Wednesday, December 30, 2009

Sabar Bikin Subur

"Kesabaran kita akan mencapai lebih banyak daripada kekuatan kita."
--Edmund Burke (1729-1797)



Sebuah keprihatinan mendesak di dada saya belakangan ini terkait maraknya kasus-kasus sakit jiwa akibat kesulitan menerima kenyataan, kawin-cerai di kalangan artis yang ironisnya juga doyan bikin berita tentang perjalanan umroh mereka, korupsi merajalela, dan lain-lain perbuatan yang tidak islami. Padahal Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Keprihatinan saya memuncak setelah kemarin (29 November 2009) saya mendapat cerita tentang teman istri saya yang jadi gila gara-gara stres berat, dan salah seorang kerabat saya yang menunjukkan tanda-tanda ketidakwarasan setelah dia di-PHK yang langsung menyebabkannya depresi. Apa yang salah dengan pengajaran agama, sehingga membuat kehidupan umat terpuruk? Agama Islam, setelah saya dalami dan amalkan dengan menghayati hakikatnya, merepresentasi kedalaman dan kemuliaan dari sikap ketundukan (taslim) kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, saya berkesimpulan penyebab kekisruhan dalam kehidupan umat secara umum terletak pada cara mengajarkan agama yang berfokus pada yang lahir semata, menafikan yang batin, sehingga menghambat internalisasi nilai-nilai agama sebagai pedoman hidup.

Wajah yang islami ternyata tidak terwakili oleh atribut-atribut fisik, melainkan dengan senantiasa menghias batin kita dengan kesabaran. Kesabaran yang ikhlas dan diinsafi, bukan karena terpaksa, melahirkan sikap diri yang senantiasa siap menerima kenyataan; bahwa apa pun yang diberikan oleh Yang Kuasa merupakan curahan kasih sayangNya. Sabar bikin subur -- menyuburkan keimanan kita, keyakinan yang hakiki terhadap kuasa Allah Swt., dan memperlancar produksi kebijaksanaan (hikmah) pada diri kita. Sabar adalah permata keislaman yang sejati. Tanpa pernah berupaya menginternalisasi nilai sabar, hidup kita menjadi berantakan, sarat kemaksiatan, iman kita menggelontor dan kita cenderung berburuk sangka kepada Tuhan.

Pengalaman pendiri Apple Inc., Steve Jobs, mengajarkan saya bahwa apabila kita bersabar dalam menjalani proses kehidupan, pada titik penghujungnya kita akan mensyukuri apa saja yang kita hadapi selama proses tersebut. Jobs mensyukuri kenyataan bahwa dia dropout dari bangku kuliah dan untuk mengisi waktu luangnya ia mengambil kursus kaligrafi. Saat itu, ia tidak menyadarinya dan tidak peduli. Ia baru mengangguk-angguk puas, seakan telah memetik hikmah, ketika Apple meluncurkan komputer Macintosh pada tahun 1984. "Kalau saya tidak pernah mengambil kursus itu di kampus, Mac takkan pernah memiliki banyak typeface ataufont-font yang dispasi secara proporsional," katanya.

Bersabar dengan apa yang diberikan Allah, bagi kebanyakan orang merupakan pekerjaan yang amat sulit. (Demikian sulit rupanya sehingga banyak orang lebih memilih jalan pintas: mau kaya mereka korupsi, kurang sabar membangun komunikasi dengan pasangan, mereka langsung memutuskan bercerai.) Bagaimanapun, kesabaran harus diupayakan agar ditumbuhkan dalam diri kita, kecuali Anda memang maunya hidup dengan susah hati terus. Landasan untuk bisa bersabar adalah rasa syukur; mensyukuri apa pun yang hinggap pada kita, senang atau susah, sebagai berkah. Bercermin pada pengalaman Steve Jobs di atas, kesusahan ketika kita sedang berproses merupakan berkah tak berkesudahan, asal kita sabar membiarkan proses itu berjalan hingga mencapai kenyataan yang dikehendakiNya.

Kita harus bervisi jauh ke depan, jangan berjangka pendek, untuk saat ini saja. Biarkan hidup merekah hingga menampakkan keindahannya. Telusuri dan temukan keindahan wajah Allah pada setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita, lahir maupun batin. Bersabarlah dengan duka cita, karena di dalamnya tersimpan mutiara hikmah yang menjanjikan suka cita.

Dengan kepahaman dan pengalaman langsung dengan mukjizat sabar, akhirnya saya bisa bersabar terhadap kenyataan banyaknya orang yang gila lantaran tidak bisa menerima kenyataan, artis-artis yang doyan kawin-cerai serta pejabat-pejabat di berbagai tingkatan yang gemar korupsi, walaupun secara fisik mereka mengenakan atribut yang menandai keislaman mereka. Mereka demikian karena tidak mengerti bahwa sejatinya pakaian agama yang mereka anut adalah kesabaran dalam mengamalkan ketundukan kepada Allah. Saya berdoa, semoga Tuhan mengertikan mereka bahwa justru sabar yang bikin subur.©

No comments: