Wednesday, December 30, 2009

Tuhan Juga Ada di Toilet

Suatu hari, saya membatinkan pertanyaan, "Ya Tuhan, kenapa sih kita harus berserah diri kepadaMu?" Dalam sekejap, saya beroleh jawaban, yang seolah dituangkan ke dalam kepala saya, begitu derasnya sampai saya 'mendengar' suaraNya: "Aku seperti dirimu yang dapat meyakinkan klien-klienmu agar menyerahkan semuanya menyangkut pekerjaan kepadamu supaya mereka tenang. Dan kamu pun dapat bekerja dengan baik setelah diberi kepercayaan oleh mereka, bukan?"

Sontak, saya tersentak, lalu melonjak-lonjak. Bukan di atas tempat sujud, bukan pula di rumah ibadah, melainkan di toilet, yang ironisnya selama ini dianggap tempat yang tidak layak untuk 'menemui' Tuhan. Anggapan itu seperti menegaskan bahwa Tuhan ada di mana-mana tetapi tidak di toilet.

Kepahaman-kepahaman yang saya peroleh selama ini, dan yang kemudian saya tuangkan dalam Note Facebook, tidak melulu saya dapatkan ketika sedang 'menghadap' kepadaNya secara ritualistik di rumah ibadah, tetapi kebanyakan malah ketika sedang berada di toilet, di jalan, sedang bekerja, sedang mengolah asmara bersama istri, di atas sepeda motor, di dalam bus di antara bau ketiak dan keringat, dalam susah dan derita, dalam suka dan gembira. Di mana saja, kapan saja, sehingga yang menyeruak hanya rasa syukur tak berkesudahan.

Mendekatkan diri kepada Tuhan bisa di mana saja -- di mana saja Anda merasa nyaman dan dapat sepenuhnya menjadi diri sendiri. Yang penting juga, kitanya harus tenang dan tentram diri (walaupun di sekeliling kita ramai), berserah diri secara sabar, ikhlas dan tawakal. Walaupun sembahyang menurut tata cara agama, di rumah ibadah sekalipun, tetapi bila pikiran kita mengembara ke mana-mana selain kepada Tuhan yang ada di mana-mana, sembahyang yang menjadi kendaraan niat kita takkan pernah sampai di tujuannya. Kabarnya, Tuhan itu dekat, lebih dekat daripada urat nadi kita, dan dapat dicapai oleh jiwa-jiwa yang memaktubkan penyerahan diri kepada Sang Kuasa dengan sabar, ikhlas dan tawakal.

Berserah diri tidak cukup dengan dilisankan lewat mulut belaka. Ini adalah sikap batiniah yang lahir dari diri yang 'dikondisikan' secara alami untuk menjadi tenang dan tentram. Tempatnya bisa di mana saja: di rumah ibadah, di kamar, di mal, di gua atau hutan, di toilet, dan lain-lain. Yang penting rumah ibadah di dalam hati kita bersih dari segala sesuatu yang (kita anggap) menyerupaiNya. Di wilayah niskala nan suci itulah pendar-pendar cahayaNya menerpa bidang kepahaman dan penerimaan kita.

Berserah diri dengan sabar, ikhlas dan tawakal, dengan hati dan pikiran yang suci dari yang selain kesejatian, membawa kita pada realitas batin bahwa Tuhan memang ada di mana-mana. Dia bahkan juga ada di toilet.©

No comments: