Tuesday, May 10, 2011

Pensiun Dini


Chase your passion, not your pension—Wujudkan apa yang menjadi hasrat Anda, bukan pensiun Anda.”

—Denis Waitley



Pada Juni 2007, saya didaulat menjadi pembicara motivator dalam lokakarya purna karya (pensiunan) PT Pupuk Kujang yang digelar di Hotel Grand Lembang, Bandung. Diikuti oleh lima puluhan calon dan pensiunan perusahaan produsen pupuk urea dan amonia tersebut, saya mempresentasikan materi mengenai mentalitas kewirausahaan, yang seyogianya dimiliki tidak saja oleh mereka yang masih berkarya, tetapi juga oleh para pensiunan.


Dalam kesempatan itu, saya sempat ‘digugat’ mengenai usia saya yang masih jauh dari usia pensiun dan, karena itu, dianggap tidak memahami beratnya menyandang predikat pensiunan. Bagi kebanyakan dari mereka, memasuki masa pensiun di PT Pupuk Kujang, yang mengakomodasi karyawannya dengan berbagai fasilitas dan keistimewaan, ibarat dikeluarkan dari sangkar emas. Tak mengherankan, jika banyak dari mereka yang mengalami kegoyahan secara material maupun mental; tidak siap menghadapi keadaan di mana tak ada lagi sokongan fasilitas dan keistimewaan.


Menjawab gugatan peserta, saya utarakan bahwa sebelum tampil sebagai pembicara dalam lokakarya tersebut saya sudah mengambil ‘pensiun dini’ dengan melepas semua ketergantungan pada hal-hal yang sejatinya bukan bagian dari diri saya, yang tidak bakal saya bawa serta ketika maut datang menjemput. Secara fisik, saat itu saya memang sudah bertekad bulat untuk mengundurkan diri dari kemapanan sebagai karyawan yang menerima gaji setiap bulan, dan menyambut keadaan penuh ketidakpastian sebagai freelance copywriter. Pernyataan saya menggugah para peserta lokakarya itu.


Sebagai karyawan tetap atau pun bukan, seyogianya secara hati kita sudah pensiun, atau melepaskan diri dari ketergantungan-ketergantungan pada perusahaan pemberi upah. Bahkan dalam semua aspek kehidupan ketergantungan yang berlebihan terhadap semua pendukung atau fasilitas yang mempermudah hidup kita di dunia, ada baiknya ditiadakan atau dikurangi. Keadaan serba kekurangan malah sebaliknya mendorong kita untuk senantiasa kreatif dan inovatif.


Perhatikanlah anak-anak. Anak-anak memiliki kekurangan dalam beberapa hal, tetapi justru di situlah kelebihan mereka. Mereka dikenal sebagai makhluk yang secara spontan sering berlaku kreatif. Keponakan saya waktu masih berusia lima tahun memiliki tinggi badan yang membuatnya tidak dapat mencapai tombol lampu kamar mandi di rumah saya, yang lumayan tinggi bagi dirinya. Suatu hari, ia tergopoh-gopoh berlari ke kamar mandi karena kebelet buang air kecil. Saya yang sedang duduk di depan meja makan tercengang melihat bagaimana ia dengan spontan meraih penggaris kayu yang sedang dipakai ibunya untuk membuat pola jahitan, dan dengan spontan pula digunakannya untuk memukul tombol lampu kamar mandi hingga menyala! Kekurangannya tidak menjadi halangan baginya untuk berbuat lebih bagi kebutuhan hidupnya.


Pendeta Myles Munroe, Ph.D., dalam bukunya Maximizing Your Potential: The Keys to Dying Empty (Destiny Image, 1996) dan Releasing Your Potential: Exposing the Hidden You(Destiny Image, 2007) mengungkapkan bahwa setiap kita diciptakan dengan segudang bekal bernama potensi. Demikian dahsyatnya potensi yang kita miliki sampai tidak sedikit di antara kita yang acap kali terkejut menyaksikan apa saja yang dapat kita lakukan. Kemampuan kita sesungguhnya tak terbatas, tetapi kita sendirilah yang membatasi dengan berbagai ilusi tentang keterbatasan makhluk di hadapan Sang Pencipta, yang secara mekanis menghalangi kita berbuat lebih banyak bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Bukankah kitab suci sudah menegaskan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib kita apabila kita sendiri tidak mau mengubahnya?


Saya sudah tuntas membaca kedua buku karya Myles Munroe ketika saya memutuskan untuk berhenti jadi ‘orang gajian’ dan merengkuh dunia freelancer atau wirausahawan yang bagi sebagian besar orang dianggap tidak memiliki kepastian dalam hal perolehan nafkah. Selain karena memang saya pada dasarnya tidak cocok menjadi pegawai, lantaran menyadari benar kemampuan saya dalam beride kreatif dan mewujudkannya, saya seperti disadarkan, melalui kedua buku itu, bahwa saya sejatinya memiliki potensi tak terbatas untuk mewujudkan kehidupan yang saya kehendaki.


Dan waktu pulalah yang membuktikan: Suatu ketika, seorang relasi saya yang kaya-raya, eksekutif puncak dari berpuluh perusahaan, yang pernah saya irikan lantaran kekayaan materinya yang tampaknya tak terbatas, berujar bahwa ia iri pada saya, lantaran saya memiliki waktu dan kreativitas yang tak terbatas untuk mewujudkan apa saja yang saya kehendaki, termasuk berlibur ke berbagai tempat di Indonesia di saat semua orang yang berstatus pegawai terpaku pada pekerjaannya.


Kawan saya itu menyatakan bahwa dirinya sudah lebih dari empat tahun tidak berlibur karena ditekan oleh pekerjaan di kantornya yang seakan tidak pernah berhenti menuntut perhatiannya. “Ambil pensiun dini aja, Mas,” kata saya, berkelakar, kepadanya.Ó




Wisma Indonesia Lt. 2, Kompleks Wisma Subud Cilandak, Jakarta Selatan, 13 April 2011

No comments: