anaknya Pak dan Bu Polan kok kelakuannya minta ampun dah, nggak kayak ibu-bapaknya!’.” (Anto Dwiastoro, 6 Februari 2014)

“Kebanyakan orang mampu menegakkan kepercayaan diri mereka hanya bila ditopang oleh apa yang mereka miliki—terutama harta benda, jabatan, ilmu, gelar, keahlian, profesi. Jarang sekali dijumpai orang yang percaya diri sepenuhnya karena menjadi dirinya sendiri tanpa keterkaitan sama sekali dengan apa pun yang dimilikinya.” (Anto Dwiastoro, 16 Februari 2014)

“Yang bilang ketelanjangan tubuh itu tidak bermoral pasti keluar dari rahim ibunya dalam keadaan berpakaian lengkap.” (Anto Dwiastoro, 25 Februari 2014)

“Engkau mencari surga, maka surga yang akan kau dapatkan. Engkau mencari neraka, maka neraka yang akan kau dapatkan. Engkau mencari Tuhan, maka kau akan mendapatkan surga maupun neraka, karena keduanya adalah ciptaanNya. Tugasmu adalah menyerahkan kembali keduanya kepadaNya, maka kau akan mendapatkan cintaNya.” (Anto Dwiastoro, 2 Maret 2014)

“Kerendahan hati merupakan hasil dari pengetahuan dan kearifan, sedangkan kesombongan merupakan hasil dari kebodohan.” (Imam Khomeini, 40 Hadis: Telaah atas Hadis-Hadis Mistis dan Akhlak (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 113)

“Ada dua jenis manusia dalam hidup ini. Dia yang victim (korban), yang merasa semua penderitaan hidupnya disebabkan oleh hal-hal lain di luar dirinya, sehingga ia terus mengeluh dan minta dikasihani. Dan dia yang victor (pemenang), yang merasa dirinya tak harus menjadi orang lain dan alih-alih meratapi nasibnya, ia cuek saja melenggang mengejar apa yang dicita-citakannya.” (Anto Dwiastoro, 10 Maret 2014)

“Dengan uang, kamu bisa membeli obat, tetapi tidak bisa membeli kesehatan. Dengan uang, kamu bisa belanja ini-itu asal ada waktu, tetapi kamu tidak bisa membeli waktu. Dengan uang, kamu bisa mengadakan pesta pernikahan yang hebat, tetapi uang tidak bisa mempertahankan pernikahan yang hebat. Dengan uang kamu bisa beli payung, tetapi tidak bisa menyogok hujan agar tidak turun."(Anto Dwiastoro, 12 Maret 2014)

“Runtuhnya siapa saja pun karena wanita juga, apabila wanodya (gadis remaja—Red.)... wanita itu disalahgunakan, artinya bukan dijadikan sebagai sesuatu jalan yang benar, tetapi dijadikan sebagai mainan, sebagai hanya untuk membuang nafsu, hanya untuk kesenangan. Oleh karena itu, saudara sekalian, maka kalau saudara menaati perintah Tuhan—ya, mungkin saudara akan dapat menerima, tetapi saatnya masih lama, sehingga Bapak perlu katakan sekarang ini—agar saudara dalam Latihannya dapat lancar dan agar saudara dapat menerima hal-hal yang saudara butuhkan, perlu sekali saudara rukun dengan istri. Janganlah dianggap istri itu sebagai sesuatu benda hanya untuk menuruti nafsu, hanya untuk memenuhi keinginan saudara sekalian. Tetapi jadikanlah istri itu sebagai benar-benar kawan hidup, karena tidak dengan istri, saudara tidak akan dapat mengetahui... selain, kalau saudara memang sudah diistimewakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.” (Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, Vancouver, Kanada, 3 Mei 1968)

“Akar-akar kata dari kata antusiasme berarti ‘Tuhan bersemayam di dalam diri’.” (Stephen R. Covey, The 8th Habit: Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 376)

“Kekuatan itu mengisi diri hanya ketika kita mengosongkan diri.” (Anto Dwiastoro, 6 Juni 2014)

“Orang yang berserah diri itu tidak pernah kalah. Ia hanya merendah dan lawan pun (manusia maupun benda) takluk oleh dayanya sendiri.” (Anto Dwiastoro, 12 Juni 2014, pukul 10.30 WIB)

“Ya Tuhan, maafkanlah aku atas semua kesia-siaan yang pernah kuperbuat. Tuntunlah aku senantiasa dalam perkataan dan perbuatan, pikiran dan perasaan. Terima kasih, Tuhan, atas segala hal dalam hidupku.” (Doa Anto Dwiastoro, 13 Juni 2014)

“Kamu tidak butuh Aku untuk mencintaimu agar kamu bahagia. Kamu lebih butuh kamu untuk mencintai dirimu sendiri agar kamu bahagia.” (Anto Dwiastoro, 12 Juli 2014)

“Pengetahuan itu diperoleh bukan melalui banyaknya pengajaran, melainkan melalui cahaya yang Tuhan pancarkan pada hati hamba yang dikehendakiNya.” (Bihar Al-Anwar I, hlm. 225)

“Banyak orang mencari cara mencapai keikhlasan, tetapi kebanyakan malah membuang kesempatan itu ketika dihadapkan pada situasi di mana keikhlasan adalah mutlak.” (Anto Dwiastoro, 31 Juli 2014 di Surabaya)

“Pencarian afirmasi (persetujuan) pada kebanyakan kasus lebih merupakan upaya pemuasan ego belaka.” (Anto Dwiastoro, 8 Agustus 2014 di Surabaya)

“Bila nasihatmu tidak mempan mengubah perilaku buruk seseorang, jangan jengkel. Terkadang sebuah perilaku merupakan proses yang harus dilalui seseorang untuk belajar dan kemudian berubah. Manusia pada dasarnya mau berubah, hanya bila itu berasal dari dirinya sendiri, bukan karena nasihat dari orang lain.” (Anto Dwiastoro, 11 Agustus 2014, 05.52 WIB)

“Kemarahan itu seringnya membakar hal-hal yang seharusnya dipadamkan. Dan, biasanya, apinya terus menjalar ke mana-mana.” (Anto Dwiastoro, 14 Agustus 2014)

Tidak mau menggali lebih dalam dan berhenti di aras persangkaan—itulah yang menyebabkan tidak adanya kerukunan antar manusia dari berbagai agama, budaya, ras, suku bangsa dan ideologi.” (Anto Dwiastoro, 6 September 2014)

“[S]audara sekalian itu mempunyai lemari, yang selama hidupnya masih dikunci, masih tertutup. Sebetulnya di dalam lemari banyak pakaian, banyak macam-macam yang dibutuhkan saudara itu. Tetapi, karena tidak dan belum dapat melihat ini, sehingga saudara cari ke toko. Jadi, sudah punya, tetapi masih cari, karena belum tahu apa yang telah dimiliki. Sudah tentu yang ada di dalam itu barang-barang yang lebih bagus daripada yang ada di toko, dan sungguh-sungguh berguna. Di toko itu barang tiruan, karena saudara hanya melihat tetangganya beli.” (Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, New York, 22 Juni 1963 {63 NYC 1})

“...For remembering and feeling our closeness to the power of God Almighty—there is very much time available for that. For example, the time that we normally spend sitting thinking about something, or daydreaming, or the time we spend feeling about something, the time we spend sitting alone or with our wife, or the time we spend walking somewhere or going to the shops—all this time is spare time. That is, time that is wasted. We should try to fill that time with the consciousness of the power of God, with a feeling of being relaxed, like when you receive the Latihan Kejiwaan normally. In other words, Bapak says not all the time that you have is filled or used in this way. Yet it means that as much as possible you fill your life with this atmosphere of the closeness to the power of God Almighty, like we experience in the Latihan...” (Muhammad Subuh, Osaka, Japan, January 8, 1978—78 OSA 2)

“Mengapa orang-orang selalu tampak buruk di matamu? Karena kamu berharap mereka harus sesuai dengan nilai/norma yang kamu anut, sedangkan mereka masing-masing hidup berdasarkan nilai/norma yang mereka anut, yang berbeda darimu. Tidak ada orang yang sama. Kalau kamu mau mereka tampak baik di matamu, perlakukanlah mereka sebagaimana sejatinya masing-masing dari mereka. Ingat, beragam lebih baik daripada seragam.” (Anto Dwiastoro, 22 September 2014)

“Tanah Sucimu adalah di mana saja kamu menjejakkan kakimu dalam keadaan dirimu berserah diri dengan sabar, ikhlas dan tawakal.” (Anto Dwiastoro, 26 September 2014)

“Meminta maaf padahal kamu tidak berbuat salah jangan kamu anggap kekalahan. Justru sebaliknya, itu adalah kemenangan yang menyehatkan kamu lahir dan batin.” (Anto Dwiastoro, 28 September 2014)

“Masa lalu adalah teropong kita di masa kini untuk melihat masa depan.” (Anto Dwiastoro)

“Ya, kamu memang berpikir bahwa kamu tidak punya kekuatan untuk bertahan. Tetapi itulah pikiran—ia selalu mengatakan apa yang bukan sejatinya dirimu. Sesungguhnya Tuhan memberimu kekuatan, asal kamu berserah diri kepadaNya. Ayo, jangan menyerah, tetapi berserah!” (Anto Dwiastoro, 4 Oktober 2014)

“The world doesn’t necessarily condemn the man who loves a battle. It encourages and rewards some of them. Even a gallant loser may get a share of the glory when the history books are written. I’m not sure it’s altogether right to encourage and reward fighting and killing, but that’s the way things are. Have I answered you?” (Orry Main to cousin Charles in John Jakes North & South, p. 308)

“Sometimes when you are at home, having a bath, just follow what you are singing. Follow it, so that you can feel how there are some very good songs in you. That one is a Greek melody. This is now beginning to arise, and it will continue in the future. Do not be shy; let it come out. Bapak cannot hear you. Yes, thank you. Eventually your body will be healthy.” (Muhammad Subuh, Cilandak, Jakarta, January 7, 1979)

“Be patient with Him for an hour and you will see His grace and favor for years." (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., Al-Fath ar-Rabbani, First Discourse).

“When sickness comes your way, receive it the hand of patience, and stay calm until the remedy arrives. Then, when the remedy does come, receive it with the hand of gratitude. If you behave like this, you will cope with this present life.” (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani, Al-Fath ar Rabbani (The Sublime Revelation), First Discourse)

“Ketika ada orang yang marah hebat kepadamu, berserah dirilah dengan perasaan sabar, ikhlas dan tawakal. Maka kamu akan menjadi tembok tebal yang memantulkan lontaran amarahnya kembali kepadanya, memukul dirinya, dan bukan tidak mungkin merusak seluruh tubuh, pikiran dan jiwanya.” (Anto Dwiastoro, 22 Oktober 2014)

“I have never met someone who is living a bold and successful life—and by successful I mean prosperous, kind, and in touch with the meaningfulness of what they're doing--who has apologized for being perfectionistic mercurial, unrelenting, or whatever their slightly controversial hallmark characteristics are.

You will always be too much of something for someone: too big, too loud, too soft, too edgy. If you round out your edges, you lose your edge.

Apologize for mistakes. Apologize for unintentionally hurting someone—profusely. But don't apologize for being who you are.” (Danielle Laporte—Canadian author, motivational speaker, entrepreneur, and blogger)

“Beware of losing all hope! In the wake of every distress there is delight. Allah is every day about some awesome business. To one set of people after another He presents different situations. In this alteration you must be together with Him, never abandon your patience, and always be content with His predestination. That is because you cannot know what to expect, and you may suddenly notice that Allah is bringing a brand-new situation into view.” (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., an excerpt from the discourse on “Contentment with the Decree of Destiny” in Pearls of the Heart)

“Laughing is also guided by God, so that in sad and difficult situations you can laugh. This is very important for your life. As a rule, when things are very bad and difficult, people do not have the heart to laugh. But because of your worship of God, because of the Latihan Kejiwaan, you are able to laugh in difficult times. That is the remedy; that is the medicine for it.” (Bapak’s Talk to Men and Women, Honolulu, Hawaii, USA, April 12, 1972)

“Wahai kamu yang miskin atau sakit, jangan minta kekayaan atau kesehatan yang baik, karena itu bisa menjadi penyebab kehancuranmu. Berpuaslah dengan nasibmu saat ini, dan jangan minta lebih. Apa pun yang diberikan Tuhan Yang Maha Benar kepadamu, hanya akan menjadi masalah dan penderitaan bagimu, kecuali hamba yang tertuntun dari dalam untuk meminta. Ketika ia tertuntun untuk meminta, ia akan diberkahi dengan apa yang dimintanya, dan kekotoran akan dihapus darinya.” (Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., Al-Fath ar-Rabbani, Diskursus Ketiga)

“God has authority and can supervise everything. Bapak illustrates this by comparing it to someone working on a car. Because God is the warehouse where the spare parts and the screws come from, they are very plentiful. So whatever is wrong is replaced. If it's wrong--replace it. For God indeed is Almighty and is the Maker.” (Bapak Muhammad Subuh, Munich, December 13, 1950)

“Bagi saya, selalu sulit untuk merayakan kesuksesan, karena selalu berpikir: Apa selanjutnya?” (Howard Schultz, Chairman dan CEO Starbucks dalam Pour Your Heart Into It: Bagaimana Starbucks Membangun sebuah Perusahaan Secangkir demi Secangkir (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002: 234)

“Merek-merek yang otentik tidak muncul dari ruangan pemasaran atau biro-biro iklan. Merek otentik muncul dari segala sesuatu yang dilakukan perusahaan, dari desain toko dan pemilihan tempat sampai pelatihan, produksi, pengemasan dan pembelian barang. Di perusahaan dengan merek yang kuat, setiap manajer senior harus mengevaluasi setiap keputusan dengan menanyakan: ‘Apakah ini akan memperkuat atau memperlemah merek?’.” (Howard Schultz dan Dori Jones Yang, Pour Your Heart Into It: Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 315)

“Sukses akan sangat manis apabila dibagi-bagikan.” (Howard Schultz dan Dori Jones Yang, idem, hlm. 422)

“Sebenarnya, tidak ada yang dinamakan ‘keajaiban’ itu. Kita hanya tidak memahami hukum alam.” (Anto Dwiastoro, 9 Desember 2014)

“With attitude, you reach altitude.” (Anto Dwiastoro, 15 Desember 2014)

“Saya mencari Tuhan dan tak bisa menemukanNya. Saya mencari jiwa saya dan jiwa saya menghindari saya. Saya mencari saudara saya untuk melayani kebutuhannya. Dan saya menemukan ketiganya—Tuhan saya, jiwa saya, dan saudara.” (Anonim)

“Dengan ketenangan tercapai kemenangan.” (Anto Dwiastoro, 31 Desember 2014)

“Kelezatan makanan tergantung pada kombinasi tiga hal: bahan, penyajian, dan cara makan.” (Anto Dwiastoro, 31 Desember 2014)



No comments: